Alat USG dan Pasokan Dokter Spesialis di Sultra Cukup Rendah

Ketersediaan alat USG dan dokter spesialis di Sulawesi Tenggara (Sultra) cukup rendah.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 05 Feb 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi dokter perempuan/dok. Unsplash Bermix
Ilustrasi dokter /dok. Unsplash Bermix

Liputan6.com, Kendari Ketersediaan alat Ultrasonografi (USG) dan dokter spesialis di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih cukup rendah. Padahal, kebutuhan USG dan dokter sangat diperlukan, terutama untuk upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Tal hanya alat USG dan dokter, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengatakan, antropometri untuk mengukur berat dan panjang badan bayi juga kurang tersedia di Sultra.

Ia meminta kepada tiap pemerintah daerah yang ketersediaan antropometri dan USG belum terpenuhi maksimal untuk segera mengusulkan ke Kementerian Kesehatan. Adanya antropometri dan USG di tiap Posyandu dan Puskesmas sangat membantu dalam penanganan stunting.

“Berdasarkan arahan Presiden, target pada tahun 2023 alat antropometri dan USG dapat terpenuhi 100 persen, tidak hanya di Sultra, tapi di seluruh Indonesia,” tegas Muhadjir saat 'Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten/Kota Sulawesi Tenggara' baru-baru ini.

Beberapa daerah di Sultra, misalnya di Kabupaten Bombana, ada sekitar 248 unit Posyandu terdapat antropometri yang tersedia hanya sekitar 33 unit saja. Selain itu, alat USG dan antropometri di daerah Kabupaten Kolaka Timur masih belum tersedia sama sekali.


Di Konawe Belum Tersedia Dokter Spesialis

IDI Rekomendasikan Penggunaan Kembali Masker di Ruang Terbuka Demi Waspadai BA.4 dan BA.5
Ilustrasi dokter yang tengah bekerja. (Sumber foto: Pexels.com).

Menyoal ketersediaan tenaga Kesehatan, yakni dokter umum dan dokter spesialis di beberapa wilayah Sulawesi Tenggara pun masih terbilang cukup rendah. Contohnya, di Kabupaten Konawe Kepulauan hanya terdapat 20 dokter umum dan belum tersedia dokter spesialis.

Kondisi di atas sebagaimana rilis yang diterima Health Liputan6.com menunjukkan, bahwa masih diperlukan jumlah tenaga Kesehatan yang cukup banyak dan dapat tersebar dengan luas di seluruh daerah Sulawesi Selatan.

Selain ketersediaan sarana dan prasarana untuk mengatasi stunting, pelatihan untuk tenaga kesehatan mengenai penggunaan antropometri pun juga diperlukan. Dalam hal ini, setiap daerah yang berada di Sulawesi Selatan selain membutuhkan alat antropometri juga diperlukannya edukasi mengenai penggunaan alat tersebut.

Dalam rangka percepatan pemenuhan tenaga kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan melakukan transformasi Poltekkes dengan cara meningkatkan peran Politeknik Kesehatan (Poltekkes) di daerah.

Sebanyak 2.537 lulusan Poltekkes telah mengisi 6.293 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia. Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan telah bekerja sama dengan LPDP, memberikan 1.676 beasiswa dokter, dokter spesialis, dan fellowship.

Secara terpisah, Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya mengatakan, komitmen pemenuhan tenaga kesehatan juga dilakukan dengan cara menempatkan 10.524 dokter dan 392 dokter gigi internsip di rumah sakit dan Puskesmas.

“500 dokter spesiaslis telah ditempatkan di 334 RSUD. Adaptasi dokter spesialis WNI lulusan luar negeri tahun ini telah ditempatkan sebanyak 7 orang,” ujarnya saat acara 'Town Hall Transformasi SDM Kesehatan' di Jakarta, Senin (31/1/2023).


5 Ribu Puskesmas sudah Punya Alat USG

Ruang Bersalin Isolasi Pasien Covid-19 di Puskesmas Duren Sawit
Petugas kesehatan memeriksa peralatan medis di ruang bersalin Taman Cinta, Puskesmas Duren Sawit, Jakarta Timur, (7/1/2021). Puskesmas Kecamatan Duren Sawit mempunyai ruang bersalin khusus ibu hamil yang terkonfirmasi positif virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin sedang mengejar pemenuhan 10.000 USG di Puskesmas seluruh Indonesia. Upaya ini termasuk salah satu intervensi yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam penanganan stunting.

Agar mencegah anak stunting, intervensi kesehatan dilakukan semenjak ibu hamil. Pemeriksaan rutin USG dan pemberian tablet tambah darah bila sang ibu hamil mengalami anemia dapat dilakukan.

"Intervensi kesehatan itu harus dilakukan adalah pada saat ibunya hamil. Karena faktor-faktor stunting yang paling besar. Ibu hamil enggak boleh kurang darah, anemina. Mesti dicek darahnya," tutur Budi Gunadi saat menghadiri Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Stunting di Kantor BKKBN, Jakarta pada Rabu, 25 Januari 2023.

"Kalau di bawah 12 Hb, cepet dikasih tablet tambah darah. Cek USG, kalau bayi tubuhnya kurang, harus dikasih makanan khusus. Itu sebabnya kami sekarang melengkapi 10.000 Puskesmas dengan USG."

Target pemenuhan USG di 10.000 Puskesmas diharapkan dapat tercapai tahun 2024. Saat ini, sudah ada 5.000 Puskesmas yang sudah mempunyai alat USG, tinggal 5.000 Puskesmas lagi yang akan dialokasikan USG.

"Mudah-mudahan, target 2024 selesai. Bapak Presiden tanya, target bisa dipercepat enggak? Ya diupayakan tahun 2023 selesai, (sekarang) sudah 5.000 Puskesmas -- yang punya USG," ucap Budi Gunadi.

"(Dulu) saya masuk (sebagai Menteri Kesehatan tahun 2020), sekitar 1.800 Puskesmas punya USG."

Infografis TIdur Cukup Untuk Cegah Risiko Penularan Covid-19
Infografis TIdur Cukup Untuk Cegah Risiko Penularan Covid-19. Source: Liputan6
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya