Israel Berencana Bangun 3.300 Permukiman di Tepi Barat, PM Palestina Mengecam

Palestina mengecam rencana Israel membangun 3.300 unit permukiman baru di Tepi Barat.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 24 Feb 2024, 15:38 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2024, 15:38 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu. Dok: Abir Sultan/Pool Photo via AP
PM Israel Benjamin Netanyahu. Dok: Abir Sultan/Pool Photo via AP

Liputan6.com, Tepi Barat - Israel dikabarkan berencana membangun 3.300 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki. Mengetahui hal tersebut, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh pada Jumat (23/2/2024) mengecam rencana tersebut.

Shtayyeh menggambarkan pengumuman Israel sebagai "tantangan terang-terangan terhadap komunitas internasional" dan hambatan dalam upaya mendirikan negara Palestina merdeka, kantor berita resmi Palestina Wafa melaporkan, mengutip pernyataan perdana menteri.

Dia menekankan bahwa tindakan Israel, termasuk melanjutkan aktivitas pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Palestina, "menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap hukum internasional dan pembangkangan yang disengaja terhadap undang-undang tersebut."

Perdana Menteri Palestina menambahkan bahwa Israel mengambil keuntungan dari "rasa impunitasnya, seperti yang diungkapkan oleh veto AS di Dewan Keamanan PBB."

Sebelumnya pada hari Jumat (23/2), Perusahaan Penyiaran Israel mengatakan komite terkait diperkirakan akan bertemu dalam waktu dua minggu untuk menyetujui pembangunan 2.350 unit rumah di permukiman Maaleh Adumim, sekitar 300 unit di permukiman Kedar, dan 700 unit di permukiman Efrat.

Keputusan tersebut diambil sebagai tanggapan atas serangan penembakan pada hari Kamis (22/2) di dekat permukiman Maaleh Adumim, yang mengakibatkan kematian seorang tentara Israel dan melukai sedikitnya delapan orang lainnya.

Menurut data Palestina, sekitar 725.000 pemukim tinggal di 176 permukiman dan 186 pos terdepan di seluruh Tepi Barat yang diduduki.

Berdasarkan hukum internasional, semua permukiman Yahudi di wilayah pendudukan dianggap ilegal.

Untuk pertama kalinya sejak pembentukannya pada tahun 1948, Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, badan peradilan tertinggi PBB, atas perang Gaza.

Keputusan sementara pada bulan Januari 2023 memerintahkan Tel Aviv, untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Israel Bantah Ingin Kosongkan Jalur Gaza dari Warga Palestina

Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan di DK PBB bahwa Washington menentang gencatan senjata segera di Gaza. (Yuki Iwamura / AFP)
Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan di DK PBB bahwa Washington menentang gencatan senjata segera di Gaza. (Yuki Iwamura / AFP)

Sebelumnya, Israel juga disebut bermaksud mengosongkan Jalur Gaza dari warga Palestina. Eylon Levy, juru bicara pemerintah Israel, menolak anggapan bahwa menyebutnya sebagai tuduhan yang keterlaluan dan salah.

Tujuan Israel, menurut Levy, hanya membujuk warga Palestina agar meninggalkan wilayah pertempuran utama. Demikian seperti dilansir The Guardian, Selasa (12/12/2023).

Namun, PBB dan badan-badan lainnya mengatakan dampak serangan tersebut adalah membuat seluruh Jalur Gaza tidak dapat dihuni dan melumpuhkan upaya kemanusiaan.

Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu utama Israel, menghadapi kritik keras dari sekutu Arab dan organisasi hak asasi manusia atas keputusannya di Dewan Keamanan PBB yang menentang resolusi gencatan senjata permanen.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan otoritas dan kredibilitas Dewan Keamanan sangat dirusak oleh kegagalan resolusi tersebut.

Masalah ini akan diajukan ke Majelis Umum PBB, dalam perdebatan pada Selasa mengenai resolusi serupa, yang kemungkinan besar akan diikuti dengan pemungutan suara. Sebuah resolusi yang disahkan oleh majelis tersebut tidak memiliki otoritas yang mengikat dalam hukum internasional, namun resolusi tersebut diperkirakan akan menggarisbawahi semakin terisolasinya Israel dan AS dalam upaya mereka untuk menolak gencatan senjata.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Minggu menyatakan kembali argumen AS yang menentang gencatan senjata.

"Dengan Hamas yang masih hidup, utuh dan … dengan maksud untuk mengulangi peristiwa 7 Oktober lagi dan lagi, hal itu hanya akan melanggengkan masalah ini," kata Blinken kepada ABC News.

Blinken menegaskan pasukan Israel harus memastikan operasi militer dirancang untuk melindungi warga sipil, namun mengakui bahwa mereka gagal.

"Saya kira niatnya ada. Tapi hasilnya tidak selalu terlihat," ujarnya.   

 

PM Israel Benjamin Netanyahu Ungkap Rencana PascaPerang Gaza, Ini Isinya

Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dikabarkan menyampaikan rencana pascaperang kepada kabinet, yang bertujuan agar ‘pejabat lokal’ memerintah Gaza.

Situs Times of Israel yang dikutip Sabtu (24/2/2024) menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberikan kepada kabinet keamanan sebuah dokumen prinsip-prinsip mengenai pengelolaan Gaza setelah perang pada Kamis (22/2) malam, yang bertujuan untuk mengangkat "pejabat lokal" yang tidak terafiliasi dengan terorisme untuk mengelola layanan di Jalur Gaza, bukan dari Hamas.

Dokumen satu halaman berjudul "The Day After Hamas" yang kemudian dipublikasikan, dirilis Jumat (23/2) malam di Israel, sebagian besar merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang telah disuarakan oleh PM Netanyahu sejak awal perang, namun ini adalah pertama kalinya prinsip-prinsip tersebut dipresentasikan secara resmi kepada kabinet untuk disetujui.

Selama lebih dari empat bulan, PM Netanyahu telah menunda diskusi kabinet keamanan mengenai apa yang disebut "day after the war" (hari setelah perang), karena khawatir hal ini dapat menyebabkan keretakan dalam koalisi sayap kanannya. Beberapa menteri sayap kanannya bermaksud menggunakan pertemuan tersebut untuk mendorong pembangunan kembali permukiman Israel di Gaza dan kendali permanen Israel atas Jalur Gaza – kebijakan yang menurut perdana menteri ditentangnya dan pasti akan menyebabkan hilangnya sisa dukungan Israel di barat.

Selengkapnya klik di sini...

PM Benjamin Netanyahu Tak Mau Bayar Pembebasan Sandera Israel yang Ditawan Hamas, Berapa pun Harganya

Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan pada hari Selasa 20 Februari 2024 bahwa Israel tidak akan membayar harga berapa pun untuk kembalinya sandera yang masih ditahan di Gaza, di tengah negosiasi yang sedang berlangsung untuk menjamin pembebasan mereka.

Ketika ditanya tentang 134 sandera yang masih berada di Gaza, Smotrich mengatakan kepada Kan Radio bahwa kepulangan mereka "sangat penting" namun mereka tidak dapat dibebaskan "dengan cara apa pun."

Smotrich menuturkan cara untuk membebaskan mereka adalah dengan meningkatkan tekanan militer terhadap Gaza dan mengalahkan Hamas, kelompok bersenjata yang menguasai jalur yang diblokade tersebut.

Pernyataan Smotrich mendapat kecaman dari pemimpin oposisi Yair Lapid dan menteri Benny Gantz, serta membuat marah beberapa keluarga sandera yang berusaha meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk mencapai kesepakatan. Namun tak lama setelah wawancara radio, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menerbitkan pernyataan yang menggemakan posisi Smotrich.

Selengkapnya klik di sini...

Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan
Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya