Ini Beda Pelanggaran Hukum Go-Jek dan Uber

Sebagai perusahaan yang menjual jasa angkutan roda 4, Uber disarankan mendaftarkan diri ke Organda.

oleh Audrey Santoso diperbarui 14 Sep 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2015, 08:00 WIB
20150707-Bahas Sahur On The Road yang Menyimpang, Kapolda dan MUI Gelar Pertemuan-Jakarta-Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian  1
Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/7/2015). Kapolda dan MUI melakukan pertemuan guna membahas Sahur On The Road (SOTR) yang akhir-akhir ini meresahkan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian tidak memungkiri bahwasanya kehadiran Go-Jek sebagai alat transportasi roda 2 menerobos beberapa ketentuan regulasi pemerintah. Namun, kepolisian menilai angkutan Uber jauh lebih melanggar hukum ketimbang Go-Jek sekalipun keduanya sama-sama angkutan berbasis online.

"Go-Jek memang ada beberapa pelanggaran hukumnya. Tapi jelas, organisasinya ada dan penanggung jawabnya ada. Kalau Uber banyak salahnya dia. Penanggung jawabnya dan organisasinya saja enggak jelas," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu 13 September 2015.

Tito mengatakan, jika Uber mengikuti peraturan yang berlaku, sebagai perusahaan yang menjual jasa angkutan roda 4, semestinya mendaftarkan diri dengan Organda, payung hukum bagi angkutan roda 4 dan lebih yang menjadi mitra pemerintah.

"Kalau dia mau jadi angkutan resmi, dia bergabung dengan Organda, seperti angkutan umum lainnya sehingga ada yang bisa bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak baik pada penumpang. Ini sudah tidak jelas, mematikan penghasilan angkutan yang resmi," tandas Tito.

CEO PT Go-Jek Nadiem Makarim memang berkali-kali melakukan pendekatan kepada pemerintah serta kepolisian untuk meyakinkan bahwa kehadiran Go-Jek merupakan satu upaya untuk membangun Indonesia, khususnya kota-kota besar menjadi smart city. Nadiem pun mengatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla memuji kehadiran Go-Jek yang mampu mengurangi kepadatan lalu lintas di Jakarta.

Alumni Harvard University itu juga menunjukkan keseriusannya membangun ide alat transportasi ojek online dengan mendirikan kantor pusat Go-Jek di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan. Bahkan ia melakukan beberapa strategi agar keberadaan Go-Jek tidak diusik pihak lain, seperti merangkul ojek pangkalan dan membuka rekrutmen pengemudi Go-Jek besar-besaran di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat. (Mvi/Ans)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya