Liputan6.com, Jakarta Kita kerap diingatkan oleh orangtua untuk selalu duduk tegak dan jangan bungkuk agar postur tubuh berkembang menjadi bentuk yang ideal. Cara kita duduk dan memelihara keindahan bentuk postur tubuh itu tidak semata-mata hanya untuk membuat penampilan fisik kita lebih ideal dan menarik di pandang mata saja.
Penelitian di Selandia Baru belum lama ini mengungkap adanya hubungan unik antara postur tubuh dengan penyakit depresi. Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa orang yang depresi suasana hatinya bisa membaik sesaat jika ia duduk dengan postur duduk tegak.
Baca Juga
Ini dibuktikan melalui sebuah survei terhadap 61 orang penderita depresi yang ditanya secara spesifik suasana hatinya setelah mencoba duduk dalam posisi tegak dan bungkuk.
Advertisement
Para peserta tidak diberitahu sebelumnya mengenai tujuan dari penelitian tersebut dan juga tidak diberitahu perihal kemungkinan suasana hatinya membaik setelah duduk dalam posisi tegak.
Setelah pengujian, mereka ditanyakan melalui survei soal suasana hati mereka. Peserta yang duduk dalam posisi tegak mengaku merasa lebih bersemangat dan lebih positif pandangannya akan semua hal.
Sementara para peserta yang duduk dengan posisi membungkuk mengatakan bahwa mereka dalam kondisi yang sama yaitu, depresi dan tidak ada perubahan signifikan pada suasana hatinya.
“Memperbaiki postur tubuh melalui cara duduk adalah trik paling sederhana dan tergolong efektif yang bisa membantu mencegah pasien depresi terlalu lama larut dengan penyakit mentalnya itu,” ungkap para peneliti dari University of Auckland dalam sebuah pernyataan resmi, mengutip Live Science, Senin (6/2/2017).
Mereka berpendapat, tidak hanya untuk orang-orang yang mengalami depresi saja, duduk tegak juga patut dilakukan oleh orang-orang pada umumnya karena memiliki segudang manfaat.
Kendati penelitian tersebut sukses mengungkap manfaat postur duduk tegak untuk orang depresi, hal ini masih di tahap awal dan belum begitu banyak penelitian yang menguji hal serupa.
Oleh karena itu pengujian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengkonfirmasi lebih jauh kebenarannya. Penelitian tersebut akan diterbitkan dalam Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry bulan Maret 2017 ini.