Liputan6.com, Beijing - Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan negaranya akan mempertahankan tekanan militer terhadap Filipina di tengah sengketa kedaulatan di Laut China Selatan.
Laporan Kantor Berita Xinhua seperti dilansir AP, Sabtu (23/12), menyebutkan bahwa dalam percakapan telepon pada Rabu (20/12/2023), dengan timpalannya dari Filipina, Enrique A. Manalo, Wang Yi memperingatkan jika Filipina salah menilai situasi, mengambil jalannya sendiri atau bahkan berkolusi dengan kekuatan eksternal yang mempunyai niat buruk untuk terus menimbulkan masalah, China akan mempertahankan haknya sesuai dengan hukum dan merespons dengan tegas.
Baca Juga
Pernyataan Wang Yi muncul menyusul mobilisasi pasukan penjaga pantai dan milisi maritim China untuk memblokir misi pasokan Filipina dalam upaya mendukung tentara dan nelayannya.
Advertisement
China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, salah satu jalur perairan paling penting di dunia untuk pelayaran, membuatnya bertentangan dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
Laporan Xinhua turut mengutip pernyataan Wang Yi yang menuduh Filipina telah mengubah pendirian kebijakannya sejauh ini, mengingkari janji yang telah dibuat, memprovokasi masalah di laut, dan meremehkan hak-hak sah China.
"Menyadari bahwa hubungan bilateral kini berada di persimpangan jalan dan masa depan hubungan tersebut belum diputuskan, Wang Yi mengatakan pihak Filipina harus bertindak dengan hati-hati," sebut Xinhua dalam laporannya pada Kamis (21/12).
"Daripada melanjutkan ke arah yang salah, pihak Filipina harus kembali ke jalur yang benar sesegera mungkin, dengan menangani dan mengelola situasi maritim saat ini dengan benar sebagai prioritas utama."
Tidak disebutkan secara rinci perjanjian apa yang menurut Wang Yi telah ditinggalkan oleh Filipina.
Perselisihan Menajam
Kantor Manalo menggambarkan pembicaraan dengan Wang Yi sebagai pertukaran yang jujur dan terbuka, serta mengatakan kedua pihak telah mencapai pemahaman yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing dalam sejumlah isu.
Perselisihan wilayah semakin meningkat ketika China berupaya memperkuat klaim teritorialnya dengan menentang Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, yang diklaimnya sebagai provinsinya yang memisahkan diri dan tidak segan melakukan reunifikasi sekalipun dengan kekuatan militer.
Panglima militer Filipina bersama pasukannya berada di atas kapal yang mengangkut pasokan ketika kapal tersebut diledakkan dengan meriam air, dikepung dan ditabrak oleh kapal penjaga pantai China pada awal bulan ini di Laut China Selatan yang disengketakan.
Advertisement
Tuduhan China terhadap AS
Sementara itu, China menuduh AS mendorong Filipina, yang terikat perjanjian pertahanan bersama, memprovokasi pihaknya demi tujuan mereka sendiri.
Selain menggunakan meriam air, para pejabat Filipina mengatakan kapal penjaga pantai China juga menggunakan laser level militer yang menyebabkan awak kapal Filipina mengalami kebutaan sementara dan melakukan manuver pemblokiran dan pembayangan berbahaya yang memicu tabrakan kecil.
AS terikat oleh perjanjian tahun 1951 untuk membantu mempertahankan Filipina dari serangan. Janji tersebut semakin kuat dengan terpilihnya Presiden Ferdinand Marcos Jr., yang baru-baru ini mengatakan bahwa situasi di Laut China Selatan menjadi lebih mengerikan ketika China memperluas kehadirannya.
"China telah menunjukkan minat terhadap atol dan perairan dangkal yang semakin dekat ke pantai Filipina, dengan atol terdekat berjarak sekitar 111 kilometer," kata Marcos saat berkunjung ke Hawaii bulan lalu.