Liputan6.com, Jakarta - Fenomena penjual es teh asal Magelang yang diduga dihina profesinya oleh salah seorang pendakwah kondang masih menjadi perhatian masyarakat. Banyak yang mengecam tindakan seorang pendakwah tersebut meskipun sudah minta maaf ke publik.
Dari fenomena tersebut yang sempat viral dan menghebohkan jagat maya, muslim dapat mengambil banyak hikmah dan pelajaran yang sangat penting. Setidaknya soal pentingnya menjaga lisan agar tidak mudah berkata kotor dan caci maki.
Advertisement
Menggunakan lisan dengan bijak tidak hanya ketika bertemu orang secara langsung, tapi juga ketika membuat komentar atau cuitan di media sosial. Di era digital, sering ditemukan kata-kata yang mengolok-olok orang lain bahkan mencaci maki mereka.
Advertisement
Baca Juga
UAH Tegaskan Tak Galang Dana untuk Penjual Es Teh Sunhaji: Itu Bukan Akun Kami
UAH Akhirnya Buka Suara soal Ditunjuk jadi Utusan Khusus Presiden Gantikan Miftah Maulana
Top 3 Islami: Kisah Santri Mbah Kholil Bangkalan Menang Berkelahi meski Salah Amalkan Doa Akikah, Penyebab Hidup Miskin Menurut Gus Baha
Sebagai muslim, kita harus berhati-hati dalam menggunakan lisan. Sebagai pengingat, khatib dapat menyampaikan khutbah Jumat pekan ini terkait pentingnya menjaga lisan di era sekarang.
Untuk materinya, khatib dapat menggunakan naskah khutbah Jumat berikut. Naskah khutbah Jumat ini dinukil dari laman NU Jabar berjudul asli, 'Khutbah Jumat: Mari Jagalah Lisan Kita dari Mencaci'. Semoga bermanfaat.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. ـ أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: ٥٨)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Di antara maksiat lisan adalah mencaci seorang Muslim, melaknatnya, melecehkannya, dan mengatakan setiap perkataan yang menyakiti hatinya tanpa ada sabab syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syariat). Baginda Rasulullah saw bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Maknanya: Mencaci seorang Muslim adalah kefasikan, (HR al-Bukhari).
Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan karena ia tergolong dosa besar.
Sedangkan melaknat artinya adalah mencaci orang lain serta mendoakannya agar dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah. Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang Muslim hukumnya dosa besar.
Baginda Rasulullah saw dengan tegas menyatakan:
لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: Melaknat seorang Mukmin serupa dengan membunuhnya, (Muttafaqun ‘alaih).
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat seseorang Mukmin yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi saw:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيْءِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)
Maknanya: Seorang Mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yang berkata keji dan kotor, (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain).
Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah saw dengan tegas bersabda:
إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Maknanya: Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain karena takut akan perkataan keji dan kotornya, (HR al-Bukhari).
Sebaliknya, Mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi saw bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, (Muttafaqun ‘alaih).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Lidah bisa menjadi bencana bagi diri sendiri, karena jika tidak hati-hati, ucapan-ucapan yang haram dan mengandung dosa akan meluncur dari lidah kita. Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah adalah nikmat yang agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.”
Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri. Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.
Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah saw:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam, (Muttafaqun ‘alaih).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Mas’ud ra mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Maknanya: Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya, (HR ath-Thabarani).
Sahabat Nabi yang lain, Mu’adz bin Jabal ra suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah saw: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah saw lalu bertanya balik:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)
Maknanya: Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?, (HR at-Tirmidzi).
Baginda Nabi juga menasihatkan:
إِنَّكَ لَمْ تَزَلْ سَالِمًا مَا سَكَتَّ فَإِذَا تَكَلَّمْتَ كُتِبَ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Maknanya: Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun jika engkau telah berbicara, maka ucapanmu akan bermanfaat bagimu atau membahayakanmu, (HR ath-Thabarani).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam sebuah peribahasa dikatakan: “Terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik.” Artinya perkataan yang tajam kerap kali menjadikan celaka diri dan tidak dapat ditarik kembali. Sebab itu jika orang hendak berucap, hendaklah dipikirkan lebih dahulu. Sangat penting bagi kita untuk berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum berkomentar. Berpikir sebelum menulis di medsos. Tulisan adalah salah satu dari dua lisan kita.
Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada pula mudaratnya di sisi yang lain, maka kita mengikuti prinsip: mencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik maslahah.
Saring sebelum sharing. Tidak setiap yang terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari. Jangan mengomentari sesuatu yang kita tidak ada ilmu tentangnya. Alih-alih komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan memperuncing masalah.
Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
Marilah kita jaga persatuan dan kesatuan. Jangan beri peluang sedikit pun kepada para pengadu domba untuk menceraiberaikan kita. Tahan setiap ucapan atau komentar yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan.
Jauhkan lisan kita dari sumpah serapah, mencaci, memaki, mencela, menista, mengejek, melaknat, mengutuk, menghina, mengolok-olok, melecehkan, merendahkan, mencibir, mencemooh, menjelekkan, menghasut, menggunjing, mengadu domba dan memfitnah. Ingat, setiap apa yang kita ucapkan, lakukan dan yakini akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Allah ta’ala berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (النور: ٢٤)
Maknanya: Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan, (QS an-Nur: 24).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Advertisement