Nestapa Warga Palestina di Gaza Akibat Perang Hamas Vs Israel: Orang Tua Tulis Identitas Anak di Anggota Tubuh Agar Dapat Dikenali

Tinta hitam tersebut merupakan gambaran dari ketakutan sekaligus keputusasaan yang dirasakan di Gaza ketika Israel terus melancarkan serangan udara tanpa henti sebagai balasan atas serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 24 Okt 2023, 09:17 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2023, 09:17 WIB
Anak-Anak Palestina
Warga Palestina yang terluka duduk di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, Jalur Gaza, setelah tiba dari Rumah Sakit al-Ahli menyusul ledakan di sana, Selasa (17/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

Liputan6.com, Ramallah - Jasad tiga anak Palestina tergeletak di dalam kamar mayat di sebuah rumah sakit di Gaza. Ketika salah satu kaki celana panjang mereka disingkap maka terlihat tulisan tangan dengan tinta hitam di kulit mereka.

"Kami menerima sejumlah kasus di mana orang tua menuliskan nama anak-anak mereka di kaki dan perut," ujar kepala unit gawat darurat Rumah Sakit Martir Al-Aqsa Abdul Rahman Al Masri, seperti dilansir CNN, Selasa (24/10/2023).

Dia menuturkan bahwa para orang tua khawatir apapun bisa terjadi dan nantinya tidak ada yang bisa mengidentifikasi anak-anak mereka.

"Itu berarti bahwa mereka merasa menjadi target kapan saja, bisa terluka atau menjadi martir," tutur Al Masri.

Tinta hitam tersebut merupakan gambaran dari ketakutan sekaligus keputusasaan yang dirasakan di Gaza ketika Israel terus melancarkan serangan udara tanpa henti sebagai balasan atas serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober.

Pengawas ruangan tempat jenazah dimandikan di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa menggambarkan hari Minggu (22/10) sebagai hari yang luar biasa. Sosok yang menolak disebutkan namanya itu mengatakan kepada CNN bahwa jumlah korban tewas dari Sabtu (21/10) hingga Minggu melampaui 200 orang

"Apa yang kami perhatikan saat ini adalah banyak orang tua menuliskan nama anak-anak mereka di kaki mereka, sehingga mereka dapat diidentifikasi setelah serangan udara dan jika mereka tersesat. Ini adalah fenomena yang baru saja dimulai di Gaza," kata pengawas itu.

"Banyak anak-anak yang hilang, banyak yang sampai di sini dengan tengkorak patah … dan tidak mungkin untuk mengidentifikasi mereka, hanya melalui tulisan itulah mereka dapat dikenali."

Selama dua pekan terakhir, ratusan anak-anak telah dikeluarkan dari reruntuhan bangunan yang terkena serangan udara Israel. Banyak dari mereka tidak dapat dikenali karena luka-lukanya.

Hidup Bersama atau Mati Bersama

Anak-Anak Palestina
Warga Palestina yang terluka tiba di Rumah Sakit al-Shifa dengan menaiki truk menyusul serangan udara Israel di Kota Gaza, Jalur Gaza, Kamis (19/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

Sementara blokade total Gaza oleh Israel terus berlanjut, persediaan penting semakin menipis. Doctors Without Borders mengungkapkan bahwa para dokter di rumah sakit Gaza terpaksa mengoperasi tanpa obat penghilang rasa sakit.

Leo Cans, kepala misi Doctors Without Borders di Yerusalem menuturkan kepada CNN pada Senin bahwa berkurangnya pasokan berarti operasi bedah dilanjutkan tanpa dosis narkotika yang tepat, tanpa dosis morfin yang tepat.

"Tidak ada pembenaran sama sekali untuk memblokir obat-obatan penting ini untuk menjangkau masyarakat," tegas Cans.

Cans mengonfirmasi laporan "mengerikan" bahwa orang tua di Gaza terpaksa menuliskan nama anak-anak mereka di anggota badan mereka, mengantisipasi jika sewaktu-waktu mereka atau anak-anak mereka terluka atau terbunuh.

Dia menambahkan, rekan-rekannya mengatakan kepadanya bahwa keluarga-keluarga di Gaza memilih tidur di kamar yang sama karena mereka ingin hidup bersama atau mati bersama.

"Lebih dari 300 orang mencari bantuan di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir el-Balah setelah Israel menjatuhkan bom di dekatnya pada Sabtu malam hingga Minggu," kata Direktur Jenderal Rumah Sakit Martir Al-Aqsa Iyad Issa Abu Zaher.

"Situasinya telah menjadi bencana besar. Mustahil bagi rumah sakit mana pun di dunia untuk menerima jumlah korban luka sebanyak ini. Tidak ada ruangan atau tempat tidur rumah sakit untuk mereka yang cedera. Korban terluka berada di depan pintu ruang ruang operasi dan saling bertumpukan, masing-masing menunggu giliran untuk dioperasi."

Israel mendeklarasikan blokade total Gaza dua pekan lalu sebagai respons atas serangan Hamas, memutus akses seluruh penduduk di sana terhadap makanan, air, dan listrik.

Setidaknya 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, tewas dalam serangan Hamas yang tercatat sebagai pembantaian terburuk terhadap orang Yahudi sejak Holocaust. Lebih dari 200 orang disandera dalam serangan tersebut.

Gaza Butuh Bahan Bakar

Duka dan kehancuran pada minggu kedua perang Israel-Hamas
Kehancuran terlihat jelas di seluruh Gaza, ketika warga Palestina mati-matian mencari korban yang selamat dan terpaksa berjalan melewati puing-puing yang tertinggal setelah pemboman Israel. (AP Photo/Ali Mahmoud)

Dampak dari kekurangan bahan bakar sangat nyata sebagai akibat blokade total Gaza. Israel khawatir bantuan bahan bakar dapat bermanfaat bagi Hamas.

"Bahan bakar sangat penting bagi pabrik air untuk melakukan desalinasi ... Jika Anda tidak memiliki bahan bakar, Anda tidak memiliki air yang berkualitas," kata Cans, seraya menambahkan bahwa banyak orang kini meminum air yang tidak diolah, sehingga menyebabkan wabah diare.

Kepala unit departemen neonatal di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Fu'ad al-Bulbul memperingatkan bahwa sebagian besar bayi yang dirawatnya akan meninggal jika bahan bakar habis.

"Jika listrik padam akan terjadi bencana di dalam unit ini. Kebanyakan bayi yang bergantung pada ventilator akan meninggal karena kita hanya bisa menyelamatkan satu, dua bayi, tapi kita tidak bisa menyelamatkan semua bayi," kata al-Bulbul.

Unit al-Bulbul memiliki 45 inkubator dan sebagian besar merawat bayi prematur akibat kehamilan berisiko tinggi.

Pada hari Minggu, rumah sakitnya telah kehabisan surfaktan dan kafein sitrat, kata Al-Bulbul, keduanya biasa digunakan untuk meredakan masalah pernapasan pada bayi prematur.

"Kebanyakan bayi kritis dan tim medis kelelahan telah bekerja selama 18 hari berturut-turut," tambahnya.

Jumlah korban tewas di Gaza sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi lebih dari 5.000 orang dan lebih dari 14.000 lainnya terluka.

Konvoi truk bantuan pertama diizinkan masuk ke Gaza dari Mesir pada akhir pekan, namun tidak satu pun membawa pasokan bahan bakar.

Kelompok-kelompok kemanusiaan menekankan bahwa bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan. PBB bahkan "berteriak" memperingatakan bahwa tidak ada bantuan kemanusiaan yang dapat disalurkan tanpa bahan bakar.

"Tanpa bahan bakar, tidak akan ada air, rumah sakit hingga toko roti tidak berfungsi," ungkap Komisaris Jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina Philippe Lazzarini, seperti dilansir VOA.

"Tanpa bahan bakar, bantuan tidak akan menjangkau warga sipil yang membutuhkan. Tanpa bakar, tidak akan ada bantuan kemanusiaan."

Israel Paksa Warga Utara Gaza Mengungsi

Warga Tinggalkan Kota Gaza
Warga Palestina dengan barang-barang mereka mengungsi ke daerah yang lebih aman di kota Gaza setelah serangan udara Israel, pada 13 Oktober 2023. (MOHAMMED ABED/AFP)

Israel telah berulang kali memperingatkan warga utara Gaza untuk pindah ke selatan. Mereka yang menolak akan dicap sebagai mitra Hamas.

Peringatan itu datang jelang invasi darat, yang belum dapat diprediksi kapan akan terjadi.

Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan bahwa militer Israel mengeluarkan tiga perintah evakuasi pada Jumat (20/10) untuk Rumah Sakit Al-Quds, yang merawat lebih dari 400 pasien dan menyediakan perlindungan bagi sekitar 12.000 warga sipil yang mengungsi.

"Kami tidak memiliki sarana untuk mengevakuasi mereka dengan aman. Sebagian besar pasien mengalami luka kritis," kata juru bicara rumah sakit Nebal Farsakh kepada CNN pada Minggu.

Farsakh mengatakan bahwa 24 rumah sakit, termasuk Al-Quds, berada di bawah ancaman pengeboman setiap saat menyusul perintah evakuasi Israel.

Pihak administrasi Rumah Sakit Al-Quds juga mengatakan bahwa tentara Israel telah berulang kali menghubungi mereka dan menuntut evakuasi segera dari rumah sakit tersebut sebagai persiapan serangan udara malam hari.

Ketika dimintai komentar, IDF menanggapinya dengan mengungkapkan bahwa mereka meminta penduduk di wilayah utara Jalur Gaza untuk mengungsi demi mengurangi kerugian warga sipil.

"Hamas sengaja menanamkan asetnya di wilayah sipil dan menggunakan penduduk Jalur Gaza sebagai tameng manusia," klaim IDF.

Infografis Israel melanggar hukum internasional
Infografis Israel melanggar hukum internasional (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya