3 Penyair dan Karya Puisi tentang Palestina yang Menyayat Hati

Subcomandante Marcos pernah berkata, ada yang lebih tajam dari sekadar sebutir peluru, baginya kata adalah senjata.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 17 Mei 2021, 10:16 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 17:10 WIB
Palestina
Art Work: Pidi Baiq

Liputan6.com, Jakarta Subcomandante Marcos, seorang pemberontak Meksiko yang selalu menginginkan keadilan, pernah menulis puisi, "Ada yang lebih tajam dari sekadar sebutir peluru. Lebih mematikan dibandingkan racun. Lebih cepat dari sebutir peluru tajam. Lebih dari itu, Baginya kata adalah senjata." Kata-kata terlebih sebuah puisi sejak lama digunakan para penyair untuk menyampaikan protes dan mengutuk ketidakadilan yang terjadi. Tiga penyair Tanah Air ini dikenal sebagai sastrawan yang gemar membicarakan tentang Palestina ke dalam karya-karya puisinya. 

Berikut tiga penyair Tanah Air dan karya puisinya tentang Palestina yang menyayat hati, seperti yang disusun tim Liputan6.com, Senin (24/7/2017).

Taufik Ismail

Dalam sejarah sastra Indonesia, Taufik Ismail masuk dalam daftar sastrawan angkatan 66. Karya-karya puisinya banyak menceritakan tentang kemanusiaan, termasuk konflik kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Karya monumentalnya tertulis dalam satu buku berjudul Tirani dan Benteng, yang menceritakan tentang pergolakan yang terjadi saat peralihan zaman Orde Lama ke Orde Baru.

Pada 2016, saat diundang dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI), dirinya membacakan puisi tentang Palestina yang mendapat sambutan hangat dari peserta KTT OKI. Berikut salah satu puisi Taufik Ismail tentang Palestina.

Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu

Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.

Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.

Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi airmataku.

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu

Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.

Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kamipun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi

‘Allahu Akbar!’ dan ‘Bebaskan Palestina!’

Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangit resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘laquwwatta illa bi-Llah!’

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmuTanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribuTapi azan Masjidil Aqsha yang merduSerasa terdengar di telingaku.

 

Simak Video Pilihan:

Helvy Tiana Rosa

Helvy Tiana Rosa merupakan salah satu sastrawan perempuan Indonesia yang banyak mengangkat persoalan hak-hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Palestina.

Sastrawan serba bisa yang telah menerima segudang penghargaan ini bersama komunitasnya kerap menggelar acara “Solidaritas Sastra untuk Palestina”. Salah satu puisinya tentang Palestina yang menyayat hati adalah "Apakah Sampai Padamu Berita tentang Palestina?" Berikut bunyi puisi tersebut seutuhnya.

Kabar apakah yang sampai padamu tentang Palestina?

Apakah sampai padamu berita tentang rumah-rumah yang dihancurkan tanah-tanah meratap berpindah tuan, bahkan manusia yg dibuldozer? Apakah sampai padamu berita tentang airmata yang tumpah dan menjelma minuman sehari hari tentang jadwal makan yang hanya sehari sekali atau listrik yang menyala cuma empat jam sehari?

Apakah sampai padamuberita tentang kanak-kanak yang tak lagi berbapak tentang ibu mereka yang diperkosa atau diseret ke penjara? Para balita yang menggenggam batu dengan dua tangan mungil mereka menghadang tentara zionis Israel lalu tangan kaki mereka disayat dan dibuntungi 

Apakah sampai padamu berita tentang masjidil Aqsha di halamannya menggenang darah dan tubuh-tubuh yang terbongkar Peluru yang berhamburan di udara menyanyikan lagu kematian menyayat nadi kekejaman yang melebihi fiksi dan semua film yang pernah kau tonton di bioskop dan televisi Kebiadaban yang mahanazi Tapi orang-orang di negeriku masih saja mengernyitkan kening:“Palestina? Untuk apa memikirkan Palestina? Persoalan di negeri sendiri menjulang!" 

Mereka bersungut-sungut tak suka Membatu, tak jarang terpengaruh menuduh pejuang kemerdekaan Palestina yang membela tanah air mereka sendiri sebagai teroris! Duhai, maka kukatakan pada mereka:Tanpa abai pada semua persoalan di negeri ini Atas nama kemanusiaan: menyala-lah! Kita tak bisa hanya diam menyaksi pagelaran mahanazi sambil mengunyah menu empat sehat lima sempurna dan bercanda di ruang keluarga kita tak bisa sekadar menampung pembantaian pembantaian itu dalam batin atau pura-pura tak peduli Seorang teman Turki berkata:mereka yang membatasi ruang kemanusiaan dengan batas-batas negara-sesungguhnya belum mengerti makna kemanusiaan

Hai Amr Moussa tanyakan pada Liga Arab belum tibakah masanya bagi kalian bersatu, membuka hati, berani berhenti mengamini nafsu Amerika yang seharusnya kita taruh di bawah sepatu? Hai Ban Ki Moon, apakah Perserikatan Bangsa Bangsa itu nyata? Sebab tak pernah kami dengar PBB mengutuk dan memberi sanksi pada mahanazi teroris zionis Israel yang pongah melucuti kemanusiaan dan keberadaban dari wajah dan hati dunia Apakah kalian, apakah kita tak malu 

Pada para syuhada flotilla, Rachel Corrie, Yoyoh Yusrohdan George Galloway? Karena sesungguhnya kita bisa melakukan sesuatu:menyebarkan tragedi keji ini pada hati hati yang bersih, memberi meski sedikit apa yang kita punya dan mendoakan Palestina 

Apakah sampai padamu, berita tentang mahanazi itu? Tentang Palestina yang bersemayam kokoh di hati mereka yang diberi kurnia? Seperti cinta yang tak bisa kau hapus dari penglihatan dan ingatan, airmata, darah, dan denyut nadi manusia: Lawan Mahanazi!

Asep Sambodja

Aktif sebagai jurnalis sejak 1988, Asep Sambodja telah melakoni profesi wartawan di banyak media Tanah Air. Namun, pada 2005 dirinya lebih memilih berprofesi sebagai dosen Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia.

Pada usianya yang ke-43, Asep Sambodja meninggal dunia, tapi karya-karya puisinya yang kerap membicarakan tentang kemanusiaan terus bergaung hingga saat ini, termasuk tentang Palestina dan mendiang Munir. Berikut puisi Asep Sambodja tentang Palestina.

Palestina! Palestina!

aku melihat palestina yang terluka dan berdarah lagi israel baru saja mengirim pesawat pembom F16 yang berisi malaikat pencabut nyawa ke jalur gaza hingga 870 orang mati di gaza city aku melihat palestina terluka teramat dalam oleh tentara-tentara ehud olmert, ehud barak, dan tzipi livni dan 3.000 orang terluka lagi bermandi darah lagi tahun baru membawa luka baru meski yasir arafat dan isaac rabin pernah bersalaman di depan bill clinton di tahun 1993 tapi apa arti salam-salaman simbolik itu? apa arti senyum simbolik amerika itu? 

mahmoud abbas, apa katamu setelah ratusan jiwa mati lagi? ismail haniyah, haruskah ada yang mati lagi? perang ini mengisi sejarah sepanjang hidupku sebelum aku lahir hingga kiamat nanti perang ini akan terjadi lagi dan lagi dan lagi…masih mujarabkah doa? masih berartikah airmata? aku tak habis pikir kenapa PBB tak mengirimkan pasukan perdamaian di jalur gaza, tepi barat,dan yerusalem? Kenapa?

Infografis

Infografis Israel melanggar hukum internasional
Infografis Israel melanggar hukum internasional (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya