Media Rusia Sebut Indonesia Jadi Kandidat BRICS, Ini Respons Kemlu RI

BRICS rencananya ingin ekspansi. Indonesia disebut-sebut masuk jadi kandidat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Jun 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2023, 12:00 WIB
Presiden Jokowi Bertemu Vladimir Putin
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Presiden menyatakan siap menjadi jembatan komunikasi antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin agar kedua pihak mencapai perdamaian. (FOTO: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Moskow - Negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) baru saja melakukan pertemuan di Afrika Selatan pada Kamis lalu 1 Juni 2023. Isu yang dibahas soal Ukraina, namun media Rusia mengungkap adanya rencana ekspansi BRICS.

Berdasarkan laporan TASS, yang dikutip Selasa (6/6/2023), isu ekspansi BRICS akan menjadi pembahasan pada BRICS Summit pada Agustus mendatang. Nama Indonesia ternyata muncul sebagai potensi anggota baru.

"BRICS summit, dijadwalkan pada akhir Agustus di Johannesburg, diperkirakan untuk mendiskusikan siapa yang akan diterima dan bagaimana. Di antara negara-negara, daftar kandidat potensial termasuk Mesir, Indonesia, Iran, Argentina, Kazakhstan, Aljazair, Turki, Thailand, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab," tulis TASS.

Ketika Liputan6.com meminta respons terkait laporan tersebut, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu RI Teuku Faizasyah, mengatakan, "Saya tidak ada informasi."

Negara-negara yang kaya sumber daya alam seperti Kerajaan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menjadi sorotan BRICS. Kehadiran-kehadiran negara itu dinilai bisa melemahkan dolar dan menggenjot ekonomi nasional.

Arab Saudi juga dilaporkan sedang berbincang untuk menjadi anggota New Development Bank milik BRICS.

Wakil Menlu Rusia, Sergey Ryabkov, mengungkap bahwa negara yang ingin masuk BRICS tidak boleh memberikan sanksi atau mendukung sanksi anti-Rusia.

Namun, ada kekhawatiran dari Afrika Selatan. Kehadiran negara-negara baru dianggap bisa memudarkan pengaruh Afsel.

Menurut Irina Filatova dari Higher School University (HSE University) di Moskow, ekspansi BRICS yang lebih jauh lagi bisa mengurangi pengaruh ekonomi Afrika Selatan di BRICS.

Saat ini, Republik Rakyat China (RRC) merupakan negara paling kaya raya di BRICS. Rusia sedang menghadapi sanksi-sanksi barat, sementara India sedang ada konflik perbatasan dengan China.

Indonesia Serukan Keadilan Ekonomi bagi Negara Berkembang dalam Pertemuan BRICS

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam press briefing dari Stockholm, Swedia, Sabtu (13/5/2023). (Tangkapan Layar Youtube Kemlu RI)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam press briefing dari Stockholm, Swedia, Sabtu (13/5/2023). (Tangkapan Layar Youtube Kemlu RI)

Sebelumnya dilaporkan, Indonesia berharap BRICS memperjuangkan hak-hak pembangunan dan keadilan ekonomi negara-negara berkembang.

Harapan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menyampaikan pernyataan secara virtual pada pertemuan para Menteri Luar Negeri BRICS dengan negara-negara mitra di Cape Town, Afrika Selatan, Jumat (2/6). 

Retno menyatakan saat ini dunia semakin terbelah ke dalam blok-blok yang saling berlawanan sehingga tatanan dunia berbasis aturan telah kehilangan makna karena setiap negara mengejar kepentingannya masing-masing.

"Jika tren ini terus berlanjut, negara berkembang yang akan paling dirugikan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki tatanan global yang tidak sehat ini. Dan BRICS berpotensi menjadi kekuatan yang positif untuk itu," kata Retno dalam siaran pers di Jakarta, dikutip dari Antara (3/6/2023).

Dia menambahkan BRICS harus memperjuangkan hak pembangunan setiap negara, terutama negara berkembang yang hingga saat ini masih banyak mengalami ketidakadilan ekonomi.

Menurut Menlu Retno, negara-negara Global South berhak menjadi bagian dari rantai pasok global dan bebas dari diskriminasi perdagangan serta perangkap utang.

Isu tersebut juga telah diangkat oleh Presiden Jokowi dalam pertemuan KTT G7 Outreach di Hiroshima, Jepang, Mei lalu.

"Saya harap BRICS dapat ikut mendukung upaya ini dan tidak menjadi bagian dari ketidakadilan ekonomi," kata Menlu Retno.

Multilateralisme

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi saat menghadiri KTT ke-8 ASEAN-Amerika Serikat secara virtual. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Menlu Retno juga mengajak BRICS memperkuat multilateralisme yang inklusif.

Tata kelola global, lanjut dia, harus direformasi dengan mempertimbangkan suara dan kepentingan negara-negara berkembang.

Menlu Retno menegaskan multilateralisme hanya dapat berkembang jika semua pihak menghormati hukum internasional secara konsisten tanpa standar ganda sebagai fondasi tatanan global.

Selain Indonesia, pertemuan para Menlu BRICS itu juga dihadiri 14 negara undangan lainnya.

Keempat belas negara itu adalah Arab Saudi, Argentina, Bangladesh, Burundi, Komoro, Gabon, Guinea-Bissau, Iran, Kazakhstan, Kuba, Mesir, Republik Demokratik Kongo, Uni Emirat Arab, dan Uruguay.

Tahun ini Indonesia telah diundang pada sejumlah pertemuan BRICS di bawah keketuaan Afrika Selatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya