Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) bakal menerapkan aturan urun biaya pada peserta JKN non-peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Penerapan urun biaya ini bertujuan untuk menekan potensi penyalahgunaan pelayanan di fasilitas kesehatan.
Saat ini, layanan kesehatan apa saja yang bakal masuk dalam urun biaya belum ditetapkan karena masih dalam proses pembahasan. Namun, mengenai besaran urun biaya sudah bisa diketahui dan ada perbedaan antara rawat jalan dan rawat inap peserta JKN.
Baca Juga
Rawat jalan di RS kelas A dan B besaran urun biaya dari peserta Rp20.000 per kunjungan. Sementara RS kelas C, D, dan klinik utama sebesar Rp10.000. Sementara untuk rawat inap adalah 10 persen dari biaya pelayanan atau maksimal Rp30 juta.
Advertisement
Â
Bukan upaya untuk menekan defisit
Terkait bakal diterapkan regulasi urun biaya ini, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Muhammad Arief menegaskan ini bukan upaya untuk menekan defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan.
"Bagi BPJS sendiri, tidak menganggap ini (regulasi urun biaya) merupakan bagian dari menurunkan defisit," kata Budi di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, pada Jumat (18/1/2019).
Budi menerangkan bahwa tujuan utama dari urun biaya agar peserta JKN teredukasi untuk tidak mendapatkan pelayanan yang tidak dibutuhkan.
"Jadi, ya BPJS defisit atau enggak, urun biaya ini tetap bakal ada," tuturnya.
Â
Â
Advertisement
Perkiraan jumlah defisit
Defisit keuangan BPJS Kesehatan 2018 diperkirakan Rp10,98 triliun. Angka tersebut disampaikan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Senin, 17 September 2018.
Mardiasmo mengungkapkan, angka defisit BPJS Kesehatan berasal dari hasil audit dan evaluasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap keuangan BPJS Kesehatan dari Januari sampai 30 Juni 2018. Meski begitu, angka defisit ini lebih kecil dari proyeksi semula yang bisa mencapai Rp16,5 triliun.