Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mengkaji penyesuaian tarif layanan gagal ginjal di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Penyesuaian ini dilakukan melihat tarif layanan gagal ginjal menelan pembiayaan sangat besar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia Doni Arianto memaparkan, penyesuaian pembiayaan yang dimaksud yakni tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs).
Baca Juga
Tarif INA-CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.
Advertisement
"Di rumah sakit itu ada tarif INA-CBGs dengan pembiayaan paket yang tentunya juga kita butuh banyak diskusi, bagaimana menetapkan pembiayaan paket INA-CBGs yang agak sulit ya," papar Doni saat Diskusi Publik World Patient Safety Day: Dampak Kebijakan Kelas Standar BPJS Kesehatan Terhadap Pelayanan Pasien Ginjal di Hotel Ashley Jakarta pada Rabu, 28 September 2022.
"Kalau kita mendiskusikan cash by cash, berapa tarif paket ya ada yang lebih rendah, ada juga yang tarif tinggi. Ada beberapa kajian yang kami lakukan beberapa tahun terakhir. Hemodialisis (cuci darah), salah satu pelayanan gagal ginjal yang tinggi."
Kajian penyesuaian tarif layanan gagal ginjal yang dilakukan Kemenkes termasuk mereview (meninjau) pembiayaan. Upaya ini dilakukan sebagaimana arahan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
"Kami sekarang sedang berproses sebagaimana arahan Pak Menkes untuk mereview kembali tarif (layanan) terutama di rumah sakit besar," lanjut Doni.
Tindak Lanjut Kelas Standar BPJS
Review penyesuaian tarif layanan gagal ginjal, diterangkan Doni Arianto juga menindaklanjuti adanya Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan. Penyesuaian tarif juga didiskusikan bersama BPJS Kesehatan.
"Nanti kan ada kelas standar BPJS ya, apakah dengan review kita akan bisa meningkatkan tarifnya (tarif INA-CBGs) atau tidak. Semoga bisa sih naik, sekarang lagi didiskusikan lagi sama teman-teman BPJS Kesehatan," terangnya.
"Jadi, bagaimana BPJS Kesehatan mengatur belanja itu enggak boleh lebih sekian persen. Takutnya nanti pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan BPJS. Karena pernah BPJS Kesehatan terjadi seperti itu, kekurangan biaya, bahkan dulu ada salah satu rumah sakit di Jakarta yang menolak untuk memberikan pelayanan hemodialisis."
Belajar dari pengalaman dulu, Doni menekankan, pembiayaan tarif INA-CBGs diupayakan dapat berkelanjutan (sustainable). Apabila kekurangan biaya, maka berdampak terhadap pelayanan rumah sakit, yang mana tarif klaim belum cair.
"Terkait dengan pembiayaan ya harus sustainable. Kita harus pertahankan karena ada banyak hal yang harus dibiayai dan besar. Sebuah gambaran pembiayaan hemodialisis sangat besar," pungkasnya.
Advertisement
Stabilitas Pembiayaan dan Mutu Layanan
Pemerintah pada akhirnya akan memberikan jaminan dalam anggaran pembiayaan JKN untuk layanan penyakit katastropik, termasuk gagal ginjal. Di sisi lain, pembiayaan dijaga stabilitas atau kelangsungan hidup.
"Kami juga memperbaiki tarif yang bisa harus dibayarkan kepada fasilitas, yang tentunya juga kita mengharapkan supaya fasilitas kesehatan pun juga bisa memberikan efisiensi walau penekanannya, jangan sampai itu bisa menurunkan mutu pelayanan terhadap tarif yang ada," Doni Arianto menambahkan.
"Pak Menkes sudah mewanti-wanti, kita akan melakukan review tarif. Ini kan hubungannya 'benang merah' ya, kalau tarifnya bagus, tentunya rumah sakit akan memberikan pelayanan yang maksimal dan pasien yang akan mendapatkan keuntungan dari yang tarif yang diberikan kepada fasilitas kesehatan."
Selain tarif INA-CBGs, ada juga perbaikan tarif kapitasi. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
"Di FKTP, memang untuk pembayaran kapitasi ini kita harapkan mereka bisa melakukan skrining kesehatan bagi seluruh peserta JKN. Kemudian deteksi dini terkait dengan tekanan darah dan hipertensi," ujar Doni.
"Lalu, konsultasi pasien dan tatalaksana melakukan promotif preventif untuk penyakit katastropik lain seperti diabetes."
Faskes Pantau Penyakit
Pemberian dana kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama juga memberi peran kepada faskes tersebut untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang berpotensi gagal ginjal yang dialami masyarakat. Dalam hal ini, kebanyakan penyakit gagal ginjal timbul dari hipertensi dan diabetes.
"FKTP ini didorong bisa melakukan pengobatan-pengobatan ataupun bisa memantau mereka yang punya risiko tinggi gagal ginjal (dengan riwayat hipertensi dan diabetes). Caranya bisa skrining, deteksi dini gula darah," Doni Arianto melanjutkan.
"Jadi, kita lakukan peninjauan terhadap manfaat dan peninjauan tarif-tarif (kapitasi dan INA-CBGs) karena kita memahami dengan baik, tarif akan membuat rumah sakit memberikan pelayanan yang baik kepada pasien dan pasien juga akan mendapatkan pelayanan yang baik pula."
Ditegaskan Doni kembali, pembiayaan JKN yang tinggi terhadap layanan gagal ginjal juga berupaya ditekan. Pertimbangan mulai dari belanja alat dan pajak menjadi fokus pembahasan.
"Kami menyusun tarif INA-CBGs ini berdasarkan cash selama ini yang berlaku di Indonesia dengan mempertimbangkan berapa belanja alat, obat, pajak dan sebagainya," jelasnya.
Advertisement