Analisis BMKG Soal Jatuhnya AirAsia QZ8501

"Fenomena cuaca yang paling memungkinkan adalah terjadinya icing yang dapat menyebabkan mesin pesawat rusak karena pendinginan," jelas BMKG.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 07 Jan 2015, 06:47 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2015, 06:47 WIB
Ilustrasi AirAsia (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi AirAsia (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - Pencarian penumpang dan puing pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 terus dilakukan. Sejauh ini, 39 jasad penumpang telah ditemukan, dari 162 orang yang berada di pesawat. Sejumlah objek penting juga ditemukan, termasuk satu set kursi penumpang.

Penyebab jatuhnya pesawat belum diketahui secara pasti. Hal itu baru benar-benar dipastikan setelah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menganalisis black box atau kotak hitam yang terdiri dari cockpit voice recorders (CVR) atau percakapan di kokpit dan flight data recorder (FRD) atau rekaman data penerbangan.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan analisis mendalam soal jatuhnya AirAsia QZ8501. Menurut BMKG, berdasarkan data meteorologis yang tersedia di lokasi terakhir pesawat, cuaca adalah faktor pemicu jatuhnya QZ8501.

"Fenomena cuaca yang paling memungkinkan adalah terjadinya icing yang dapat menyebabkan mesin pesawat mengalami kerusakan karena pendinginan," demikian penjelasan dalam analisis yang dilakukan Kepala Penelitian dan Pengambangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Edvin Aldrian, dan timnya yakni Ferdika Amsal, Jose Rizal, dan Kadarsah, seperti Liputan6.com kutip dari situs Bmkg.go.id, Rabu (7/1/2015).

Namun ditegaskan BMKG bahwa, "hal ini hanyalah salah satu analisis kemungkinan yang terjadi berdasarkan data meteorologis yang ada, dan bukan merupakan keputusan akhir tentang penyebab terjadinya insiden tersebut."

Dijelaskan bahwa analisis BMKG tersebut dilakukan dengan menggunakan peta pada situs web server SSEC RealEarth, dengan menggabungkan antara peta regional dan MTSAT-2 10,8 um IR (Infra Red) pada pukul 23.00 UTC atau 06.00 WIB. Citra satelit menunjukkan bahwa ada kelompok awan-awan konvektif pada jalur penerbangan yang dilewati.

"Saat kejadian citra satelit IR mengungkapkan bahwa suhu puncak awan mencapai -80º s/d -85ºC (warna violet), yang berarti terdapat butiran-butiran es di dalam awan tersebut (icing)," papar BMKG dalam penjelasan yang dirilis di situs Bmkg.go.id pada 4 Januari 2015.

Dengan menggunakan citra satelit Vis (visible), BMKG mendapatkan keterangan yang lebih jelas tentang identifikasi awan konvektif yang ada pada jalur penerbangan yang dilewati oleh Air Asia QZ 8501. Hal tersebut juga menunjukkan bukti bahwa ada beberapa puncak awan yang menjulang tinggi pada jalur penerbangan yang dilewati.

Berdasarkan data udara atas yang diperoleh dari stasiun meteorologi Pangkal Pinang, menunjukkan bahwa suhu udara pada ketinggian 32.000 kaki kala itu adalah -29.3ºC dan angin bertiup dari barat-daya dengan kecepatan 16 knot. Saat kejadian, pesawat Airbus A320-200 itu sedang berada pada Ketinggian tersebut

"Ketinggian lapisan tropopause yang diamati sekitar 100 hPa (pada ketinggian 54.265 feet atau 1.654 km), dengan suhu udara -86.5ºC mendekati suhu puncak awan yang didapat dari citra satelit IR."

Namun demikian, menurut ahli penerbangan dari Universitas Australia New South Wales, Peter Marosszeky, pesawat Airbus A320-200 termasuk pesawat yang telah dipersenjatai teknologi anti-icing.

"Pesawat itu termasuk modern dapat menahan efek icing, " kata Peter, seperti dimuat Telegraph. Kata dia, pesawat Airbus sebelumnya memang memiliki kelemahan tidak dapat menghadapi icing, tapi kini hal itu sudah diperbaiki.



Data Kronologis Kejadian>>>

Data Kronologis Kejadian


Pesawat AirAsia QZ8501 lepas landas dari landas pacu 10 Juanda International Airport (SUB) pada Minggu 28 Desember 2014 pukul 05.35 waktu setempat (22.35 UTC). Arah pesawat setelah lepas landas berbelok ke kiri 329 derajat di atas Laut Jawa. Pada pukul 05.54, ketinggian pesawat mencapai FL320. Kemudian pesawat merubah arah ke kiri menjadi 319 derajat. 10 menit kemudian merubah lagi arah sedikit ke arah 310 derajat.

Pesawat terlihat terakhir di layar monitor ACC radar pada pukul 06.24 WIB atau 23.24 UTC. Pada saat itu pesawat sedang melakukan deviasi (pengalihan arah) dari yang telah direncanakan karena alasan cuaca buruk. QZ8501 meminta kenaikan ketinggian dari 32.000 kaki ke 38.000 kaki.

"Dari beberapa kali manuver perubahan arah (heading) yang dilakukan, pesawat tersebut diperkirakan menghindari cuaca buruk yang menghadang di depannya. Diperkirakan QZ8501 terjebak cuaca buruk yang sulit dihindari ketika sedang berada di atas Selat Karimata dekat Pulau Belitung," papar BMKG.

Pada pukul 07.08 WIB, pesawat dinyatakan INCERFA (fase ketidakpastian), pada 07.28 WIB, pesawat dinyatakan ALERFA (fase siaga) dan kemudian pada 07.55 WIB, pesawat dinyatakan DISTRESFA (fase distress). Pada detik-detik terakhir pesawat akan hilang dari layar radar monitor, terlihat pesawat telah melakukan deviasi ke sebelah kiri dari jalur yang direncanakan.

"Arah pesawat QZ8501 terlihat membelok kearah sebelah kiri dan sudah meninggalkan ketinggian 32.000 kaki dan sedang naik menuju ketinggian 36.300 kaki sedangkan kecepatan menurun menjadi 353 Knots (Kts)."

Berdasarkan data gambar dari monitor radar tersebut, terlihat pada waktu yang bersamaan, selain QZ8501, ada juga pesawat lain dari maskapai Emirates dengan nomor penerbangan UAE-409 yang terbang reguler dari YMML/MEL (Melbourne, Australia) menuju WMKK/KUL (Kuala Lumpur, Malaysia).

"Pada saat itu pesawat UAE-409 yang berangkat dari MEL pada hari yang sama pukul 04.10 WIB dan tiba di KUL pukul 08.22 WIB, berada di depan sebelah kiri dari jalur QZ-8501 dengan ketinggian 36.000 kaki dan kecepatan 503 Kts," tandas BMKG. (Riz)


Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya