Liputan6.com, Jakarta - Gerak perempuan Afghanistan makin dihambat. Mereka bahkan dilarang memasuki taman bermain yang semestinya hak untuk semua orang setelah Kementerian Moralitas yang dibentuk Taliban menyatakan akan membatasi akses perempuan ke taman-taman publik.
Meski baru rencana, pelaksanaannya di lapangan sudah diterapkan. Perempuan sudah dilarang memasuki taman bermain sejak pekan ini. Taliban berdalih larangan itu lantaran banyak tempat melanggar kewajiban untuk memisahkan area antara lelaki dan perempuan di tempat publik.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam 15 bulan terakhir, kami berusaha yang terbaik untuk mengatur dan menyelesaikannya – dan bahkan menentukan hari-harinya," kata Mohammad Akif Sadeq Mohajir, juru bicara Kementerian Pencegahan Kejahatan dan Promosi Kebajikan.
"Tapi tetap saja, di beberapa tempat – pada kenyataannya, kita harus mengatakan di banyak tempat – aturan itu dilanggar," katanya kepada AFP, dikutip dari The Guardian, Jumat (11/11/2022). "Ada pencampuran [laki-laki dan perempuan], jilbab tidak diperhatikan, itu sebabnya keputusan diambil untuk saat ini."
Taliban juga melarang perempuan menggunakan fasilitas kamar mandi umum di provinsi utara. Kabar tersebut disambut kekecewaan oleh kaum perempuan dan operator taman bermain yang telah berinvestasi besar dalam membangun fasilitas tersebut.
"Tidak boleh bersekolah, tidak boleh bekerja... Kami semestinya punya tempat untuk bersenang-senang," kata seorang perempuan yang meminta disebut sebagai Wahida saat dia mengawasi putrinya bermain di taman melalui jendela yang terhubung dengan restoran.
"Kami bosan dan muak hanya berada di rumah sepanjang hari, pikiran kami lelah," ia menyambung, kepada AFP.
Tak Sesuai Syariat Islam
Kekecewaan yang sama dilontarkan oleh Raihana, perempuan berusia 21 tahun yang duduk di samping Wahida. Mahasiswi yang mempelajari hukum Islam itu hendak menghabiskan waktu di taman bermain bersama saudarinya saat mereka dilarang masuk.
"Kami sangat menantikannya... kami lelah tinggal di rumah," ujarnya.
"Jelas-jelas dalam Islam, kami diperkenankan keluar rumah dan mengunjungi taman. Ketika Anda tak memiliki kebebasan di negerimu sendiri, lalu apa artinya tinggal di sini?"
Aturan tersebut jelas membuat bisnis taman hiburan lesu. Beberapa mil dari taman bermain tersebut, bianglala dan kebanyakan wahana di Taman Bermain Zazai yang menawarkan pemandangan Kabul dari ketinggian, mendadak harus berhenti beroperasi karena kekurangan pengunjung.
Sebelum larangan diberlakukan, tempat itu menyambut ratusan pengunjung setiap harinya dari para perempuan yang membawa anak-anak mereka untuk kumpul keluarga. Di hari Jumat dan hari libur lainnya bahkan jumlah pengunjung yang mendatangi taman itu bertambah karena tempat itu satu-satunya atraksi wisata yang ada di ibu kota Afghanistan.
Advertisement
Terancam Tutup
Habib Jan Zazai, salah satu pengembang kompleks taman bermain itu telah mengeluarkan 11 juta dolar AS untuk mendanai bisnis tersebut. Dengan aturan baru Taliban, ia terancam harus menutup bisnisnya yang kini mempekerjakan lebih dari 250 orang.
"Tanpa para perempuan, anak-anak tidak akan datang sendirian," ujarnya. Terbukti, pada Rabu, 9 November 2022, hanya segelintir pria yang datang ke tempat itu hanya berputar-putar saja.
Dia khawatir dekrit semacam itu akan menghambat investasi dari orang asing atau warga Afghanistan yang tinggal di luar negeri, serta mempengaruhi pendapatan negara. "Pemerintah dijalankan oleh pajak. Jika seorang investor tidak membayar pajak, lalu bagaimana mereka bisa menjalankan negara?"
Mohammad Tamim, 20, menyeruput teh di taman selama kunjungan dari Kandahar, tempat dia mengajar di sebuah madrasah, menyebut larangan itu sebagai 'berita buruk'. "Setiap manusia secara psikologis perlu dihibur," katanya. "Muslim perlu dihibur – terutama setelah 20 tahun perang."
Segala larangan yang dikeluarkan itu melanggar janji yang diucapkan Taliban sesaat kembali berkuasa pada Agustus 2021. Mereka saat itu menyatakan tidak akan memaksa perempuan kembali mengenakan burqa dan mengizinkan mereka beraktivitas seperti biasa. Sejalan waktu, menggunakan dalih hukum Islam, Taliban nyatanya membatasi gerak perempuan.
Langgar Janji
Taliban memberlakukan lebih banyak lagi pembatasan pada pendidikan anak perempuan di Afghanistan, dengan melarang para calon mahasiswi memilih jurusan tertentu dalam ujian masuk universitas nasional negara itu pada tahun ini. Formulir yang diberikan kepada calon mahasiswi dalam ujian, yang diperoleh VOA Afghanistan Service, menunjukkan bahwa mahasiswi tidak bisa memilih jurusan teknik sipil, jurnalistik, kedokteran hewan, pertanian, dan geologi dalam ujian tahun ini yang diadakan pada awal bulan ini.
"Saya ingin menekuni jurnalisme dan ingin mengambil (jurusan itu), tapi itu tidak termasuk dalam pilihan,” kata Haseena Ahmadi, 19, yang mengikuti ujian masuk universitas tahun ini di provinsi Herat barat seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa, 18 Oktober 2022.
Melansir kanal Global Liputan6.com, Ahmadi menambahkan bahwa menghilangkan jurusan adalah "taktik" yang digunakan oleh Taliban untuk menghentikan perempuan mencari pendidikan tinggi. Taliban, yang merebut kekuasaan tahun lalu, melarang pendidikan menengah bagi anak perempuan di negara itu, tetapi mahasiswa perempuan diizinkan kembali ke universitas dan melanjutkan studinya di kelas yang dipisahkan berdasarkan gender.
Menurut organisasi Save the Children, 80 persen siswi sekolah menengah di Afghanistan tidak diizinkan bersekolah. "Mayoritas siswi sekolah menengah — sekitar 850.000 dari 1,1 juta — tidak bersekolah," ungkap laporan itu.
Advertisement