Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah elemen masyarakat bergabung menyerukan suara tolak kekerasan seksual pada anak, mereka geram atas peristiwa kekerasan yang sudah melewati batas kemanusiaan.
Rentetan peristiwa kekerasan seksual belakangan ini telah menyebabkan sejumlah anak perempuan di bawah umur jadi korban.
Baca Juga
Peristiwa pemicu yang membuat masyarakat geger yaitu tewasnya seorang anak perempuan di Rejang Lebong, Bengkulu, akibat kekerasan seksual yang berakhir dengan pembunuhan. Ironisnya, hal ini dilakukan oleh sejumlah anak yang masih dibawah umur
Advertisement
Peristiwa sadis lainnya satu persatu muncul dari berbagai daerah. Di Kediri, Jawa Timur, korban kekerasan seksual bahkan mencapai puluhan orang.
Sekilas, tak ada yang ganjil dengan remaja yang baru berusia 15 tahun ini. Namun dibalik itu ada kisah mengenaskan yang menimpa dirinya.
Kekerasan seksual terhadap sejumlah anak di Kediri sejak tahun 2015 ini berbuntut hingga pelaporan ke KPAI.
Dari 58 lim kasus pencabulan oleh terpidana Sony Sandra, hanya 2 kasus yang berhasil sampai hingga proses persidangan. Total dari kedua sidang putusan tersebut Sony dijatuhi hukuman 19 tahun penjara dengan denda Rp 550 juta.
Hasil pemeriksaan polisi ke sejumlah tersangka kekerasan seksual anak yang terjadi belakangan ini, sebagian dipicu minuman keras dan pengaruh tontonan yang berbau pornografi.
Miras dan pornografi masih mudah ditemukan di tengah masyarakat. Tim Sigi membuktikannya. Tim menemukan penjual minuman keras tak berizin yang secara terbuka menjual dagangannya.
Di pinggiran Jakarta, lapak minuman keras masih saja ditemui. Dan lagi-lagi dijual terang terangan dengan stok miras yang lebih lengkap.
Giliran materi pornografi fokus berikutnya, salah satunya lapak pedagang ini yang cuek saja memajang puluhan film konsumsi orang dewasa.
Konten pornografi juga masih mudah diakses lewat internet. Warung internet jadi sasaran tim Sigi berikutnya. Benar saja, diantara serunya game online, beberapa anak santai menikmati tontonan berbau pornografi tanpa rasa takut.
Belakangan, ada pasar yang menyediakan gadis muda di bawah umur di pemukiman warga. Tempat yang dijadikan lokasi pertemuan awal ini ternyata sebuah rumah warga pada umumnya.
Hanya 15 menit menunggu, si gadis muda yang dijanjikan tiba. Untuk urusan eksekusi, cukup di rumah pribadinya saja.
Tim Sigi menelusurinya lebih jauh. Ternyata anak gadis jebolan sekolah dasar ini dilego keluarga sendiri. Seseorang yang biasa memfasilitasi transaksi ini membeberkan lebih jauh.
Sementara itu, dari data yang dimiliki KPAI, kekerasan seksual pada anak angkanya terus meningkat di setiap tahunnya.
Peran keluarga dalam memberikan dukungan ataupun semangat untuk bangkit dirasa penting. Pembentukan karakter anak dimulai sejak dini oleh keluarga terdekatnya. Peran pendidikan berbasis agama juga mampu membentengi anak dari hal hal negatif yang merugikan.
Benteng terakhirnya, tentu ada di pemerintah. Kekerasan seksual ataupun tindak kriminal lainnya terhadap anak harus memiliki aturan hukum yang jelas dan mampu memberikan efek jera kepada para pelaku.
Keputusan pemerintah menjatuhkan hukuman yang lebih berat diantaranya pengebirian dan hukuman maksimal berupa hukuman mati kepada para predator anak ini menunjukkan keberpihakan yang kuat pada anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Bagaimana kekerasan seksual anak ini terus terjadi? Simak penelusuran selengkapnya dalam tayangan Sigi SCTV edisi Sabtu (27/8/2016) di bawah ini: