Eks Pejabat Rwanda Dituntut 30 Tahun Penjara Atas Genosida 1994

Jaksa penuntut Belgia mendesak pengadilan untuk menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun pada mantan pejabat Rwanda yang didakwa terlibat genosida dalam pembantaian 1994 di negaranya.

diperbarui 21 Des 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 21 Des 2019, 15:00 WIB
Situs memorial Genosida Rwanda di Nyamata (Inishheer / Wikimedia / Creative Commons)
Situs memorial Genosida Rwanda di Nyamata (Inishheer / Wikimedia / Creative Commons)

Kigali - Didakwa kasus genosida dan kejahatan perang di Rwanda, Fabien Neretse kini diadili di pengadilan tinggi Belgia. Eks pejabat yang merupakan insinyur pertanian berusia 71 tahun di negeri itu ditangkap di Prancis tahun 2011. 

Dikutip dari DW Indonesia, Sabtu (21/12/2019), jaksa penuntut meminta pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun pada Jumat, 20 Desember 2019. Sehari sebelumnya, pengadilan menyatakan Fabien Neretse bersalah.

Jaksa Arnaud D'Oultremont mengatakan kepada tim juri di pengadilan: "Ingatlah fakta-fakta yang ekstrem ini ... keinginan untuk memusnahkan orang lain." Dia mengatakan Fabien Neretse "tanpa belas kasihan" menargetkan minoritas Tutsi di Rwanda.

Fabien Neretse menjadi orang pertama yang dihukum di Belgia atas tuduhan genosida. Terdakwa selama persidangan menyatakan dirinya tidak bersalah. Selain dakwaan melakukan genosida, dia juga dihukum karena kejahatan perang dan 11 pembunuhan di Rwanda.

Belgia telah mengadakan empat persidangan dan mengutuk delapan pelaku pembunuhan di bekas koloninya, tetapi Neretse adalah terdakwa pertama yang secara khusus dihukum karena tuduhan genosida.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Persidangan Genosida Pertama

Fabien Neretse dinyatakan bersalah atas genosida di Rwanda tahun 1994. Foto: Di depan gedung pengadilan di Brussels, 19 Desember 2019
Fabien Neretse dinyatakan bersalah atas genosida di Rwanda tahun 1994. Foto: Di depan gedung pengadilan di Brussels, 19 Desember 2019 (Source: AFP/ J. Thys)

Selama persidangan, Fabien Neretse dituduh memerintahkan pembunuhan 11 warga sipil di Kigali dan dua di daerah pedesaan di utara ibu kota pada April dan Juli 1994. Namun tim juri membebaskan dia dari tuduhan dua pembunuhan, tetapi menyatakan dia bersalah atas 11 pembunuhan yang termasuk kejahatan perang.

Fabien Neretse adalah seorang ahli pertanian yang mendirikan sebuah perguruan tinggi di distrik asalnya, Mataba, di utara Rwanda. Dia kemudian menjadi pebisnis dan menjadi pejabat pemerintahan yang mengurus sektor ekspor. Tapi dia juga dipandang sebagai gembong milisi lokal di Mataba, dan kader partai yang berkuasa di bawah mendiang presiden Juvenal Habyarimana.

Di persidangan, Fabien Neretse menolak tuduhan terhadapnya. "Aku tidak akan pernah berhenti bersikeras bahwa aku tidak merencanakan atau mengambil bagian dalam genosida," katanya pada persidangan hari Selasa 17 Desember, sebelum tim juri menarik diri untuk menimbang putusannya.

Harus Ada Keadilan

Tampak 3.000 orang mengikuti pawai peringatan 25 tahun genosida di Rwanda (Presidency Rwanda, Twitter.com/@UrugwiroVillage)
Tampak 3.000 orang mengikuti pawai peringatan 25 tahun genosida di Rwanda (Presidency Rwanda, Twitter.com/@UrugwiroVillage)

Di bawah undang-undang tahun 1993, pengadilan Belgia punya wewenang yurisdiksi universal untuk menuntut genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di mana pun itu terjadi.

Neretse ditangkap 2011 di Prancis, di mana dia bermaksud membangun kembali kehidupan profesionalnya sebagai pengungsi. Dakwaan yang diajukan terhadap Neretse sebagian besar adalah berkat kerja keras mantan pejabat Uni Eropa asal Belgia, Martine Beckers, yang kini berusia 70 tahun.

"Pengadilan ini benar-benar bersejarah," kata Eric Gillet, seorang pengacara yang mewakili Beckers. Pihak kejaksaan dan aktivis telah bekerja selama 15 tahun mengumpulkan bukti-bukti untuk kasus ini.

Berbicara dengan kantor berita AFP, Martine Beckers menggambarkan perjuangannya sebagai "perjuangan bersama atas nama semua korban pembantaian."

"Harus ada keadilan," katanya. "Mereka yang merencanakan, mengorganisir, dan mengeksekusi genosida ini harus dihukum. Jika tidak di sini, lalu di mana?"

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya