Liputan6.com, Gaza - Pihak berwenang Mesir membuka perbatasannya dengan Jalur Gaza yang diblokade Israel. Pembukaan "tanpa batas waktu" itu akan memungkinkan banyak orang bisa melintas ke dunia luar.
Dilansir AFP, Rabu (10/2/2021) penduduk Gaza yang melintasi titik perbatasan Rafah pada hari Selasa (9/2) mengungkapkan perasaan leganya atas pembukaan tersebut.
"Saya telah menunggu selama enam bulan sampai penyeberangan dibuka," kata seorang mahasiswa bernama Ibrahim al-Shanti (19), kepada AFP.
Advertisement
"Penutupan berulang telah menghabiskan satu semester studi saya. Saya berharap ini benar-benar berharap pembukaan ini permanen," lanjutnya.
Kairo mengambil langkah tersebut saat menjadi tuan rumah pembicaraan antara Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, dan Fatah, yang menjalankan Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Hamas, Fatah, bersama dengan faksi-faksi Palestina lainnya, diketahui sedang mendiskusikan untuk mengadakan pemilihan parlemen dan presiden akhir 2021 ini, yang pertama dalam 15 tahun.
Sebelumnya, perlintasan Rafah telah ditutup dalam beberapa bulan terakhir sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan pandemi Virus Corona COVID-19, meskipun terkadang sempat dibuka untuk waktu yang singkat.
Sumber keamanan Mesir menuturkan kepada AFP: "ini bukan pembukaan rutin atau normal. Ini adalah pertama kalinya dalam beberapa tahun perlintasan perbatasan Rafah dibuka tanpa batas waktu. Dulunya hanya dibuka tiga atau empat hari pada satu waktu".
Gaza, merupakan wilayah yang padat penduduk dengan sekitar dua juta orang, di mana setengah dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan, dan sering kekurangan air bersih, listrik, serta obat-obatan.
Saksikan Video Berikut Ini:
Warga Desak Para Pemimpin Politik Rundingkan Pembukaan Permanen
Warga Palestina lainnya, yang bernama Yasser Zanoun (50) mendesak para pemimpin politik untuk merundingkan pembukaan permanen untuk meringankan krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza, yang diperparah oleh pandemi Virus Corona COVID-19.
"Perlintasan ini harus buka 24 jam sehari, sepanjang tahun," ujarnya.
"Ada banyak kasus kemanusiaan yang sangat mengerikan," sebut Zanoun.
Pada tahun 2005 silam, Israel menarik pasukannya dari Gaza tetapi mengendalikan perbatasan wilayah dan penyeberangan darat, di mana Israel telah menutupnya selama berbulan-bulan.
Kemudian pada tahun 2006, Hamas menang telak tak terduga dalam pemungutan suara di Gaza, sebuah kemenangan yang tidak diakui oleh Presiden Fatah, Mahmoud Abbas.
Perpecahan itu menyebabkan bentrokan pada tahun berikutnya dan perpecahan dalam pemerintahan Palestina. Mesir, sejak saat itu sesekali menutup perlintasan Rafah.
Advertisement