Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, amat membantu pemerintah daerah menurunkan kasus gagal tumbuh pada anak akibat kurangnya asupan gizi itu secara signifikan.
"BKKBN bisa mengundang rapat dengan wakil-wakil kepala daerah untuk khusus membahas tentang percepatan penurunan stunting di sisa waktu yang ada, serta itu merupakan strategi yang bisa kita lakukan, supaya kesenjanganya tidak terlalu banyak, dan ini merupakan alasan kita lakukan bersama,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dikutip Antara, Sabtu (22/7/2023).
Baca Juga
Hasto menuturkan, aturan terkait percepatan penurunan stunting tersebut terbukti dapat menurunkan angka stunting secara nasional, yang semula berada pada angka 24,4 persen di tahun 2021, menjadi 21,6 persen pada 2022.
Advertisement
Penurunan sebesar 2,8 persen dinilai oleh pemerintah merupakan angka yang cukup baik dalam pengentasan stunting. Capaian lain dari adanya perpres itu adalah penurunan angka stunting di Sumatera Selatan yang bisa mencapai enam persen.
“Jadi data yang bisa dipercaya lebih di provinsi daripada kabupaten karena yang di kabupaten banyak data error-nya karena sampelnya kurang banyak. Kita melibatkan semua mulai dari TNI/Polri, swasta dan perguruan tinggi,” katanya.
Peran Kepala Daerah dalam Menurunkan Stunting
Hasto melanjutkan di dalam perpres yang sama, juga sudah diatur bahwa setiap wakil kepala daerah ditugaskan menjadi ketua tim percepatan penurunan stunting (TPPS) untuk wilayahnya masing-masing. Selama memegang jabatan itu, wakil-wakil kepala daerah harus menjalankan lima pilar terkait.
Terdapat pula aturan-aturan yang melibatkan wakil bupati, wakil wakil kota sampai PKK. Hasto menekan aturan sudah terstruktur secara jelas dan baku, sehingga semua pihak diharapkan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab.
“Di antaranya membangun komitmen, komunikasi. Tapi egoisme sektoralnya masih tinggi dan mempersulit dilaksanakan pilar ini, karena kelima pilar harus berjalan semua, membangun visi dan komitmen, meningkatkan upaya perubahan perilaku artinya meningkatkan konvergensi itu mengerucut semua program diarahkan ke stunting,” katanya.
Advertisement
Dampak Buruk Stunting
Dalam kesempatannya Hasto menekankan kepada para pemimpin daerah jika stunting, lebih banyak membawa dampak buruk bagi tumbuh kembang anak yang berkepanjangan hingga usia tuanya. Hal ini dapat mempersulit pemerintah dalam mendapatkan bonus demografi.
“Pesan Bapak Presiden anak muda menjadi penentu, kita mau mendapat bonus demografi atau tidak tergantung yang muda. Jadi kalau yang umur 30 ke atas kita kejar-kejar dia tidak akan hamil tidak melahirkan lagi itu tidak begitu berpengaruh, tetapi kalau yang umur 19-25 tahun mereka menentukan mau mendapat bonus atau tidak,” ucapnya.
Target Presiden Jokowi
Kementerian Kesehatan mencatat, prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Namun presiden Joko Widodo masih belum puas. Ia menargetkan prevalensi stunting turun hingga 14% pada 2024.
“Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” ucap Jokowi.
Presiden percaya, stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis.
Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%.
Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.
Advertisement