Cerita Terapis Wicara Jaqueline Hadapi Anak Berkebutuhan Khusus di Berbagai Negara

Terapis wicara Jaqueline menangani anak berkebutuhan khusus di berbagai negara, simak pengalamannya.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 27 Agu 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2019, 16:00 WIB
Gangguan Bicara
Jaqueline Cotton, terapis wicara menceritakan perjuangan sehari-hari membesarkan anak laki-lakinya yang punya gangguan bicara pada acara Spekix 2019 di Jakarta Convention Center pada Minggu (25/8/2019). (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Menghadapi berbagai anak berkebutuhan khusus sudah menjadi makanan sehari-hari terapis wicara Jaqueline Cotton. Lebih banyak ia menangani anak autiis dan dispraksia yang mengalami gangguan bicara. Dispraksia adalah gangguan yang membuat anak kesulitan merencanakan dan mengeksekusi gerakan tubuhnya sendiri. Anak pun mengalami kesulitan bicara.

Mereka juga mengalami kesulitan belajar. Dalam acara Spekix 2019, Jaqueline menceritakan beberapa anak berkebutuhan khusus yang ia tangani. Salah satu contoh, anak bernama Xander (3) asal Filipina yang mengalami dispraksia.

"Saya menginginkan Xander dilatih sensorik. Misalnya, bagaimana dia cuci tangan dengan benar. Bisa ambil sabun sendiri juga. Latihan dimulai dari dia naik tangga, putar atau pencet keran. Lalu arahkan tangan ke air. Dia harus belajar berurutan," jelas Jaqueline yang berkebangsaan Australia saat ditemui di Jakarta Convention Center, ditulis Selasa (27/8/2019).

Latihan tersebut merupakan gabungan terapis okupasi dan wicara. Xander langsung mendengarkan arahan dan mempraktikkan di.rumah. Pada waktu menangani Xander, Jaqueline juga tinggal di Filipina. Tujuan terapi okupasi untuk mengintegrasi sensorik.

"Di rumah Xander ada Asisten Rumah Tangga (ART) namanya Susan. Susan sangat membantu Xander. Dia suka meminta Xander membantu cuci pakaian menggunakan mesin cuci. Jadi, dia bilang ke Xander, 'Ayo, buka pintu dan tutup (mesin cuci). Ambil baju,masukkan, dan keluarkan saat sudah selesai. Cara ini relevan, Xander yang termasuk anak berkebutuhan khusus bisa mendengarkan dan mempraktikkan hal yang sama setiap hari," tutur Jaqueline.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Anak yang Melukai Diri Sendiri

Depresi
Ada juga Aiden yang dispraksia dan melukai diri sendiri, terutama saat di sekolah.

Lain lagi cerita dari Aiden (10) yang juga menderita dispraksia. Bocah asal Singapura ini juga memiliki gangguan spektrum autisme (GSA) dan sulit bicara. Ia punya kekhawatiran berat, yang mana bisa melukai diri sendiri, terutama saat berada di sekolah.

Tak ayal, sang ayah memutuskan Aiden home schooling. Jaqueline pun berupaya menangani Aiden. Ketika melihat Aiden, Jaqueline menilai, dia termasuk anak yang sangat lemah fisik. Hal ini memengaruhi kemampuannya bicara.

"Saya duduk bersama ayah Aiden dan terapis okupasi. Kami keluar rumah dan mengobrol bagaimana membuat fisik Aiden kuat. Kemudian mengembangkan kemampuan dia bicara supaya dia bisa mengucapkan kalimat," terang Jaqueline yang sudah menggeluti dunia terapis 16 tahun lamanya.

Selain itu, Jaqueline juga meminta ayah Aiden untuk melakukan.terapi. Ini karena orangtua adalah terapis terbaik bagi anak yang berkebutuhan khusus. Beberapa latihan berupa mengajak Aiden jalan-jalan ke taman, menggosok gigi, hingga mencuci kaos kaki dan celana dalamnya sendiri.

"Latihan sensorik dengan menggosok gigi menggunakan sikat gigi elektrik. Nanti diarahkan, oelskan odol (pasta gigi), lalu masukkan ke mulut. Kemudian diputar-putar dan ludahkan. Setelah itu taruh lagi sikat giginya ke tempat semula," cerita Jaqueline.

Fisik yang Kuat

Liputan 6 default 2
Ilustraasi foto Liputan6

Aiden juga diajari mencuci kaos kaki dan celana dalam menggunakan tangan, bukan mesin cuci. Cara ini melatih gerak otot tubuh.Untuk latihan gerakan otot lain, taman jadi tempat latihan.

Di taman dekat rumah Aiden ada trampolin. Ia pun asyik bermain trampolin. Perlahan-lahan sikapnya berubah.

"Sekarang dia selalu melihat ke atas. Biasanya dia hanya menunduk saja. Ini kemajuan bagus. Dia mulai memerhatikan sekitarnya," ucap Jaqueline yang pernah bekerjasama dengan berbagai terapis okupasi di Australia, Filipina, India, Inggris, Indonesia, dan baru-baru ini di Singapura.

Latihan menggerakkan otot lisan dan vokal Aiden menggunakan peluit. Ia meniup peluit sebanyak 2 kali sehari selama 3-5 menit. Pengaturan pernapasan dengan meniup bubbles (glowing bubbles) menggunakan sedotan.

"Ayahnya sangat senang, dia sudah bisa meniup glowing bubbles. Aiden juga mulai belajar menggunakan beberapa kosakata huruf mati dan hidup," Jaqueline menambahkan.

Fisik Aiden mulai kuat. Dia juga bisa bermain ayunan sendiri. Walaupun begitu, sang ayah belum memasukkan Aiden ke sekolah karena Aiden belum stabil. Ia kini masih home schooling.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya