Kracak, Keong Sawah dengan Bumbu Rempah nan Nikmat

Di Purwokerto, ada pusat jajanan yang menyuguhkan Kracak, keong sawah yang diolah dengan kuah berbumbu rempah.

oleh Liputan6 diperbarui 17 Jul 2013, 21:15 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2013, 21:15 WIB
kracak-keong-sawah-130717c.jpg
Mudik melintasi Purwokerto dan ingin menikmati camilan unik khas kota Satria tersebut? Coba saja sambangi Jalan Kesehatan, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Di dalam jalan selebar 2 meter itu ada pusat jajanan yang masih menyuguhkan kracak, keong sawah yang diolah dengan kuah berbumbu rempah-rempah. Rasanya? Nikmat!

Kenyal, serupa kerang rebus. Itulah kesan pertama yang didapatkan Tim Journey of Ramadan saat menikmati seporsi kracak. Meski basah karena berkuah, rempah terdiri dari kamijara atau serai, daun salam, laos, kunir, bawang, kemiri, garam, dan cabai.

"Bumbunya harus diuleg, baru digongseng (digoreng) sampai biar rasanya lebih sedap. Bumbu ini gunanya juga untuk bikin keong nggak amis," kata penjual kracak, Agus, di Pasar Pereng, Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (16/7/2013).

Agus menuturkan, cabai merupakan elemen terpenting dari bumbu kracak. Sebab, warna merah yang ditonjolkan dari cabai rawit menjadi pengingat tersendiri bagi penikmat kracak. "Tapi cabai rawit sekarang lagi mahal, jadi dikurangi penggunaannya," jelas pria yang sudah 15 tahun berjualan kracak ini.

Untuk mendapat rasa yang lezat, Agus menuturkan harus merendam, menyikat, mengetok cangkang, dan merebus satu jam lamanya. "Tandanya kalau sudah matang, itu daging keongnya keluar sendiri.  Kadang memang ada yang susah keluar, mungkin kurang lama rebusnya. Jadi kalau lama rebusnya bisa lepas sendiri," kata Agus.

Hal menarik lain adalah cara makan kracak yang disedot langsung dari cangkang keong sawah itu. "Asyiknya orang makan keong itu disedot. Ini seninya. Kalau saya jual isinya saja malah nggak laku. Justru karena seninya itu pada suka kracak," jelasnya.

Keong sawah tersebut diakui Agus dipasok pengepul langganan Agus asal Demak, Semarang, dan Kudus. Setiap 3 hari, dirinya mendapatkan kiriman sebesar 100 kg. "Keong yang asli itu kan susah sekarang. Di Purwokerto, nggak ada yang mengembangkan. Ada sih, tapi sudah campur keong yang rumahnya warna emas. Jadi sudah tidak enak lagi," jelasnya.

Saat bulan puasa, Agus mengaku dirinya malah mendapat banyak untung. Saat Ramadan ini dirinya dapat menjual hingga 50 kg. "Padahal kalau harian nggak sampai 20 kg. Ya, alhamdulillah pengaruh sama untung, berkah Ramadan," jelas Agus. (Ali/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya