Dahsyat! Gelombang Kejut Meteorit Rusia 2 Kali Kelilingi Bumi

Para ilmuwan menggunakan sebuah sistem sensor yang dirancang untuk mendeteksi bukti uji coba nuklir.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 28 Jun 2013, 11:20 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2013, 11:20 WIB
meteor-rusia130628b.jpg
Peristiwa astronomi luar biasa terjadi pada Jumat 15 Februari 2013 pagi atau Sabtu dini hari pukul 02.00 WIB.   Sebuah meteorit -- atau menurut NASA bisa juga disebut asteroid --  meledak di langit Kota Chelyabinsk, Pegunungan Ural, Rusia. Batu angkasa itu berdiameter 17 meter, berat 10.000 ton.

Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun, dampaknya sudah mampu membuat lebih dari 1.200 orang terluka, kebanyakan akibat pecahan kaca yang hancur akibat ledakan.

Baru-baru ini sebuah penelitian yang dikupas di jurnal Geophysical Research Letters mengungkap kejutan lain dari meteorit Rusia: saking kuatnya ledakan, gelombang kejutnya mampu bergerak dua kali mengelilingi Bumi.  

Seperti dilaporkan BBC, Jumat (28/6/2013), untuk mengungkapnya, para ilmuwan menggunakan sebuah sistem sensor yang dirancang untuk mendeteksi bukti uji coba nuklir.

Yakni, data dari jaringan International Monitoring System (IMS) yang dioperasikan oleh organisasi penentang uji coba nuklir, Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organisation (CTBTO).

Stasiun pendeteksi akan menangkap frekuensi ultra-rendah gelombang akustik, yang dikenal sebagai infrasonik, yang bisa berasal dari ledakan uji coba nuklir. Namun sistem ini juga dapat mendeteksi ledakan besar dari sumber lain, seperti misalnya bola api Chelyabinsk.

Alexis Le Pichon, dari Komisi Energi Atom di Prancis, bersama para koleganya melaporkan, energi dampak ledakan setara dengan 460 kiloton TNT. Ledakan paling besar yang pernah dilaporkan sejak peristiwa di Tunguska, Siberia, pada 1908 lalu.

Meteorit Rusia juga disebut sebagai peristiwa paling kuat yang pernah direkam oleh sistem jaringan itu.

Studi Ledakan Tunguska

Sementara, tim ilmuwan lain mempublikasikan studi yang fokus pada Peristiwa Tunguska.

Pada 1908 lalu, bola api raksasa, yang dampaknya paling besar di era modern, diduga dipicu oleh ledakan meteorit kaya besi. Demikian studi yang dipublikasikan dalam jurnal Planetary and Space Science.

Ledakan Tunguska berkekuatan 3 sampai 5 megaton TNI, ratusan kali lebih kuat dari ledakan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima. Akibatnya menumbangkan pepohonan di area 2.000 kilometer persegi, membuatnya tumbuhan itu gosong.

Victor Kvasnytsya, dari National Academy of Sciences Ukraina, bersama rekan-rekannya, mempelajari sampel mikroskopik puing mineral dari daerah ledakan yang telah terjebak dalam lahan gambut.

Dalam makalahnya, mereka menggambarkan mineralogi sampel yang diambil dari gambut pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Pencitraan resolusi tinggi dan spektroskopi mengidentifikasi kandungan mineral karbon seperti berlian, Lonsdaleite, dan grafit.

Lonsdaleite khususnya ditemukan dalam bahan kaya karbon yang mengalami gelombang kejut, dan biasanya terbentuk pada dampak ledakan meteorit.

Fragmen Lonsdaleite mengandung inklusi kecil sulfida besi dan paduan besi-nikel, troilite, dan taenite, yang juga karakteristik mineral meteorit.

Rasio besi sampai nikel dan kombinasi yang tepat dari mineral yang dirakit dalam fragmen kecil, semuanya menunjuk ke sumber meteorit, dan hampir identik dengan mineral serupa yang ditemukan dalam meteor Canyon Diablo yang menimbulkan Kawah Barringer (Meteor Crater) di Arizona.

Temuan ini diperkirakan akan  menyingkirkan teori yang menyebut bahwa ledakan Tunguska disebabkan oleh fragmen besar Komet Encke. Komet ini bertanggung jawab atas terbentuknya hujan meteor yang disebut Taurids -- yang membombardir atmosfer bumi pada akhir Juni dan Juli 1908-- saat peristiwa Tunguska terjadi. (Ein/Ary)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya