Cerita Akhir Pekan: Masihkah Ada Harapan di Dunia Teater Indonesia?

Dunia teater Indonesia punya banyak orang kreatif dan berbakat, tapi masih tertinggal dari negara lain, termasuk Malaysia. Apa penyebabnya?

oleh Henry Hens diperbarui 23 Mar 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2019, 08:30 WIB
[Fimela] Pementasan Teater Musikal Puisi-Puisi Cinta
Pementasan Teater Musikal Puisi-Puisi Cinta (Adrian Putra/Fimela.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai salah satu cabang kesenian, teater merupakan seni pertunjukan yang multifungsi, yaitu bisa sebagai media pendidikan, pembentukan karakter, dan pencerahan bagi masyarakat. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Prancis, dunia teater mereka juga sangat maju dan berkembang dengan baik.

Lalu bagaimana di Indonesia? Negeri ini punya banyak grup teater ternama dan sudah melahirkan nama-nama besar di dunia hiburan. Tapi, perkembangan dunia teater tak bisa dibilang menggembirakan.

Para pekerja teater kerap terbentur persoalan biaya setiap kali memproduksi sebuah pertunjukan. Tak jarang mereka justru harus menutupi kekurangan biaya produksi dengan uang mereka sendiri. Padahal, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah pertunjukan teater termasuk sangat besar. Apa penyebabnya?

Tentu ada banyak faktor. Salah satunya, menurut tokoh senior teater Indonesia, Jose Rizal Manua, adalah karena teater belum dibutuhkan di Indonesia.

"Belum ada kesadaran masyarakat kalau teater ini bisa membentuk kepribadian yang kreatif. Lalu bisa menghadirkan ruang-ruang imajinasi yang bisa memberikan pencerahan agar masyarakat berpikir maju," ujar Jose Rizal Manua.

Pendiri Teater Tanah Air itu menambahkan, kurangnya perhatian pemerintah dan swasta, serta minimnya infrastruktur penunjang turut memperparah kondisi ini. Selain itu, tingginya harga sewa gedung pertunjukan, besarnya pajak, membuat para seniman teater harus kerja esktra keras.

Pendapat senada diungkapkan Garin Nugroho. Sutradara film layar lebar yang juga cukup aktf di bidang teater ini mengaku kecewa karena kurangnya dukungan pemerintah maupun pihak lainnya. Padahal, banyak bakat dan potensi di negeri ini.

"Kita punya banyak sumber daya manusia terutama anak muda yang berbakat dan punya semangat tinggi, tapi ruang tumbuh tidak sebanding. Banyak halangan yang ditemui, dari segi fasilitas maupun kreativitas," tutur Garin pada Liputan6.com, saat ditemui di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Industri kreatif teater di Indonesia belum tumbuh seperti di negara maju. Jangankan dengan Amerika Serikat atau Eropa, dengan Malaysia pun kita masih ketinggalan.

Pemerintah Malaysia membebaskan biaya sewa gedung dan mengizinkan grup teater mengambil semua keuntungan penjualan tiket tanpa dipotong pajak. Mereka justru memberikan insentif kepada para seniman teaternya.

Walaupun menghadapi banyak kendala, pelaku teater di Indonesia tetap gigih memproduksi teater minimal satu sampai dua kali dalam setahun. Hal ini dilakukan karena mereka meyakini teater sebagai sarana pencerahan bagi masyarakat.

Pekerjaan Sampingan

[Fimela] Garin Nugroho
Garin Nugroho (Bambang E. Ros/Fimela.com)

Dengan frekuensi pementasan yang bisa dihitung dengan jari dalam setahun, banyak yang menjadikan bidang teater sebagai pekerjaan atau profesi sampingan. Para pelaku teater lebih memilih mencari tambahan penghasilan di bidang lain yang lebih bernilai komersil.

Contohnya saja Teater Koma yang sudah mendunia saja masih bukan bertujuan mengambil untung dari setiap pementasan. Itu karena sebagain besar pemain mereka mempunyai pekerjaan lain di luar teater. Lain lagi teater musikal yang bujetnya biasanya lebih besar dan butuh penyandang dana atau sponsor yang kuat.

Pementasan teater yang menampilkan nama-nama terkenal tentu lebih mudah mencari sponsor, beda dengan kelompok teater yang masih belum punya nama atau menampilkan materi yang dianggap kurang nge-pop.

"Itu yang membuat dunia teater kita tertinggal jauh dari negara lain seperti Eropa dan Amerika. Di sana teater sudah menjadi industri, mereka banyak menggelar pertunjukan dan para pelakunya orang profesional semua, bukan sekadar pekerjaan sampingan," jelas Garin.

Menurut sutradara kelahiran 57 tahun lalu itu, masih banyak yang harus dibenahi dari dunia teater kita agar bisa berkembang lebih baik lagi. Pihak pemerintah misalnya, harus lebih memperhatikan dunia seni terutama teater, seperti menyediakan tempat atau fasilitas yang lebih baik lagi serta mengurangi atau bahkan menghapus biaya administratif yang dirasa kurang perlu.

Lalu, jangan hanya fokus pada pertunjukan teater yang bersifat massal atau populer saja. Grup-grup teater yang belum dikenal tapi menyajikan pertunjukan dan cerita yang menarik dan menyajikan kekayaan budaya Indonesia juga perlu diperhatikan.

Selain itu, para insan teater juga harus mengkaji dan mencari jalan keluar dari berbagai masalah dan kendala yang mereka hadapi, mulai dari soal tempat, fasilitas, kinerja sampai regenerasi. Beragam permasalahan yang dihadapi dunia teater Indonesia, sangat berdampak pada regenerasi yang berjalan lambat.

Pelaku dan grup teater masih itu-itu saja, Kalaupun ada anak muda yang berkiprah, biasanya hanya sebagai batu loncatan untuk terjun ke bidang seni yang dianggap lebih komersil seperti film atau televisi. Pemerintah juga bisa berperan penting dengan memasukkan teater ke dalam kurikulum pendidikan

 

Tetap Optimistis

Panggung Ruang Kreatif
Khafidz kelompok Institute Tinggang Borneo Theater menjadi Orang Utan (dok.istimewa)

Hal tersebut diyakini mampu secara perlahan membentuk kepribadian manusia Indonesia yang lebih berbudaya. Dengan begitu mereka bisa meningkatkan level apresiasi seni teater di Indonesia.  Garin menyebut percepatan teknologi baru menimbulkan gegar budaya teknologi sehingga sulit beregenerasi.

Untuk itu, tugas utama pihaknya sebagai insan teater adalah merekatkan dengan workshop dan memberikan apresiasi pada anak-anak muda, sehingga tidak menimbulkan sejarah yang terputus.

"Kita ambil bagian untuk mendorong ruang-ruang pertumbuhan itu. Saat ini termasuk era komunitas, tapi ruang tumbuh mengekspresikan sangat minim dan harus diseimbangkan, salah satunya melalui teater," ucapnya.

Meski menghadapi berbagai permasalahan, Garin tetap optimistis dan tetap berkiprah di dunia teater. Bahkan di tahun ini, ia sudah menyiapkan pentas teater di Indonesia dan Singapura yang membuatnya harus vakum sejenak dari dunia film. Selain itu, masih ada sejumlah pihak terutama sponsor yang berani berinvestasi di bidang teater.

Contohnya, program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia yang menggandeng Institute Tingang Borneo Theater (ITBT). Kelompok ini tampil di Galeri Indonesia Kaya di Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada akhir pekan lalu. Garin Nugroho menjadi salah satu mentor bersama para seniman teater lainnya seperti Eko Supriyanto dan Nano Riantirano.

"Pertunjukan seperti ini membuat kita lebih tahu tentang kekayaan budaya kita yang selama ini belum banyak diketahui. Dengan digelar di gedung seni di mal seperti ini, tentu diharapkan bisa lebih menarik perhatian banyak orang, terutama anak muda pada dunia teater," kata Garin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya