Liputan6.com, Beijing - Ekonom menyampaikan kecemasan terkait utang korporat di China yang bisa berdampak luas ke perekonomian dunia. Utang korporat China bahkan disebut ancaman terbesar bagi ekonomi.
Dilansir CNBC, Rabu (18/12/2019), kekhawatiran itu disampaikan oleh Ekonom Kepala Moody's Mark Zandi. Ia melihat banyak perusahaan di China yang sedang kesulitan akibat perlambatan ekonomi dan perang dagang.
Advertisement
Baca Juga
"Saya ingin bahwa utang korporat di China adalah ancaman terbesar," ujar Zandi. Parahnya lagi, utang korporat China justru makin bengkak.
Komentar Zandi senada dengan laporan Fitch Ratings yang berkata semakin banyak perusahaan China yang gagal bayar (default) pada tahun ini. Masalah sama pun terjadi di Amerika Serikat akibat makin dimudahkannya perusahaan untuk meminjam uang meski utang perusahaan itu sudah menumpuk.
"Kondisi mereka rapuh apabila ekonomi melambat," ujar Zandi.
Pemerintah China sebetulnya sudah berusaha memperketat peminjaman uang, tetapi perang dagang menyulitkan hal tersebut. China pun kesulitan menjalankan rencana pengetatan mereka.
Menurut Fitch Ratings, pemerintahan lokal masih kuat menghadapi gagal bayar. Kondisi BUMN China juga tercatat lebih aman ketimbang perusahaan swasta.
Sejauh ini, 80 persen perusahaan dalam negeri (onshore) China yang gagal bayar berasal dari sektor swasta. Mereka pun terancam kesulitan likuidasi dan refinancing pada kondisi peminjaman yang ketat.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Donald Trump Minta Bank Dunia Tak Lagi Beri Pinjaman ke China
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan secara tidak langsung kepada pihak Bank Dunia untuk tidak memberikan pinjaman dana kepada China pada Jumat, 6 Desember 2019.
Hari itu tepat merupakan sehari setelah Bank Dunia merencanakan memberikan pinjaman kepada Beijing.
Pada Kamis, 5 Desember 2019, pihak Bank Dunia telah memiliki rencana untuk memberikan pinjaman yang lebih besar kepada China, yang awalnya $1 juta atau sekitar Rp 13,7 M menjadi USD 1,5 juta atau sekitar Rp 21 M.
Dikutip dari CNBC, pihak Bank Dunia akan memberikan pinjaman tersebut dengan bunga rendah. Pinjaman tersebut nyatanya lebih sedikit jika dibandingkan dengan pinjaman selama lima tahun terakhir yang rata-rata sebesar $1,8 juta atau Rp 25,2 M.
Namun, lagi-lagi Presiden Donald Trump berkomentar tentang apa hal yang berkaitan dengan China.
Dalam salah satu cuitan Twitternya, ia menuliskan: "Mengapa Bank Dunia harus meminjamkan uang kepada China? Apakah ini mungkin? China punya banyak uang, jika tidak mereka bisa menghasilkannya sendiri. Berhentilah!"
Advertisement
Tanggapan Bank Dunia
Menanggapi hal tersebut, pihak Bank Dunia pun akhirnya turut berkomentar. Bank Dunia berkata punya standar sendiri dalam meminjamkan dana.
"Pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia telah menurun secara tajam, dan akan terus berkurang seperti tertulis dalam perjanjian dengan semua pemegang saham termasuk AS," tulis pihak Bank Dunia dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.
Pihaknya menambahkan bahwa pinjaman pun akan berhenti jika negara tersebut semakin makmur.
Di sisi lain, juru bicara Gedung Putih menolak untuk berkomentar lebih lanjut mengenai hal ini.
Pinjaman yang diterima oleh China memang terus berkurang. Hal tersebut dapat dilihat dari pinjaman pada 2017 sebesar USD 2,4 juta atau sebesar Rp 33 M.
Nampaknya, fakta tersebut tidak mengurangi argumen Trump yang berpendapat bahwa China sudah terlalu makmur untuk mendapat bantuan internasional.