Pilih Beli Rokok daripada Bahan Pangan Bergizi, Angka Stunting Keluarga Perokok Tinggi

Masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli rokok daripada bahan pangan bergizi. Hal ini berpotensi menimbulkan stunting pada anak.

oleh Tiara Laninda diperbarui 31 Mei 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2023, 08:00 WIB
Feni Fitriani Taufik
Ketua Kelompok Kerja Bidang Rokok PDPI, Feni Fitriani Taufik pada Konferensi Pers Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan oleh PDIP dan IDI, Selasa, (30/05/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap tanggal 31 Mei. Pada tahun ini, World Health Organization (WHO) mengusung tema We Need Food, Not Tobacco.

Konsumsi rokok di Indonesia memberikan beban ekonomi tersendiri dalam rumah tangga. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menemukan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli rokok daripada bahan pangan bergizi.

Urutan pertama pembelanjaan masyarakat Indonesia dengan penghasil menengah dan rendah diduduki oleh beras, diikuti oleh belanja rokok di posisi kedua. Hal ini disampaikan oleh Ketua Kelompok Kerja Bidang Rokok PDPI, Feni Fitriani Taufik.

“Konsumsi rokok di Indonesia ini jadi beban ekonomi. Kalau kita lihat dari data pemerintah, pembelanjaan menduduki peringkat kedua. Yang pertama untuk pangan 19 persen dan 11 persennya untuk rokok,” ungkap Feni pada Konferensi Pers Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan oleh PDIP dan IDI, Selasa, (30/05/2023).

Rumah tangga dengan penghasilan menengah ke bawah yang mengutamakan membeli rokok daripada makanan bergizi untuk anaknya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya stunting di Indonesia.

“Kalau kita kaitkan ini, permasalahan ini berhubungan dengan stunting,” ungkap Feni.

Menurut Komnas Pengendalian Tembakau Indonesia, Tubagus Haryo Karbiyanto, terdapat korelasi yang signifikan antara anak dengan stunting dan keluarga dengan anggota perokok.

“Dari beberapa riset yang dilakukan oleh teman-teman akademisi, ada korelasi  yang sangat signifikan antara anak-anak yang mengalami stunting. Anak-anak itu ada di dalam keluarga yang ada perokoknya,” jelas Tubagus.

Angka Anak dengan Stunting Lebih Tinggi di Keluarga Perokok

Katakan Tidak Pada Rokok
Ilustrasi Rokok (Credit: pexels.com/Dicty)

Kejadian stunting anak pada keluarga perkokok 15,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari keluarga yang bukan perokok.

“Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pola belanja kedua adalah rokok. Lebih spesifik lagi rokok kretek filter. Ini sebenarnya yang masih menjadi pergumulan. Jadi, kalau kita mau merevitalisasi pola belanja, seharusnya konsumsi rokok ada di bawah,” jelas Tubagus.

Menurut Tubagus, meskipun memang secara data angka pembelanjaan beras masih berada di urutan pertama, makanan bergizi lainnya seperti telur dan daging masih jauh lebih penting daripada rokok.

“Makanan kita bukan hanya beras, tetapi ada protein, telur, daging, dan lain-lain. Seharusnya konsumsi rokok itu ada di lebih bawah lagi,” lanjutnya.

Bukan Hanya Stunting, Masih Banyak Permasalahan Lainnya

Kebiasaan Merokok
Ilustrasi Merokok (Credit: pexels.com/Megan)

Pada kesempatan yang sama, Feni menambahkan bahwa isu rokok ini bukan hanya menimbulkan stunting, tetapi banyak permasalahan lainnya.

“Kalau kita kaitkan lagi, keluarga yang membeli rokok tentu dia tidak hanya membeli saja, pasti juga akan merokok di depan anak-anaknya. Jadi, tidak hanya stunting yang menjadi masalah, tetapi merokok di rumah juga akan memberi contoh bagi anak untuk meniru perilaku merokok,” kata Feni.

Yang lebih parah adalah sang anak berpotensi menormalisasi perilaku merokok itu, kemudian mengadopsinya.

“Jadi, yang terlihat hanya stunting, tetapi ternyata ada bahaya-bahaya dan masalah lainnya,” lanjutnya.

Jumlah Perokok di Indonesia Terus Meningkat

Gambar Ilustrasi Berhenti Merokok
Ilustrasi rokok (Sumber: Freepik)

Meskipun harga rokok terus meningkat, jumlah pembelian rokok masih terus bertambah.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021 perokok dewasa meningkat signifikan sebanyak 8,8 juta perokok yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.

“Perokok di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Tahun 2011 itu masih 60,3 juta perokoknya. Pada 2021 meningkat menjadi 69,1 juta, hampir 70 juta,” ungkap Feni.

Data menunjukkan semakin dini memulai kebiasaan merokok dengan usia rata-rata 17,6 tahun. Saat ini, penggunaan tembakau pada anak muda mencapai 19,2 persen dari populasi dengan dominasi remaja putra.

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis redam kanker dengan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya