Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Joe Biden meminta anggaran suplemental sebesar US$ 33 miliar kepada Kongres untuk Ukraina. Permintaan itu dikirimkan Biden pada Kamis (28/4).
Ternyata, paket bantuan itu terancam macet hingga beberapa pekan ke depan. Pasalnya, masih ada paket bantuan lain yang harus didiskusikan terkait COVID-19, selain itu Kongres AS juga masuk masa reses pada pekan depan.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan CNN, Jumat (29/4/2022), seorang sumber dari dalam Partai Demokrat di Kongres AS berkata jalan masih panjang sebelum paket bantuan untuk Ukraina bisa lolos di DPR dan Senat.
"Akan ada pembicaraan bikameral, bipartisan, pada permintaan suplemental itu. Bahasanya juga harus disusun," ujar sumber tersebut. "Masih belum diselesaikan juga Kamar mana yang akan bekerja untuk memajukan suplemental tersebut. Ini tidak akan menjadi proses instan."
Politisi Partai Republik juga masih banyak yang mempertanyakan informasi lebih lanjut tentang bantuan suplemental yang diminta Presiden Joe Biden sebelum mereka mau voting di Senat.
Senator Jim Risch dari Idaho mengaku masih ada perdebatan dalam sebuah bagian dari paket tersebut yang berhubungan dengan IMF. Masalah IMF itu tengah menjadi perdebatan antara Partai Republik dan Demokrat dalam beberapa bulan ini. Partai Republik juga khawatir juga dana bantuan itu malah salah alamat.
Risch berkata partainya masih condong mendukung paket bantuan untuk Ukraina, tetapi Partai Republik butuh beberapa hari untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Hal itu juga diungkap Senator Marco Rubio.
"Saya harus melihat detail-detailnya," ujar Senator Marco Rubio dari Florida.
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memang minta bantuan ke AS hingga miliaran dolar per bulan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minta US$ 2 Miliar per Bulan
Pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta anggaran sebesar US$ 2 miliar (Rp 28,8 triliun) per bulan kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membantu pemulihan ekonomi. Dana itu diminta meski kondisi ekonomi AS sedang inflasi.Â
Angka US$ 2 miliar itu hanya angka minimal. Pihak Ukraina berkata kondisi kemanusiaan di negaranya bisa makin parah jika dana itu tidak cair.Â
Hal itu berdasarkan laporan The Washington Post terkait pertemuan antara Menteri Keuangan Ukraina Serhii Marchenko. Total yang dibutuhkan Ukraina disebut US$ 5 miliar (Rp 72 triliun) per bulan dengan dana US$ 2 miliar berasal dari AS.
Dana itu rencananya akan digunakan untuk bulan April, Mei, dan Juni. Ada pula kebutuhan jangka panjang untuk pulih dari perang akibat invasi Rusia.
Media pemerintah Ukraina, Ukrinform, melaporkan bahwa Ukraina hanya bisa mendapatkan 54 persen anggaran yang dibutuhkan jika dari pajak saja. Angka itu belum menghitung biaya militer.
Marchenko berkata Ukraina mencari bantuan ekonomi untuk lanjut membayar pensiun, gaji pegawai kesehatan dan pendidikan, serta kebutuhan kemanusiaan lain.
Di lain pihak, Senat AS telah meloloskan RUU untuk mengalokasikan US$ 14 miliar ke Ukraina. Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yallen berkata pemerintahan Biden ingin menambah bantuan untuk Ukraina.
"Kami terinspirasi oleh keberanian mereka, dan berdiri bersama mereka, dan akan melakukan segala yang kami bisa untuk menggunakan sumber-sumber daya kami untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi," jelas Janet Yellen.
 (US$ 1: Rp 14.406)
Advertisement
PBB Mengaku Dewan Keamanan Gagal Urus Perang Ukraina
Pemimpin PBB Antonio Guterres mengakui bahwa lembaga yang ia pimpin telah gagal mengurus konflik di Ukraina. Pengakuan itu dibuatnya saat mengunjungi ibu kota Kyiv.
Guterres menyebut invasi Rusia ke Ukraina sebagai mengkritik Dewan Keamanan PBB yang disebut tidak maksimal dalam mengakhiri perang ini.
"Biar saya sangat perjelas, Dewan Keamanan gagal untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk mencegah dan mengakhiri perang ini," ujar Guterres dalam konferensi pers bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dikutip Jumat (29/4).
Rusia merupakan anggota Dewan Keamanan PBB yang punya kekuatan veto.
Akan tetapi, Guterres berkata bahwa insan-insan di PBB "bekerja setiap hari bahu membahu bersama banyak organisasi berani di Ukraina."
Guterres juga menyatakan bahwa kata-kata solidaritas saja tidak cukup bagi Ukraina. Ia menyebut bahwa dunia melihat dan mendengarkan perjuangan rakyat Ukraina.Â
Lebih lanjut, BBC melaporkan bahwa Presiden Zelensky menggunakan kesempatan itu untuk mengungkap tindakan-tindakan Rusia di negaranya. Rusia dituding melakukan "genosida" di Ukraina.Â
Guterres pun menyayangkan kondisi krisis yang terjadi di Mariupol yang membuat kota itu hancur. Kota itu sudah direbut oleh Rusia yang sejak awal invasi menggempur kota tersebut.Â
"Ribuan warga sipil perlu bantuan untuk menyelamatkan nyawa, banyak yang orang tua, dan perlu perawatan medis, atau memiliki mobilitas terbatas. Mereka perlu rute pelarian dari kiamat tersebut," ucap Antonio Guterres.Â
Jokowi Undang Putin ke G20
Perhelatan G20 akan dilangsungkan di Bali pada November mendatang. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bakal hadir langsung dalam pertemuan tersebut.
"Presiden Putin menyampaikan terima kasih atas undangan KTT G20 dan beliau menyatakan akan hadir," kata Jokowi dalam keterangan persnya kepada awak media, Jumat (29/4).
Kabar kehadian Putin untuk hadir, diperoleh Jokowi usai keduanya melakukan sambungan telepon. Selain memberi konfirmasi kehadiran, Jokowi juga menyampaikan agar Putin segera mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina.
"Saya kembali menekankan pentingnya perang segera diakhiri. saya juga menekankan agar solusi damai dapat terus dikedepankan dan Indonesia siap berkontribusi untuk upaya damai tersebut," jelas Jokowi.
Kepada Jokowi, Putin mengaku tengah mengusahakan hal tersebut. Menurut Putin, proses negoisasi terus dilakukan antara kedua pihak.
"Perbincangan bertelepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Rusia memberikan update mengenai situasi di Ukraina termasuk proses negosiasi yang terus berlangsung antara Rusia dan Ukraina," Jokowi menutup.
Sebelumnya, Jokowi berbincang melalui sambungan telepon dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Mereka membicarakan terkait situasi di Ukraina serta kerja sama G20.
"Bertukar pandangan melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin @KremlinRussia_E membahas tentang situasi di Ukraina serta kerja sama G20," kata Jokowi dikutip dalam akun twitternya, Jumat (29/4/2022).
Advertisement