Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 370 juta anak perempuan dan perempuan dewasa saat ini, atau satu dari delapan orang di seluruh dunia, mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun, menurut UNICEF pada Rabu, 9 Oktober 2024. Jumlah tersebut meningkat menjadi 650 juta orang, atau satu dari lima adalah korban jika memperhitungkan bentuk-bentuk kekerasan seksual 'non-kontak', seperti pelecehan online atau verbal, lapor UNICEF, dalam survei global pertama mengenai masalah tersebut.
Laporan tersebut mengatakan bahwa walaupun anak perempuan dan perempuan paling terkena dampaknya, 240 hingga 310 juta anak laki-laki dan laki-laki, atau sekitar satu dari 11, juga pernah mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual selama masa kanak-kanak.
Baca Juga
"Skala pelanggaran hak asasi manusia ini sangat besar, dan sulit untuk dipahami sepenuhnya karena adanya stigma, tantangan dalam pengukuran, dan terbatasnya investasi dalam pengumpulan data," kata Unicef dalam laporan yang dirilis di situs resmi badan PBB itu, Kamis (10/10/2024).
Advertisement
Laporan itu dirilis menjelang Konferensi Tingkat Menteri Global tentang Pengakhiran Kekerasan Terhadap Anak yang pertama di Kolombia pada November 2024. Unicef mengatakan temuannya menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan tindakan global, termasuk memperkuat undang-undang dan membantu anak-anak mengenali dan melaporkan kekerasan seksual.
Unicef mengatakan kekerasan seksual anak melintasi batas-batas geografis, budaya, dan ekonomi. Namun, Afrika Sub-Sahara memiliki jumlah korban terbanyak, dengan 79 juta anak perempuan dan perempuan, atau 22 persen terkena dampaknya. Asia Timur dan Tenggara menyusul dengan jumlah 75 juta, atau delapan persen.
Di Indonesia, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) pada 2016, 1 dari 3 perempuan usia 15 sampai 64 pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Data itu disampaikan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Valentina Gintings dalam seminar daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Selasa, 9 Maret 2021.
Risiko Kekerasan Seksual Meningkat di Wilayah Konflik
Dalam data mengenai perempuan dan anak perempuan, Unicef memperkirakan 73 juta, atau sembilan persen, terdampak di Asia Tengah dan Selatan, 68 juta, atau 14 persen, di Eropa dan Amerika Utara; 45 juta, atau 18 persen, di Amerika Latin dan Karibia, dan 29 juta, atau 15 persen, di Afrika Utara dan Asia Barat. Oseania, dengan jumlah enam juta jiwa, mempunyai persentase tertinggi yang terdampak, yakni 34 persen.
Risikonya lebih tinggi, meningkat menjadi satu dari empat, di 'wilayah yang rapuh', termasuk di wilayah yang institusi hukum dan pemerintah lemah, terdapat pasukan penjaga perdamaian PBB, atau pengungsi dalam jumlah besar, menurut laporan tersebut.
"Anak-anak di wilayah rapuh khususnya sangat rentan terhadap kekerasan seksual," kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell. "Kami menyaksikan tindak kekerasan seksual mengerikan di daerah konflik, yang pemerkosaan dan kekerasan berbasis gender kerap digunakan sebagai senjata perang."
Ia menyebut kekerasan seksual terhadap anak-anak merupakan 'noda pada hati nurani moral kita'. "Hal ini menimbulkan trauma yang dalam dan abadi, sering kali dilakukan oleh seseorang yang dikenal dan dipercaya oleh anak, di tempat di mana mereka seharusnya merasa aman."
Advertisement
Pemerkosaan Anak Banyak Dialami Saat Remaja
UNICEF mengatakan sebagian besar kekerasan seksual yang dialami anak terjadi pada masa remaja, terutama antara usia 14 dan 17 tahun. Mereka yang mengalaminya menghadapi risiko lebih tinggi terkena penyakit menular seksual, penyalahgunaan zat, dan masalah kesehatan mental.
"Bukti menunjukkan bahwa dampaknya akan semakin buruk ketika anak-anak menunda mengungkapkan pengalaman mereka, terkadang dalam jangka waktu yang lama, atau merahasiakan pelecehan yang mereka alami," kata Unicef. Dikatakan bahwa peningkatan investasi dalam pengumpulan data diperlukan untuk menangkap permasalahan secara keseluruhan, mengingat kesenjangan data yang terus-menerus terjadi, terutama mengenai pengalaman anak laki-laki.
UNICEF mengatakan pihaknya mendasarkan perkiraan kasus kekerasan seksual yang dialami anak perempuan dan perempuan berdasarkan survei yang mewakili secara nasional yang dilakukan antara 2010 hingga 2022 di 120 negara dan wilayah. Dikatakan bahwa perkiraan jumlah anak laki-laki dan laki-laki berasal dari sumber data yang lebih luas dan menerapkan beberapa metode tidak langsung.
Badan PBB itu juga mendesak sejumlah langkah perlindungan yang lebih nyata untuk mencegah kasus kekerasan seksual anak terus terjadi. Salah satunya dengan menantang dan mengubah norma sosial dan budaya yang mengizinkan kekerasan seksual terjadi dan mencegah anak-anak mencari bantuan.
Anak-anak Wajib Punya Pengetahuan soal Kekerasan Seksual
UNICEF mendorong agar setiap anak dibekali dengan informasi yang akurat, mudah diakses, dan sesuai usia yang memberdayakan mereka untuk mengenali dan melaporkan kekerasan seksual. Berikutnya, memastikan bahwa setiap anak yang menjadi korban dan penyintas memiliki akses terhadap layanan yang mendukung keadilan dan penyembuhan serta mengurangi risiko kerugian lebih lanjut.
"Memperkuat undang-undang dan peraturan untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual, termasuk dalam organisasi yang menangani anak-anak, dan berinvestasi pada sumber daya manusia, sumber daya, dan sistem yang diperlukan untuk menerapkannya," imbuh UNICEF.
Terakhir, membangun sistem data nasional yang lebih baik untuk memantau kemajuan dan memastikan akuntabilitas dengan menerapkan standar internasional seperti Klasifikasi Internasional Kekerasan terhadap Anak.
Salah satu kasus kekerasan seksual yang menyita perhatian publik dunia saat ini adalah yang membelit P Diddy. Menurut pengacara yang mewakili 120 orang yang mengklaim sebagai korban rapper itu, Tony Buzbee, terdapat 25 orang yang menuduh menjadi korban Diddy saat masih di bawah umur.
Salah satu korban bahkan disebutkan masih berusia sembilan tahun saat pemerkosaan terjadi. Dikutip dari E!, Kamis, 3 Oktober 2024, disampaikan pula bahwa beberapa di antaranya terjadi sejak tahun 1991.
Advertisement