Rusia Ungkit Janji Palsu NATO: Mereka Bilang Tidak Akan Berkembang, Tapi Ternyata Bohong

Menurut Menlu Lavrov, Rusia, dalam beberapa kesempatan telah dijanjikan bahwa NATO tidak akan berkembang. Namun, itu bohong belaka.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Apr 2023, 17:03 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2023, 17:03 WIB
Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)
Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)

Liputan6.com, Moskow - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Selasa (26/4/2023) memperingatkan bahwa Uni Eropa mencatat rekor militerisasi dan agresif dalam tujuannya untuk membendung negaranya.

Ditanya apakah perang Ukraina adalah salah perhitungan karena meski sangat menentang ekspansi NATO, namun invasi memicu keanggotaan Finlandia dalam aliansi tersebut dengan Swedia dan Ukraina dalam antreannya berikutnya, Lavrov mengatakan, "NATO tidak pernah berniat untuk berhenti."

Dia menegaskan bahwa negara non-anggota NATO dalam beberapa tahun terakhir semakin ambil bagian dalam latihan militer NATO dan tindakan militer lain yang dimaksudkan untuk menyinkronkan program militer aliansi tersebut dengan negara-negara netral.

Rusia, sebut Lavrov, dalam beberapa kesempatan telah dijanjikan bahwa NATO tidak akan berkembang. Namun, dia menyebut itu bohong belaka.

"Penilaian yang tidak memihak yang dibuat oleh para ilmuwan politik kami dan juga orang-orang di luar negeri adalah bahwa NATO berusaha untuk menghancurkan Rusia," katanya seperti dilansir AP, Rabu (26/4/2023). "Tetapi, pada akhirnya itu hanya membuat (kami) lebih kuat, lebih solid. Jadi, mari kita tidak membuat kesimpulan tergesa-gesa sekarang tentang apa yang akan menjadi akhir dari semua ini."

NATO: Tempat yang Sah bagi Ukraina Adalah Bersama Kami

Ilustrasi NATO. (Pixabay)
Ilustrasi NATO. (Pixabay)

Lavrov menggarisbawahi, baru-baru ini Uni Eropa dan NATO menandatangani deklarasi yang pada dasarnya menyatakan bahwa NATO akan memastikan keamanan organisasi politik dan ekonomi Uni Eropa. Diyakini Lavrov merujuk pada deklarasi 19 Januari tentang kemitraan strategis kedua pihak yang melabeli invasi Rusia ke Ukraina sebagai ancaman paling buruk bagi keamanan Euro-Atlantik dalam beberapa dekade.

Deklarasi itu juga mendesak kerja sama yang lebih erat antara Uni Eropa dan NATO untuk menghadapi ancaman keamanan yang berkembang, yang akan berkontribusi memperkuat keamanan Eropa dan sekitarnya.

Presiden Vladimir Putin telah lama mengeluhkan tentang ekspansi NATO. Namun, di lain sisi, invasi Rusia ke Ukraina bagaimanapun telah menjadi momok bagi sejumlah pihak. Sebut saja Finlandia yang secara resmi mengakhiri kebijakan netralnya dengan bergabung bersama NATO pada awal April 2023.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengeluarkan pernyataan kontroversial pekan lalu dengan mengatakan bahwa tempat yang sah bagi Ukraina adalah di dalam aliansi pimpinannya. Stoltenberg juga menjanjikan lebih banyak dukungan untuk Ukraina pada kunjungan pertamanya ke Kyiv sejak invasi Rusia berlangsung.

Kremlin merespons komentar tersebut dengan mengulangi bahwa mencegah Ukraina bergabung dengan NATO masih menjadi tujuan utama dari invasinya, dengan alasan bahwa keanggotaan Kyiv dalam NATO akan menimbulkan ancaman eksistensial bagi Rusia.

Ukraina sendiri juga menginginkan keanggotaan Uni Eropa. Pada Februari 2023, para pemimpin blok itu berjanji akan melakukan semua yang diperlukan untuk mendukung Ukraina.

Namun, mereka tidak menyinggung jadwal yang pasti untuk memulai pembicaraan tentang bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa, seperti yang diharapkan oleh Presiden Volodymyr Zelensky.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya