Menjelajah Keindahan Desa Wisata Kampung Tobati

Desa Wisata Kampung Tobati memiliki potensi alam yang patut dijelajahi lebih dalam.

oleh Putu Elmira diperbarui 18 Apr 2022, 08:05 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2022, 08:05 WIB
Jembatan Holtekamp, Kota Jayapura
Jembatan Holtekamp, di Kota Jayapura yang juga disebut jembatan Youtefa atau jembatan merah Jokowi. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta - Desa Wisata Kampung Tobati menjadi salah satu destinasi yang memiliki beragam potensi. Desa wisata ini terletak di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua.

Dikutip dari Jejaring Desa Wisata (Jadesta) Kemenparekraf, Minggu, 17 April 2022, nama desa wisata ini diambil dari kata "tab" yang berarti matahari dan badic (naik atau terbit). Suku Tobati yang mendiami kampung ini memiliki kepercayaan pada leluhur mereka bahwa orang-orang tua masa lalu menyatu dengan alam dan matahari dianggap sebagai Tete Manis atau Yang Maha Kuasa.

Kampung ini kerap disebut mirip dengan Bora-Bora di Polinesia. Kampung Tobati berada di Teluk Youtefa dan di kampung ini wisawatan dapat menjalankan beragam aktivitas, dari ekowisata bakau, mengunjungi situs prasejarah, mengunjungi beberapa objek wisata, menyaksikan aktivitas masyarakat, dan tak lupa mencicipi kuliner yang khas.

Orang Tobati terdiri dari 12 suku dan hingga kini masih mempertahankan kampung nenek moyang mereka di kawasan Yotefa, Kota Jayapura, Papua. Saat ini hanya ada 48 keluarga yang mendiami rumah-rumah moyang mereka itu dan sebagian besar lainnya tinggal di wilayah daratan, antara lain di Hamadi, Entrop, dan Kotaraja.

Di Kampung Tobati ada sebuah area yang disebut Lapangan Timbul Tenggelam. Keunikan area ini tertutupi oleh air saat pasang dan kembali muncul ketika air surut.

Pada saat muncul, pengunjung bisa berjalan-jalan dan berkegiatan di area berpasir putih tersebut. Tak jauh dari sana, ada Pulau Metu Debi yang jadi destinasi wisata rohani, sejarah, dan alam. Kampung Tobati sendiri adalah pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Jayapura.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kampung Tobati

Papua
Pemandangan Teluk Youtefa dari atas Bukit Jokowi. (Liputan6.com / Yulika Anastasia)

Selanjutnya, wisatawan dapat melihat-lihat bangunan rumah adat, yakni Kariwari yang berbentuk limas dengan tinggi 20-30 meter. Rumah adat ini dulunya berfungsi sebagai kantor kepala adat.

Sedangkan untuk tempat tinggal, ada rumah adat Sway. Meski keduanya berbentuk serupa, pada bagian dalam rumah Sway terdiri dari ruangan untuk kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan halaman belakang.

Ada pula situs prasejarah Gunung Srobu dengan kondisi alam berupa bukit berkontur mulai dari landai hingga terjal dan terbentuk dari batu gamping koral. Di situs ini banyak ditumbuhi tanaman beringin, kayu besi, matoa, sarang semut, anggrek, kayu besi, dan kelapa.

Ada beberapa peninggalan megalitik yang ditemukan di situs ini, yaitu menhir, dolmen, punden berundak, batu temugelang, dan struktur batu bekas pemukiman. Banyak pula ditemuakan fragmen gerabah dan cangkang kerang di beberapa titik. Balai Arkeologi Papua juga menemukan beberapa arca peninggalan manusia prasejarah.

Arca berukir motif manusia ditemukan di areal pemakaman. Penemuan arca tersebut menunjukkan peradaban yang sangat tinggi pada masanya. Dari detail setiap motif ukiran, diperkirakan masyarakat Srobu telah hidup pada 1.720 tahun yang lalu atau sejak abad ke-3 atau ke-4.

Rumah Kariwari

Museum Asmat
Bentuk Museum Asmat yang mengadopsi gaya rumah Kariwari

Kariwari adalah rumah adat yang dihuni oleh suku Tobati-Enggros yang tinggal di tepi Danau Sentani, Jayapura. Rumah ini menjadi rumah khusus laki-laki yang berumur sekitar 12 tahun.

Ia mencari pengalaman hidup dan mencari nafkah setelah mereka menikah. Mereka diajarkan menjadi laki-laki yang tangguh, kuat dan bertanggung jawab serta berani.

Rumah ini memiliki bentuk segi delapan yang menyerupai limas. Bentuk tersebut dirancang dengan tujuan untuk menahan hembusan angin yang kuat.

Sedangkan, atapnya berbentuk kerucut. Menurut kepercayaan masyarakat disana adalah untuk mendeekatkan diri kepada leluhur. 

 

Taman Wisata Alam Teluk Youtefa

Teluk Youtefa, menjadi salah satu lokasi pertahanan tentara Jepang dari serangan sekutu. Saat itu Teluk Youtefa telah ramai, terlebih dibangunnya Jembatan Youtefa yang diresmikan Presiden Jokowi pada pertengahan 2019. (Foto: Katharina Janur/Liputan6.com)
Teluk Youtefa, menjadi salah satu lokasi pertahanan tentara Jepang dari serangan sekutu. Saat itu Teluk Youtefa telah ramai, terlebih dibangunnya Jembatan Youtefa yang diresmikan Presiden Jokowi pada pertengahan 2019. (Foto: Katharina Janur/Liputan6.com)

Taman Wisata Alam Teluk Youtefa terhampar di wilayah garis pantai kota Jayapura yang terletak di teluk kecil yang berada di dalam teluk Yos Sudarso. Taman Wisata ini diapit oleh dua buah tanjung yang menjorok dari samping kiri, yakni tanjung Pie dan Tanjung Saweri di samping kanan.

Ini hanya dipisahkan oleh selat kecil yang lebarnya sekitar 300 meter yang disebut dengan Selat Tobati. Sekaligus merupakan pintu masuk dan keluar Teluk Youtefa dari arah laut (Teluk Yos Sudarso).

Di dalam Taman Wisata Alam ini terdapat hutan mangrove dan beberapa hutan sagu. Terdapat pula dua aliran sungai yang bermuara pada Taman Wisata Alam Teluk Youtefa yaitu sungai Acai dan sungai Entrop dengan lebar sekitar 20 meter.

Teluk Youtefa dengan dua pulau cantik yang terletak di tengahnya, yakni Pulau Tobati dan Engros. Terdapat pula Lapangan Timbul Tenggelam. Disebut lapangan timbul tenggelam karena lapangan ini hanya akan nampak saat air sedang surut dan hilang jika air sedang pasang.

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya