Pengamat: Terbuka Peluang MKD Loloskan Setnov Lewat Panel

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menegaskan tidak perlu lagi untuk mengandalkan panel.

oleh Silvanus AlvinPutu Merta Surya Putra diperbarui 16 Des 2015, 20:13 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 20:13 WIB
20151216-Jelang Sidang Putusan Setnov di MKD-Jakarta-Johan Tallo
Ketua MKD, Surahman Hidayat (kiri) saat menjalani sidang jelang putusan kasus pelanggaran kode etik di Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015). Sidang MKD beragenda putusan kasus Pelanggaran Etik Ketua DPR Setya Novanto. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ada anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari beberapa fraksi meminta Ketua DPR Setya Novanto dihukum berat dan dibentuk panel. Hal ini terungkap saat pembacaan pertimbangan dan sanksi kepada Ketua DPR Setya Novanto sewaktu sidang dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto dalam kasus 'Papa Minta Saham'.

Hingga sidang diskors, 2 anggota MKD DPR dari Fraksi Golkar, Ridwan Bae dan Adies Kadir yang memintanya. Permintaan itu dikemukakan pula oleh Dimyati Natakusumah (Fraksi PPP), Supratman (Fraksi Gerindra), dan M Prakosa (Fraksi PDIP).

Namun, hal itu dinilai sebagai celah untuk Setnov bebas dan menyesatkan publik. "Ini sebenarnya menyesatkan publik. Bahwa terlihat sebenarnya terbuka peluang (MKD) untuk meloloskan Setya Novanto melalui panel," ucap Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya yang menyaksikan jalannya MKD di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2015).

Hanya saja, menurut Yunarto, celah tersebut masih ada beberapa kelemahan yang tidak disadari para pihak yang meminta Setya Novanto dihukum berat.

"Tapi, ada kelemahan yang dilupakan oleh mereka. Jika berat, berarti ada pelanggaran etika dan itu sudah masuk ukuran sedang. Artinya dia (Setnov) tidak pantas menjadi Ketua DPR, tinggal mencari kepantasannya dia menjadi anggota DPR atau tidak," papar Yunarto.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menegaskan tidak perlu lagi untuk mengandalkan panel.

"Karena itu, kami memutuskan pelanggaran sedang. Dipindahkan dari AKD (Alat Kelengkapan Dewan), dicopot dari pimpinan DPR tanpa perlu minta persetujuan paripurna," tutur Junimart.

Saat ditanya, apakah pemberian sanksi berat itu merupakan langkah menyelamatkan Setya, dia enggan menjawabnya.

"Saya tidak bilang begitu. (Takutnya) Putusan panel bisa bias," ungkap dia.

Bukan hanya itu, politikus Partai Nasdem Akbar Faizal pun menyiratkan ketidakpuasannya. "Bukan puas atau tidak puas, tapi ini ingin membuktikan bahwa kita menjalankan dengan baik," ujar Akbar.

Komentar Wapres JK

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR tidak perlu membentuk panel untuk menyidang kembali Ketua DPR Setya Novanto yang diduga melanggar kode etik anggota Dewan.

Menurut JK, langkah tersebut hanya akan mubazir. Hal ini lantaran dalam putusan sementara, Setya telah terbukti melanggar etika.

"Sebenarnya dengan sudah memutuskan, buat apa ada panel lagi kan? Kan semua sudah menyatakan sanksinya. Jadi menurut saya buat apa ada panel lagi," tutur JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Sampai saat ini, sudah ada 14 anggota MKD yang membacakan putusannya. Ada 8 anggota MKD yang memutuskan memberi sanksi sedang pada Novanto dengan konsekuensi pencopotan dari jabatan Ketua DPR. Sementara 6 anggota MKD lainnya memutuskan sanksi berat dengan konsekuensi pemberhentian sebagai anggota DPR.

Atas putusan sementara itu, JK meminta agar Setya Novanto mundur dari jabatannya. "Ya harus mundur. Ini kan keputusan, bukan mengimbau. Keputusan mahkamah namanya, ya begitu memutuskan," kata JK.

JK mengaku puas atas putusan tersebut. Semua pihak pun diharapkan mematuhi putusan MKD karena sifatnya mengikat.

"Otomatis, karena keputusan MKD itu mengikat bukan hanya mengimbau, Itu mengikat. Mahkamah itu pakai toga, masa toga tidak memutuskan," ujar JK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya