Kisah Perang Jamal, Pertempuran Istri dengan Menantu Nabi Muhammad SAW

Perang Jamal atau perang unta adalah pertempuran antara pasukan istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah dengan menantunya Ali bin Abi Thalib. Pertempuran terjadi pada tahun 36 Hijriyah atau 656 Masehi di wilayah Basra, Irak.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 25 Okt 2022, 16:30 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2022, 16:30 WIB
Ilustrasi Perang Umat Islam
Ada 5 perang besar dan bersejarah yang terjadi selama bulan Ramadan (Liputan6/Istock)

Liputan6.com, Bogor - Perang Jamal atau perang unta adalah pertempuran antara pasukan istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah dengan menantunya Ali bin Abi Thalib. Pertempuran terjadi pada tahun 36 Hijriyah atau 656 Masehi di wilayah Basra, Irak.

Timbulnya peperangan bermula dari tragedi pembunuhan pada khalifah Utsman bin Affan. Utsman terbunuh saat membaca Al-Qur’an. 

Mengutip berbagai sumber, Ali bin Abi Thalib naik menjadi khalifah menggantikan Utsman. Di awal kepemimpinannya, Ali dituntut untuk mengusut pembunuhan terhadap Utsman. 

Bagi Aisyah, pengangkatan Ali sebagai khalifah sejatinya dilakukan ketika pembunuh Utsman telah ditemukan dan diadili. Namun karena sudah dilakukan, sosok yang lantang mengkritik kepemimpinan Utsman ini akhirnya menuntut ditegakkannya qishash (pembalasan).

Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang pergi ke Makkah untuk melaksanakan umrah bertemu dengan Aisyah. Kedua sahabat nabi ini ikut kubu Aisyah untuk menuntut Ali mengusut pembunuhan Utsman.

Ali memahami tuntutan dari para sahabat juga istri nabi. Namun persoalannya, kondisi Ali sedang terjepit sehingga qishash ditangguhkan. 

Menurut Ali, hukum qishash dapat ditegakkan apabila situasi sudah tenang dan kaum muslimin bersatu dalam pemerintahan yang kokoh. Saat itu memang Ali ingin membentuk kekuatan dari kaum muslimin. Ia tak ingin ceroboh dalam menegakkan qishash.

Di sisi lain, Ali mendapat pengaduan dari pihak keluarga ahli waris Utsman. Sementara pihak kabilah pembunuh Utsman tetap akan membela anggota kabilahnya meskipun terbukti melakukan pembunuhan. 

Pada akhirnya penegakan hukum qishash akan menimbulkan peperangan antar kabilah dari keluarga penuntut dengan kabilah dari keluarga terdakwa. Perbedaan pandangan inilah yang memicu terjadinya perang.

Menurut sumber lain, peperangan juga tidak terlepas dari adu domba yang dilakukan antara pasukan Aisyah dengan Ali bin Abi Thalib. Hingga akhirnya peperangan antara ibu mertua dengan menantunya pun terjadi.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Banyak Korban

Perang antara kubu Aisyah dengan Ali akhirnya terjadi di wilayah Basra, Irak. Ali bin Abi Thalib sebenarnya berharap perang tidak jadi dilakukan, namun pertempuran tersebut tidak dapat dielakkan.

Ali kepada pasukannya menyatakan perang dimulai. Ia pun memperingati pasukannya untuk tidak menyerang lebih dahulu, tidak membunuh yang terluka, tidak melukai anak-anak dan wanita, dan ketentuan-ketentuan lainnya. 

Sementara pasukan Aisyah sudah siap dengan peperangan ini. Aisyah yang menunggangi unta sudah lengkap dengan perlengkapan peperangannya. 

Kemudian hari peperangan ini disebut perang unta, karena banyak pasukan yang menunggangi unta saat peperangan. Ada pula yang menyebut pertempuran ini disebut perang unta karena Aisyah menunggang unta berambut merah sehingga sangat diingat pada masa setelah-setelahnya.

Peperangan ini menimbulkan ribuan kaum muslimin yang gugur. Thalhah dan Zubair yang merupakan sahabat nabi turut meninggal dunia. 

Perang Jamal dimenangkan oleh  Ali bin Abi Thalhah. Bersama pengikutnya, Ali mengurusi para korban perang, menyalati, hingga menguburkannya. 

Aisyah sementara diamankan. Kemudian dipulangkan ke Makkah secara terhormat. 

Istri Nabi Muhammad SAW ini menyesali perbuatannya karena terlibat dalam peperangan. Ia pun mulai terbuka matanya bahwa ada pihak-pihak yang memprovokasi agar perang terjadi, padahal seharusnya perang ini dapat dihindari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya