Rekam Medis Elektronik Disebut Bebani Faskes, Ini Respons Kemenkes

Respons Kemenkes soal rekam medis elektronik yang disebut-sebut bebani faskes.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 14 Sep 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2022, 07:00 WIB
Pelayanan Medis Jarak Jauh untuk Pasien COVID-19
Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, Ade Margaretha (kanan) bersama Dokter Umum Indria Febriani (kiri) saat memberikan pelayanan medis jarak jauh atau Telemedicine pada pasien umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (18/2/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Aturan baru agar seluruh fasilitas kesehatan (faskes) di Indonesia wajib terapkan rekam medis elektronik turut menuai kontra. Ada anggapan hal itu justru membebani faskes karena akan menambah jumlah sumber daya manusia (SDM).

Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Setiaji menanggapi, penerapan digitalisasi rekam medis tidak harus menambah SDM. Proses pemasukan (input) data dilakukan oleh dokter sendiri, dibantu perawat.

"Sebenarnya, dengan adanya digitalisasi ini, tidak perlu sampai nambah SDM yang banyak," jelas Setiaji menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Press Conference: Pemanfaatan Rekam Medis Elektronik yang disiarkan dari Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, ditulis Selasa (13/9/2022).

"Karena sebenarnya kan yang meng-input (data) itu adalah dokternya. Ya, dokter yang memeriksa pasien, kemudian dibantu oleh perawatnya."

Upaya penerapan rekam medis elektronik, lanjut Setiaji justru yang kini sedang dikejar adalah bagaimana dokter melakukan input data. Sehingga data pasien dapat terekam, tersimpan, dan terintegrasi masuk  platform SATUSEHAT Kemenkes serta tercatat di aplikasi PeduliLindungi masing-masing pasien.

Seperti diketahui, PeduliLindungi akan menjadi aplikasi layanan kesehatan masyarakat (citizen health app), yang juga memuat data rekam medis, bukan hanya vaksinasi dan tes COVID-19.

"Intinya, sebenarnya tidak perlu lagi menambah SDM. Nah, justru tantangannya adalah bagaimana meminta dokter untuk meng-input data hasil diagnosisnya secara langsung (ke server sistem), ini yang akan dikejar," imbuh Setiaji.

"Kemudian dibantu perawat juga untuk pemeriksaan awal. Ya, tidak mesti ada penambahan SDM baru."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dibantu Provider atau Vendor

FOTO: Memantau Pertumbuhan Balita Lewat Imunisasi Rutin
Dokter memeriksa stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak usia 5 dan 2 tahun di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/11/2020). Pemantauan pertumbuhan balita dan batita dilakukan dengan imunisasi secara rutin pada anak usia 0-9 bulan dan 18 bulan. (merdeka.com/Imam Buhori)

Berkaitan dengan SDM dalam penerapan rekam medis elektronik, Setiaji menambahkan, kemungkinan yang dianggap membebani fasilitas kesehatan soal pelaksanaan di bagian teknologinya. Hal itu memang dibutuhkan tenaga ahli bila terjadi kendala.

"Mungkin yang ditanyakan ini adalah SDM untuk penerapan teknologinya ya. Misalnya, untuk membantu kalau ada kendala. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan," tambahnya.

"Salah satunya, tidak harus mengembangkan sistem secara mandiri. Jadi, kami juga terbuka kepada rumah sakit soal provider ataupun vendor-vendor privat. Yang penting harus menggunakan standardisasi yang sama dengan (yang ditetapkan) Kemenkes."

Sebagai langkah awal, Kemenkes juga akan menambah SDM di puskesmas untuk membantu penerapan rekam medis digital.

"Kita akan menambah SDM digital di puskesmas. Itu nanti bisa membantu untuk menerapkan digitalisasi (rekam medis) tadi," sambung Setiaji.

Regulasi rekam medis elektronik tertuang melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis. Regulasi ini merupakan pembaruan dari aturan sebelumnya, Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008.

Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis ini ditandatangani Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin tertanggal 31 Agustus 2022.


Input Data dan Keterbatasan SDM

Mencegah Stunting dengan Pemeriksaan Rutin Kehamilan di Puskesmas
Ibu hamil berkonsultasi dengan dokter di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Kamis (26/11/2020). Pemeriksaan rutin kehamilan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungan merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah stunting. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Input data rekam medis elektronik pada Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 termaktub dalam Pasal 19:

Penginputan data untuk klaim pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e merupakan kegiatan penginputan kode klasifikasi penyakit pada aplikasi pembiayaan berdasarkan hasil diagnosis dan tindakan yang ditulis oleh Tenaga Kesehatan pemberi pelayanan kesehatan sesuai dengan Rekam Medis, dalam rangka pengajuan penagihan biaya pelayanan

Berikutnya pada Pasal 22 dijelaskan bila SDM di faskes terbatas:

1. Dalam hal terdapat keterbatasan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyimpanan Rekam Medis Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan melalui kerja sama dengan Penyelenggara Sistem Elektronik yang memiliki fasilitas penyimpanan data di dalam negeri

2. Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan rekomendasi dari unit kerja yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan data dan informasi di Kementerian Kesehatan

3. Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membuka, mengambil, memanipulasi, merusak, memanfaatkan data, dan hal lain yang merugikan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

4. Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk pakta integritas atau NonDisclosure Agreement yang dilampirkan pada saat melakukan perjanjian kerja sama dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melakukan kerja sama dengan Penyelenggara Sistem Elektronik yang memiliki fasilitas penyimpanan data di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh akses yang tidak terbatas terhadap data Rekam Medis Elektronik yang disimpan


Siapkan Pedoman Keamanan Data

Ilustrasi Data Sains. Foto: Unsplash/Franki Chamaki
Ilustrasi Data Sains. Foto: Unsplash/Franki Chamaki

Menyoal perlindungan data rekam medis elektronik, terang Setiaji, tidak hanya dilakukan di Kemenkes, melainkan di setiap faskes. Kemenkes menyiapkan pedoman atau panduan perihal pengamanan data rekam medis digital yang akan disebarluaskan ke seluruh faskes.

"Untuk perlindungan data tentunya bukan hanya ada di dalam sistem yang dilakukan di Kemenkes, tetapi juga harus dilakukan perlindungannya di fasilitas pelayanan kesehatan," ujar Setiaji yang juga menjabat Chief of Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes.

"Oleh karena itu, kami saat ini juga sudah melakukan pilot project di beberapa rumah sakit dan menyiapkan panduan-panduan bagaimana mengamankan data. Kemudian bagaimana menyiapkan rekam medis elektronik yang terstandar dan bisa dijaga keamanannya."

Panduan keamanan data rekam medis digital ini dinamakan playbook (buku pedoman). Selain itu, ada pula edukasi kepada masyarakat soal kehadiran rekam medis elektronik.

"Ini penting seperti perbankan ya, jangan sampai nanti password atau hak aksesnya bisa digunakan oleh pihak-pihak yang lain. Dari berbagai sisi, tentu akan kita lakukan bekerja sama dengan komunitas termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan pihak-pihak lain untuk memperkuat pelayanan," tutup Setiaji.

"Nanti ke depannya, kami akan menerapkan blockchain agar keamanannya menjadi lebih kuat lagi."

Infografis Ragam Tanggapan Klaim dan Ancaman Hacker Bjorka. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Klaim dan Ancaman Hacker Bjorka. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya