Liputan6.com, Berlin - Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Kamis (20/10) mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan energi sebagai senjata, tetapi taktiknya itu hanya akan membuat sekutu-sekutu Barat semakin kuat bersatu dalam mendukung Ukraina.
Scholz mengemukakan pernyataan itu kepada parlemen Jerman sebelum KTT Energi Uni Eropa. KTT tersebut merupakan pertemuan kedua blok beranggotakan 27 negara itu dalam dua pekan sewaktu mereka berupaya menurunkan harga energi dan mengatasi perbedaan pendapat mengenai cara melakukannya.
Baca Juga
Dalam komentarnya di parlemen, Scholz mengatakan upaya-upaya Rusia untuk menghentikan pasokan gas ke Eropa, sambil melakukan apa yang ia sebut “taktik Bumi hangus” terhadap Ukraina – dengan menarget infrastruktur energi menjelang bulan-bulan musim dingin – akan menjadi bumerang dan “hanya akan memperkuat tekad serta daya tahan Ukraina dan mitra-mitranya.”
Advertisement
Menjelang KTT energi itu, Scholz memperingatkan agar tidak menetapkan batas harga gas, langkah yang didukung oleh 15 anggota Uni Eropa.
Ia berpendapat, “Batas harga yang ditetapkan secara politis selalu menimbulkan risiko produsen menjual gasnya ke tempat lain dan kita di Eropa akhirnya mendapat lebih sedikit gas, bukannya lebih banyak.”
Scholz menyarankan Uni Eropa berkoordinasi erat dengan para konsumen gas lainnya, seperti Jepang dan Korea, agar mereka tidak saling bersaing, sambil bernegosiasi dengan produsen dalam menetapkan harga yang pantas.
Pemimpin Jerman itu mengatakan ia yakin sekutu-sekutu penghasil energi seperti AS, Kanada atau Norwegia, “memiliki kepentingan dalam memastikan bahwa energi di Eropa tidak menjadi tak terjangkau.”
Mengacu pada Rencana Uni Eropa
Mengacu pada rencana Uni Eropa untuk mulai melatih tentara Ukraina, yang diumumkan pada hari Senin lalu, Scholz mengatakan salah satu pusat pelatihan akan berada di Jerman.
Ia mengatakan, pada musim semi, “kita akan melatih satu brigade penuh terdiri dari hingga 5.000 tentara. Dengan cara ini, kita menegaskan kesediaan untuk berpartisipasi secara permanen dalam membangun Angkatan Bersenjata Ukraina yang kuat, bergandengan tangan dengan mitra-mitra kita.”
Sementara itu, KTT energi Uni Eropa sedang berlangsung di Brussels. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang diperkirakan akan berpidato di hadapan 27 pemimpin nasional blok tersebut melalui konferensi video dari Kyiv meminta dilanjutkannya bantuan agar negaranya dapat melewati musim dingin.
Advertisement
Kanselir Olaf Scholz Dikecam Usai Duga Beri Dukungan Untuk Proyek China
Kanselir Jerman Olaf Scholz menghadapi rentetan kritik pada Kamis (20/10) setelah sebuah berita menuduhnya berencana untuk mendorong investasi China di pelabuhan Hamburg meskipun pemerintahannya sangat merasa keberatan.
Raksasa pelayaran China Cosco akan mengambil 35 persen saham di terminal peti kemas di Hamburg, melalui sebuah kesepakatan yang disetujui tahun lalu, namun belum disahkan oleh pemerintah federal Jerman, dikutip dari VOA Indonesia.
Jaringan televisi dan radio Jerman NDR dan WDR pada hari Kamis melaporkan bahwa Scholz berencana menyetujui kesepakatan itu meskipun ada tentangan dari enam kementerian berbeda dalam pemerintahan koalisinya dengan Partai Hijau dan FDP liberal.
“Ini tidak baik untuk ekonomi maupun keamanan kita,” kata salah satu pemimpin Partai Hijau Omid Nouripour kepada portal berita t-online.
Michael Kruse, kepala FDP di Hamburg, menyebut proyek itu “berbahaya,” sementara pakar kebijakan luar negeri konservatif Juergen Hardt menilai proyek itu akan memberi China akses ke “wawasan dalam negeri yang sensitif.”
“Persis ini yang seharusnya tidak kita sajikan kepada China dengan mudah,” kata Hardt kepada surat kabar Die Welt.
Menurut laporan NDR dan WDR, kesepakatan itu akan secara otomatis disetujui apabila pemerintah tidak mengambil langkah apa pun hingga akhir Oktober.
Rumor yang beredar menyebut Scholz berencana mengunjungi China pada awal November mendatang.
China sendiri merupakan mitra dagang penting bagi Jerman, terutama untuk industri otomotif yang menjadi andalannya.
Namun hubungan kedua negara memburuk dalam beberapa tahun terakhir akibat kebijakan nol-COVID China, meningkatnya ketegangan soal Taiwan dan kekhawatiran masalah HAM di wilayah Xinjiang yang ditinggali mayoritas warga Muslim.
Banyak suara di Jerman, termasuk dari Menteri Luar Negeri Annalena Barebock, yang menyerukan agar lebih berhati-hati dalam hubungan dagang dengan China dan memperingatkan agar ekonomi terbesar Eropa itu harus mengambil pelajaran dari rusaknya hubungan negara itu dengan Rusia.
Namun sejauh ini Scholz tidak menyuarakan hal senada dan bahkan bersikeras pada sebuah konferensi bisnis pekan lalu bahwa Jerman harus mempertahankan hubungan bisnisnya dengan China.
Jerman Tingkatkan Kehadiran Militer di Indo Pasifik, China Jadi Alasan Utama?
Jerman meningkatkan kehadiran militernya di Indo-Pasifik — pada saat perang berkecamuk lebih dekat ke rumah, di Ukraina. Tetapi Berlin berusaha untuk menunjukkan kerja sama dengan "mitra nilainya" di Australia.
Angkatan Udara Jerman saat ini berpartisipasi dalam latihan militer di sisi lain dunia, di Australia, di mana Berlin telah mengirim enam jet Eurofighter, demikian seperti dikutip dari MSN News.
Ini adalah usaha yang ambisius. Sekitar 250 tentara Jerman terlibat; selain jet tempur, empat pesawat angkut dan tiga kapal tanker pengisian bahan bakar udara-ke-udara yang baru diperoleh telah dikirim ke Darwin di Australia utara, dengan sekitar 100 ton material.
Antara lain, operasi pengiriman angkatan udara itu dimaksudkan untuk membuktikan bahwa angkatan udara Jerman beroperasi dan dapat dikerahkan dengan cepat — bahkan ke kawasan Indo-Pasifik. Pemindahan jet tempur dan pesawat pasokan ke persinggahan di Singapura pada pertengahan Agustus, yang menggunakan nama Rapid Pacific 2022, dilakukan dalam waktu 24 jam. Dalam jargon militer, ini disebut "kemampuan pengerahan strategis."
Apa yang disebut latihan militer Pitch Black, dari 19 Agustus hingga 8 September, menyatukan sekitar 2.500 personel dan 100 pesawat terbang dari seluruh dunia di Northern Territory Australia.
Advertisement