Kematian Mahsa Amini Picu Aksi Solidaritas untuk Perempuan Iran di Roma

Ratusan pemrotes yang berkumpul di Capital Hill Italia mengatakan ingin menunjukkan solidaritas mereka dengan perempuan Iran terhadap penindasan pemerintah. Sehubungan tewasnya Mahsa Amini.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2022, 11:46 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2022, 11:07 WIB
Ilustrasi bendera Iran
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Roma - Rabu 7 Oktober 2022 massa berkumpul di Roma guna memperlihatkan dukungan mereka untuk pemrotes Iran yang menentang kepemimpinan di negara itu, sehubungan tewasnya seorang perempuan ketika ditahan oleh polisi Iran. Mahsa Amini.

Ratusan pemrotes yang berkumpul di Capital Hill Italia mengatakan, mereka ingin menunjukkan solidaritas mereka dengan perempuan Iran terhadap penindasan pemerintah.

Tina Marinari seorang wakil dari Amnesty International Italia mengatakan kepada AP bahwa kelompok hak-hak telah mengumpulkan “angka-angka mengerikan” dari protes yang sedang berlangsung di Iran.

"Kita berbicara tentang sedikitnya 130 orang yang telah dibunuh dan 1.500 lainnya yang ditahan. Yang sangat merisaukan kami adalah penggunaan kekerasan,” katanya seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (6/10/2022).

"Perempuan dipukuli dengan tongkat, diseret di jalan, dan rambutnya ditarik," demikian ditambahkan oleh Marinari.

Danial, pemrotes dari Iran yang bergabung dan membawa bendera nasional Iran dengan sebuah tanda silang di lambang Revolusi Islamis itu, mengatakan dia menolak kehadiran Republik Islamis di Iran.

Ribuan warga Iran telah turun ke jalan dalam minggu-minggu terakhir dan memrotes kematian Mahsa Amini, seorang perempuan usia 22 tahun yang telah ditahan oleh polisi moralitas di Tehran, dengan tuduhan mengenakan hijabnya terlalu longgar.

Beredar Video Siswi di Iran Ramai-Ramai Lepas Hijab untuk Protes Pemerintah

Sementara itu, protes anti-pemerintah yang melanda Iran menyebar ke ruang kelas. Sebuah video baru yang diposting online menunjukkan siswi-siswi mencela seorang anggota pasukan paramiliter Basij yang ditakuti Iran.

Para remaja itu mengibaskan hijab mereka ke udara dan meneriakkan "menyingkir, Basiji" pada pria yang diminta untuk menangani mereka.

BBC tidak dapat memverifikasi laporan bahwa itu direkam di Shiraz pada Selasa 5 Oktober 2022.

Basij telah membantu pasukan keamanan menindak protes yang dipicu oleh kematian seorang wanita muda dalam tahanan. Mahsa Amini.

Rekaman lain yang beredar di media sosial menunjukkan seorang pria meneriakkan "matilah diktator", ketika sekelompok gadis lain berjalan melalui lalu lintas di kota barat laut Sanandaj dan seorang wanita tua bertepuk tangan ketika siswi-siswi yang tidak berhijab meneriakkan "freedom, freedom, freedom" di sebuah protes di jalan.

Solidaritas untuk Perempuan Iran Usai

Foto Mahsa Amini, wanita yang ditangkap polisi moral karena hijab.
Foto Mahsa Amini, wanita yang ditangkap polisi moral karena hijab. Dok: Twitter @AmnestyIran

Kerusuhan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, wanita berusia 22 tahun yang koma beberapa jam setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran. Ia diduga melanggar undang-undang ketat yang mengharuskan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan hijab atau jilbab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.

Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Polisi telah membantah bahwa dia dianiaya dan mengatakan dia menderita serangan jantung.

Protes pertama terjadi di barat laut Iran, tempat Amini berasal, dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.

Wanita muda berada di garis depan kerusuhan, tetapi baru pada Senin 3 Oktober para siswi mulai berpartisipasi secara publik dalam jumlah besar.

Itu terjadi sehari setelah pasukan keamanan secara singkat mengepung Universitas Teknologi Sharif yang bergengsi di Teheran, sebagai tanggapan atas protes di kampus. Puluhan siswa dilaporkan dipukuli, ditutup matanya dan dibawa pergi.

Presiden Iran Buka Suara Dukung Pasukannya

Ilustrasi bendera Iran (unsplash)
Ilustrasi bendera Iran (unsplash)

Pada hari Senin Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei berbicara terkait kerusuhan dan memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, yang telah dituduh oleh kelompok hak asasi manusia membunuh puluhan orang.

Pada Selasa 4 Oktober, ada laporan bahwa jumlah korban tewas akibat bentrokan antara personel keamanan dan pengunjuk rasa anti-pemerintah di kota tenggara Zahedan telah meningkat menjadi 83.

Zahedan adalah ibu kota provinsi Sistan Baluchistan, yang berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan, dan memiliki populasi Muslim Sunni yang cukup besar. Iran adalah negara mayoritas Syiah.

Pihak berwenang mengatakan pasukan keamanan diserang oleh separatis Baluchi bersenjata - sesuatu yang dibantah oleh imam masjid terbesar di kota itu.

Kekerasan meletus pada hari Jumat, ketika pengunjuk rasa mengepung kantor polisi dan petugas melepaskan tembakan.

Ketegangan di kota itu diperparah dengan dugaan pemerkosaan seorang gadis berusia 15 tahun oleh seorang kepala polisi di tempat lain di Sistan Baluchistan.

Ketua Parlemen Iran: Demonstrasi Bisa Perlemah Masyarakat

Ilustrasi bendera Iran (pixabay)
Ilustrasi bendera Iran (pixabay)

Ketua Parlemen Iran Mohammad Bagher Qalibaf mengingatkan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi memprotes kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi dapat mendestabilisasi negara.

Qalibaf hari Minggu (2/10) menyerukan pada aparat keamanan untuk menangani dengan tegas aksi demonstrasi yang diklaimnya telah membahayakan keamanan publik.

Qalibaf mengatakan kepada parlemen bahwa tidak seperti demonstrasi saat ini, yang katanya bertujuan menggulingkan pemerintah, demonstrasi oleh guru dan pensiunan ditujukan untuk reformasi, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (4/10/2022).

Dua minggu terakhir ini ribuan warga Iran turun ke jalan memprotes kematian Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral pada 13 September lalu karena tidak mengenakan jilbab secara benar.

Para pengunjuk rasa telah melampiaskan kemarahan mereka terhadap perlakuan pada kaum perempuan dan penindasan yang lebih luas di negara itu. Demonstrasi itu dengan cepat bergulir menjadi seruan untuk menggulingkan kelompok ulama garis keras telah telah memerintah di Iran sejak revolusi Islam tahun 1979.

Demonstrasi itu menarik dukungan dari berbagai kelompok etnis, termasuk gerakan oposisi Kurdi di barat laut Iran yang beroperasi di sepanjang perbatasan dengan Irak.

Mahsa Amini adalah seorang warga Kurdi-Iran, dan demonstrasi pertama terjadi di daerah Kurdi.

Televisi pemerintah Iran melaporkan sedikitnya 41 demonstran dan polisi meninggal sejak demonstrasi 17 September lalu. Sementara perhitungan Associated Press berdasarkan pernyataan pihak berwenang menunjukkan sedikitnya 14 orang tewas, dan lebih dari 1.500 demonstran ditangkap.

Qalibaf adalah mantan komandan berpengaruh di pasukan paramiliter Garda Revolusioner Iran. Bersama presiden dan kepala kehakiman, ia merupakan salah seorang dari tiga pejabat tinggi yang menangani seluruh masalah penting di Iran.

Infografis Dampak Global Konflik AS Vs Iran
Infografis Dampak Global Konflik AS Vs Iran. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya