Liputan6.com, Jakarta - Asteroid adalah benda langit yang berupa batuan antariksa berukuran besar yang mengorbit matahari. Asteroid juga dikenal sebagai planet minor atau planetoid.
Dalam penjelajahan antariksa, para astronom mengawasi beberapa asteroid berukuran besar yang berada di dekat Bumi atau Near-Earth-Asteroids (NEA). Tujuannya untuk mengidentifikasi dan menilai risiko tabrakan dengan bumi.
Asteroid yang cukup besar bisa menimbulkan dampak signifikan, seperti kerusakan lingkungan yang luas, perubahan iklim, dan bahkan bencana global. Namun meski dengan teknologi canggih, ada beberapa asteroid yang tidak terdeteksi oleh para astronom.
Advertisement
Baca Juga
Contohnya adalah asteroid 2023 NT1 yang melintas pada 31 Juli 2023. Dikutip dari laman Live Science pada rabu (18/09/2024), asteroid seukuran gedung 20 lantai ini melintas di dekat bumi dengan jarak yang sangat dekat.
Asteroid 2023 NT1 melintasi bumi hanya seperempat jarak antara bumi dan bulan. Menariknya, para astronom baru menyadari keberadaan asteroid ini dua hari setelah 2023 NT1 melewati bumi.
Padahal, asteroid 2023 NT1 merupakan batuan antariksa selebar 60 meter. Asteroid itu melaju dekat bumi dengan kecepatan sekitar 86.000 kilometer per jam.
Batu itu terbang menuju bumi dari arah matahari. Hal ini membuat silau matahari dan membutakan teleskop.
Tidak Menangkap Angin
Para astronom juga tidak menangkap angin dari batu seukuran bangunan bertingkat itu ketika benda itu lewat. Barulah dua hari setelahnya, yakni pada 15 Juli 2023, beberapa teleskop mendeteksi adanya batuan asteroid.
Meskipun tak bisa terdeteksi oleh para astronom, namun asteroid 2023 NT1 tidak begitu berbahaya bagi bumi. Setelah menghitung lintasan asteroid, para astronom mengatakan tidak ada risiko dampak yang akan segera terjadi.
Faktanya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa bumi aman dari asteroid selama kurang lebih 1.000 tahun ke depan. Ada beberapa penyebab mengapa teleskop luar angkasa tidak bisa mendeteksi asteroid besar yang mendekat ke bumi.
Salah satunya adalah karena keterbatasan teknologi. Meskipun berbagai teleskop luar angkasa dan wahana antariksa sudah cukup canggih, sistem pemantauan berbasis radar, cakupan dan resolusi dari instrumen ini masih terbatas.
Misalnya, Teleskop optik yang tergantung pada kondisi cuaca dan cahaya. Teleskop juga memiliki batasan dalam mendeteksi objek yang sangat redup atau bergerak cepat di ruang angkasa.
Asteroid besar bisa memiliki orbit yang sangat elips atau sudut kemiringan yang membuat mereka sulit terdeteksi. Jika orbit asteroid mengarahkan mereka ke area langit yang jarang dipantau atau pada sudut yang sulit dilihat, deteksi asteroid cukup sulit dilakukan.
Advertisement
Ukuran dan Kecerahan Asteroid
Ukuran dan kecerahan asteroid NEA juga mempengaruhi kemampuan astronom mendeteksi mereka. Beberapa asteroid mungkin cukup besar namun memiliki permukaan yang gelap atau tidak reflektif, membuat mereka lebih sulit untuk terlihat oleh teleskop.
Terlebih lagi, asteroid yang lebih kecil dapat tersembunyi di balik objek lain atau memiliki kecerahan yang tidak memadai untuk dideteksi. Asteroid yang melintas dekat Bumi dalam waktu singkat atau dengan kecepatan tinggi dapat sangat sulit untuk dideteksi dan dilacak.
Dengan kecepatan tinggi, waktu yang tersedia untuk mendeteksi dan menganalisis asteroid menjadi sangat singkat. Dikutip dari laman NASA pada Rabu (18/09/2024), matahari juga menjadi titik buta dalam pencarian asteroid dekat bumi.
Pada 2013, asteroid sepanjang 18 meter mengikuti jalur yang sama melalui silau matahari. Asteroid itu tidak terdeteksi hingga akhirnya meledak di langit di atas Chelyabinsk, Rusia.
Ledakan itu melepaskan gelombang kejut yang merusak bangunan dan menghancurkan kaca sejauh bermil-mil. Ledakan dari asteroid itu pun pada akhirnya melukai hampir 1.500 orang, beruntungnya tidak ada korban jiwa.
Asteroid ini merupakan benda langit terbesar yang menyerang bumi dalam jangka waktu lebih dari satu abad.
(Tifani)