Liputan6.com, Sydney - Gencatan senjata antara Taliban dan Amerika Serikat (AS) sudah di depan mata. Persetujuan ini bisa menjadi jalan masuk perdamaian permanen di Afghanistan sehingga prajurit AS bisa angkat kaki.
Dokumen gencatan senjata dari Taliban diberikan kepada utusan AS Zalmay Khalilzad yang berada di Qatar. Khalilzad selama berbulan-bulan telah berunding untuk gencatan senjata.
Gencatan senjata ini rencananya hanya sementara dengan durasi tujuh hingga 10 hari.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari AP News, Kamis (16/1/2020), pihak AS berharap ada kesepakatan dengan Taliban terkait peta jalan setelah perang Afghanistan berakhir. Peta jalan itu turut membahas isu sensitif seperti gencatan senjata permanen, hak wanita dan minoritas, dan nasib ribuan miitan Taliban dan pasukan militer gerilyawan.
Perang di Afghanistan dimulai di era Presiden George W. Bush setelah peristiwa 9/11. AS menyerang Taliban karena diduga menyembunyikan Osama bin Laden yang sudah terbunuh. Meski Osama Bin Laden sudah tewas, perang tak kunjung selesai karena bentrokan kerap terjadi.
AS masih menyiagakan 12 pasukan di Afghanistan. Presiden AS Donald Trump notabene tidak tertarik dengan konflik di Afghanistan dan ingin membawa pulang pasukannya.
Dalam upaya damai ini, pihak Taliban masih ogah berbicara dengan pemerintah sah Afghanistan. Saat ini Afghanistan juga sedang disibukkan oleh hasil pemilu 2019.
Harapan damai dengan Taliban nyaris kandas ketika serangan Taliban meningkat dan menewaskan prajurit AS pada September lalu. Presiden Trump pun berkata kesepakatan batal.
Trump berubah pikiran saat memberi kunjungan kejutan bagi prajurit AS di Afghanistan pada Hari Thanksgiving. Perbicangan damai pun berlanjut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasukan Taliban Ragu?
Pemimpin Taliban sudah memberi persetujuan untuk gencatan senjata. Namun, mereka ingin semua pasukan AS mundur dari Afganistan bila ingin gencatan senjata permanen.
Isu lain yang dikhawatirkan adalah jika gencatan senjata gagal, maka Taliban akan sulit untuk mengorganisir pasukan lagi.
"Ada yang berpikir di antara pasukan Taliban bahwa akan sulit bagi mereka untuk mengatur pasukan lagi setelah ada rehat dalam pertempuran," ujar seorang pejabat yang tak ingin namanya disebutkan.
Saat ini Taliban mengontrol sekitar wilayah Afganistan. Penyerangan tiap hari selalu terjadi terhadap pasukan Afganistan dan AS. Rakyat sipil kerap menjadi korban.
Advertisement