Dalami Transplantasi Hati Anak, Hanifah Oswari Menjadi Guru Besar FKUI

Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K) dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap FKUI.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 12 Jan 2020, 07:26 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2020, 07:26 WIB
Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K) (Foto: Tangkapan layar Youtube Medicine UI)
Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K) (Foto: Tangkapan layar Youtube Medicine UI)

Liputan6.com, Jakarta Bagi Hanifah Oswari, melakukan tindakan transplantasi hati pada seorang anak merupakan sebuah peristiwa yang mampu mengubah 'jalan cerita' kehidupan. Seorang anak yang awalnya tidak memiliki harapan hidup, lewat transplantasi hati jadi memiliki hidup yang baru.

"Menolong pasien transplantasi hati adalah breaking the script, mengubah jalan cerita dari menuju kematian menuju jalan hidup yang baru. Mengubah peristiwa lembah menjadi peristiwa puncak," kata Hanifah dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Sabtu, 11 Januari 2020.

Dalam pidato pengukuhan menjadi Guru Besar Tetap FKUI bertajuk Transplantasi Hati Anak di Indonesia: Menjangkau Mimpi menjadi Kenyataan, Hanifah menuturkan bahwa sebagian besar kasus transplantasi hati pada anak dengan kondisi atresia bilier.

Atresia bilier membuat saluran empedu bayi tersumbat sehingga empedu tidak dapat dialirkan ke usus. Akibatnya, hanya dalam waktu tiga bulan bayi mengalami kerusakan hati berat atau sirosis hati. Hal ini dapat menimbulkan kematian saat bayi berusia 12-19 bulan.

Bila kondisi ini dideteksi dini, kata Hanifah, bisa segera dilakukan operasi Kasai untuk menyelamatkan nyawa sang bayi. Biaya operasi Kasai hanya sepersepuluh dari transplantasi hati yang bisa menghabiskan Rp600 juta. 

"Ironisnya, banyak kasus atresia bilier datang terlambat, sehingga satu-satunya jalan menyelamatkan bayi tersebut dengan transplantasi hati," tutur Hanifah.

 

Pidato Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K) sebelum dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap FKUI. (Foto: Tangkapan Layar Youtube Medicine UI)
Pidato Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K) sebelum dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap FKUI. (Foto: Tangkapan Layar Youtube Medicine UI)

Untungnya, kini upaya tim dokter FKUI-RS Ciptomangunkusumo (FKUI-RSCM) dalam melakukan tranplantasi hati anak memiliki tingkat keberhasilan yang setara dengan negara-negara maju.

"Angka harapan hidup pasien transplantasi hati di RSCM 88,9 persen, sebanding dengan yang dilaporkan Jepang dan Amerika Serikat," kata Hanifah seperti dikutip dari live streaming di akun Youtube Medicine UI.

Keberhasilan transplantasi hati dinilai bukan dari keberhasilan operasi tapi berapa lama anak dapat hidup setelah tindakan itu dilakukan. Angka harapan hidup pasien setelah satu tahun di RSCM-FKUI adalah 88,9 persen. Angka ini sebanding dengan Jepang yakni 88,3 persen dan lebih tinggi sedikit dari Amerika Serikat yakni 86 persen.

Setelah sekitar 20 menit berpidato, Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro mengatakan bahwa pria kelahiran Magelang, 3 September 1963 itu resmi menjadi Guru Besar Tetap FKUI.

"Terima kasih atas pidato yang telah disampaikan dan saya ucapkan selamat karena saudara dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap FKUI," kata Kuncoro kepada Hanifah disambut tepuk tangah yang hadir di Gedung IMERI FKUI Jakarta Pusat.

Pertemuan Emosional dengan Pasien Atresia Bilier di 2010

Ilustrasi bayi terkena penyakit langka (iStockphoto)
Ilustrasi bayi atresia bilier (iStockphoto)

Perjalanan Hanifah fokus mendalami transplantasi hati bermula sejak tahun 2000-2001. Saat itu, dokter spesialis anak konsultan Purnamawati Pujiarto mengirim Hanifah untuk mempelajari gastroenterology-hepatology di Royal Children's Hospital Brisbane Australia. Ia belajar transplantasi hati anak di sana.

Beberapa tahun kemudian, sepulang dari Australia, tepatnya pada 2006 ada tawaran dari dari seorang pakar transplantasi hati Singapura yang mengajak Hanifah bekerja sama. Namun, kerja sama tersebut belum terjadi.

Hingga akhirnya pada 2010, ketika seorang anak dengan atresia bilier yang dirawat di RSCM memerlukan transplantasi hati terpaksa dirujuk ke luar negeri membuat para dokter di rumah sakit ini ingin bisa mandiri melakukan tindakan tersebut.

"Saat itu, perasaan emosional muncul, kami tertantang melakukan transplantasi hati sendiri," katanya.

Saat itu, ada empat orang penggagas transplantasi hati di RSCM. Selain dirinya ada dr Sastiono Sp.BA(K), dr Andi Ade, Sp.An(K), dr Anton H. Pujiadi, Sp.A(K).

"Saat itu, modal kami hanya semangat, bermimpi membangun fasilitas transplantasi hati," tutur Hanifah.

 

Bekerja Sama dengan Pakar Transplantasi Hati Luar Negeri

Serba-serbi Transplantasi Hati
Serba-serbi Transplantasi Hati

Gayung bersambut. Direktur Utama RSCM saat itu, Prof DR. dr. Akmal Taher SpU(K) dan Dekan FKUI Prof.Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) setuju dengan adanya tim transplantasi hati anak. 

Tak lama setelah tim transplantasi hati RSCM dibuat, Profesor Shusen Zheng dari The First Affiliated Hospital, Zhejiang University mengajak bekerja sama.

"Pada 10 Desember 2010 operasi transplantasi hati pertama di FKUI-RSCM berhasil dilakukan, pasien sampai saat ini masih sehat," kata pria yang kini menjabat sebagai Ketua Tim Transplantasi Organ dan Jaringan RSCM-FKUI ini. 

Kerja sama kemudian berlanjut dengan National University Hospital Singapura pimpiran Prof Prabhakaran. Tim ini melakukan transplantasi hati pada tiga pasien.

Pada tahun 2015 kerja sama berlanjut dengan tim tranplantasi dari National Center for Child Health and Development (NCCHD) yang dipimpin oleh Prof Mureo Kasahara dari Jepang, melakukan transplantasi hati pada 35 pasien.

Hingga akhirnya, 4 April 2018 jadi tanggal bersejarah. Tim transplantasi hati anak RSCM-FKUI  dapat melakukan transplantasi mandiri. Sekarang pasien anak yang dioperasi mandiri telah berjumlah 12 pasien. Hingga saat ini sudah ada 51 anak telah menjalani transplantasi hati di RSCM-FKUI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya