Liputan6.com, Jakarta Pelayanan kesehatan di Indonesia disebut-sebut terancam menjadi bagian dari bisnis negara asing akibat dampak implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Bahkan juga membuka lebih banyak investasi asing.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril menanggapi, bahwa narasi terhadap dampak UU Kesehatan itu tidak akan sampai membuat pelayanan kesehatan digempur maupun dikendalikan asing.
Baca Juga
Ia justru mempertanyakan, "Pasal berapa dalam UU Kesehatan yang menyatakan dan jadi rujukannya?"
Advertisement
"Kita hati-hati juga untuk membaca, menilai narasi atau kalau yang saya sebut provokasi ya. Itu yang disebarkan lewat media sosial," terang Syahril saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 10 Agustus 2023.
"Nah, kalau membaca UU Kesehatan, itu tidak ada yang sampai seperti itu gitu lho ya (dikendalikan asing)."
Tetap Ada Keterlibatan Investor Asing
Menurut Syahril, keterlibatan investor asing tetap diperlukan dalam sebuah negara. Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Singapura pun ada investor asing yang masuk.
"Umpamanya sebuah negara itu kan tetap harus ada keterlibatan investor asing. Ya enggak mungkin lah ya satu negara enggak ada itu," katanya.
"Negara Amerika aja, Singapura, kalau enggak ada investor asing masuk, ya enggak mungkin mereka berkembang."
Investor Asing Perlu Diatur
Walau ada keterlibatan investor asing, masyarakat tak pelu cemas. Sebab, investor asing juga diatur bagaimana mereka akan melakukan investasi, misalnya, untuk membangun rumah sakit baru.
"Ya cuma ya perlu diatur (investor asing). Diaturnya begini, contoh kalau mendirikan rumah sakit, kan ada persyaratannya," Mohammad Syahril menuturkan.
"Kalau di tempat itu sudah ada rumah sakit milik Kementerian Kesehatan, milik pemerintah daerah, milik investor domestik, maka tentu tidak boleh dong membuat satu rumah sakit yang sama di situ."
Advertisement
Aturan Pembelian Alat Kesehatan di UU Kesehatan
Contoh lainnya, lanjut Mohammad Syahril, ada pengaturan yang berkaitan dengan pembelian alat kesehatan. Hal ini mesti diperhatikan karena kebijakan Pemerintah haruslah mengutamakan produk dalam negeri.
"Contoh kedua, alat kesehatan. Kan Pemerintah sudah mengatur nih, semua alat kesehatan itu ada kebijakan yang mengutamakan produk dalam negeri, maka mengutamakan produk dalam negeri dulu, baru kalau tidak ada kita keluar (impor)," imbuhnya.
"Jadi kami di Pemerintah itu enggak boleh tuh beli alat-alat yang ada di produksi dalam negeri tapi belinya malah dari luar. Itu enggak boleh tuh, anggarannya ada yang dicoret."
Harus Beli ke Luar Negeri kalau Barangnya Tidak Ada
Namun, jika ada alat kesehatan yang tidak diproduksi di dalam negeri dan benar-benar dibutuhkan, maka diizinkan untuk membeli ke luar negeri.
"Tapi kalau tidak ada dan dibutuhkan ya harus beli lah (ke luar negeri), ya kan ke mana lagi kita beli? Daripada pasiennya dikirim ke luar negeri," pungkas Syahril.
Masuknya Institusi Asing yang Akan Ambil Alih
Narasi UU Kesehatan terbaru akan berdampak terhadap pelayanan kesehatan yang terancam dikendalikan asing ini mencuat dari pendapat Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. dr. Ridha Dharmajaya, Sp.BS(K).
Dokter ilmu bedah syaraf itu menyatakan, dampak yang hadir dari UU Kesehatan adalah institusi pelayanan kesehatan tidak lagi berpikir sebagai pelayanan masyarakat, tapi berpikir sebagai satu perusahaan milik negara akhirnya.
"Kalau mereka enggak mampu gimana? Bisa hancur atau di situlah masuk institusi-institusi asing yang akan mengambil peran atau share bagi saham atau apalah," kata Prof. Ridha dalam keterangannya, Rabu (9/8/2023).
 "Akhirnya, pelayanan kesehatan di Indonesia itu adalah bagian dari bisnis negara asing."
Advertisement