Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia tidak terima dengan wacana G7 untuk menggunakan aset-aset Rusia untuk membangun Ukraina. Kremlin berkata aksi tersebut sama dengan pencurian.Â
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, berkata pemerintah negaranya menyambut dengan "sangat negatif" wacana G7 tersebut. Peskov berkata G7 sudah lama berkomitmen melakukan hal tersebut.Â
Advertisement
Baca Juga
"Mereka berbicara tentang upaya terang-terangan untuk mendiskusikan kemungkinan melegalisasi pencurian yang sebelumnya sudah dikomitmenkan," ujar Dmitry Peskov, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (13/10/2022).
"Ini murni persengkokolan internasional," ujar Peskov. Ia juga mengaku kecewa karena isu seperti itu dibahas di forum G7.
Anggota G7 menilai bahwa aset-set Rusia yang disita bisa digunakan untuk membangun Ukraina pasca-konflik. Rencana itu diungkap dalam pernyataan bersama G7.Â
Setelah Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat menerapkan sanksi terhadap Bank of Russia. TASS menyebut simpanan dan aset Rusia di luar negeri juga menjadi sasaran.Â
Berdasarkan pernyataan G7 di situs Gedung Putih, penggunaan aset Rusia disebut pada poin 11.Â
"Mematikan pemulihan dan rekonstruksi Ukraina, termasuk menelusuri cara-cara melakukannya dengan dana dari Rusia," tulis pernyataan tersebut.
G7 juga mendukung menginvestigasi berbagai kejahatan perang yang terjadi di Ukraina. Rusia juga disalahkan karena membuat situasi ekonomi global menjadi terganggu.
"Kami akan bertindak dengan solidaritas dan koordinasi erat untuk menangani dampak negatif dari agresi Rusia terhadap stabilitas ekonomi global, termasuk lanjut bekerja sama untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di seluruh G7 dan seterusnya," tulis pernyataan tersebut.
Presiden Uni Emirat Arab Turun Tangan Lobi Perdamaian Perang Ukraina-Rusia
Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan ikut turun tangan agar perang Rusia-Ukraina bisa selesai. Ia ikut melobi agar adanya negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai.Â
Sheikh Mohammed bin Zayed diketahui bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di St. Petersburg, Selasa 11 Oktober 2022. Â
"Kami membahas sejumlah isu keprihatinan bersama, termasuk krisis Ukraina, dan pentingnya melakukan dialog untuk mengurangi ketegangan dan mencapai solusi diplomatik," tulis Sheikh Mohammed bin Zayed melalui Twitter resminya.
Berdasarkan laporan Arab News, penasihat diplomatik Presiden Uni Emirat Arab menilai bahwa perlu ada solusi urgent di perang Ukraina.Â
Selain membahas perang, kedua pemimpin juga melakukan review pada isu-isu kawasan dan internasional, termasuk keputusan OPEC+ yang ingin memangkas output sebesar 2 juta barel per hari. Pemangkasan itu dimulai pada November 2022.
Keputusan itu membuat kecewa Presiden Amerika Serikat Joe Biden. The Washington Post menyebut keputusan OPEC+ menguntungkan pihak Rusia.
Presiden Putin membantah bahwa ada aliansi untuk merugikan pihak mana pun.Â
"Tindakan-tindakan kami bertujuan menciptakan stabilitas di pasar energi global," ujar Presiden Putin yang berkata aksinya bisa membuat pihak yang terlibat di produksi maupun konsumen bisa merasa tenang.
Sementara, Turki meragukan bahwa perang akan segera berakhir. Rusia dan Ukraina disebut semakin jauh dari diplomasi. Turki menilai kedaulatan Ukraina harus dihormati.
"Gencatan senjata harus dilaksanakan secepat mungkin, dan lebih cepat lebih baik," ujar Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.Â
"Harus ada perdamaian yang adil bagi Ukraina. Di mana perangnya berlangsung? Di tanah Ukraina. Sebuah proses yang akan memastikan perbatasan Ukraina dan integritas wilayah semestinya dimulai," tegas Menlu Turki.
Advertisement
Rusia Tak Yakin KTT G20 Bisa Hasilkan Kesepakatan Damai dengan Ukraina
Invasi antara Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, kondisinya kian memanas sejak jembatan penghubung Krimea diledakkan, dan situasi geopolitiknya kian memburuk.
Kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina masih belum dapat dipecahkan, bahkan di waktu-waktu ini menjelang KTT G20 yang akan digelar di Bali, Indonesia pada November mendatang.Â
Walaupun seluruh delegasi negara G20 mengharapkan bahwa KTT tersebut dapat membawa solusi damai bagi masalah ini, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan pihaknya tak yakin KTT G20 bisa menghasilkan solusi damai bagi kedua negara.Â
"Saya tidak yakin bahwa KTT G20 ini bisa menghasilkan sesuatu untuk masalah ini, tapi kami yakin Indonesia telah mencoba usaha terbaiknya," ujarnya dalam press briefing yang diikuti Liputan6.com, Rabu (12/10/2022).Â
Lebih lanjut terkait KTT G20, ia mengatakan bahwa mendukung presidensi Indonesia dan meyakini bahwa Indonesia telah melakukan upaya terbaiknya dalam penyelenggaraan ini.Â
"Indonesia telah memiliki pengalaman dalam mengadakan acara semacam ini, Jadi, kami tidak meragukan kerja rekan kami dari Indonesia untuk melakukannya," ungkapnya kemudian.Â
Namun, kehadiran Presiden Putin di KTT G20 pada November mendatang masih belum dapat dipastikan.Â
Tak Ada Titik Terang
Mengenai kondisi politik di kedua negara sendiri, tensi antara keduanya diyakini semakin panas dan belum menemukan titik terang.Â
Vladimir Putin mengatakan, serangan rudal mematikan pada Senin 10 Oktober 2022 yang menargetkan kota-kota di Ukraina sebagai pembalasan atas "aksi teroris" terhadap wilayah Rusia.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, presiden Rusia mengatakan Moskow telah meluncurkan serangan rudal jarak jauh terhadap infrastruktur energi, militer dan komunikasi Ukraina pada Senin kemarin.
Kota-kota termasuk ibukota Kiev, Lviv, Ternopil, Dnipro, Zhytomyr, dan Zaporizhzhia menjadi sasaran, dengan total 14 orang tewas dan puluhan lainnya terluka.
Putin mengatakan, serangan itu sebagai pembalasan atas kehancuran Jembatan Kerch yang menghubungkan Rusia dengan semenanjung Krimea.
Putin mengklaim Ukraina juga "mencoba meledakkan" pipa gas alam TurkStream.
Advertisement