Liputan6.com, Jakarta - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan menggugat Perppu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan Perppu akan didampingi kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra.
"Hari Senin nanti (menggugat Perppu). Ya kita maju dengan pembelanya Profesor Yusril," ujar Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto di Kantor DPP HTI, Jakarta, Rabu malam, 12 Juli 2017.
Sementara kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra menegaskan soal rencana gugatan tersebut. Ia dan HTI yakin perlawanan menggugat Perppu itu sah dan sesuai hukum.
Advertisement
"HTI memberikan kuasa kepada saya untuk memberikan perlawanan atas terbitnya Perppu ini. Perlawanan yang dilakukan sah dan konstitusional kami akan melawan melalui pengadilan," kata Yusril.
Gugatan dilayangkan agar Mahkamah Konstitusi (MK ) membatalkan beberapa pasal dalam Perppu tersebut. Ada beberapa pasal yang dianggapnya mengkhawatirkan dalam kehidupan bernegara.
"Terutama yang sangat mengkhawatirkan kami adalah Pasal 59 ayat 4 bahwa dikatakan Ormas dilarang yang menganut menyebarkan faham bertentangan Pancasila," ujar Yusril.
Dia menilai pasal tersebut hanya dijelaskan secara singkat terkait makna bertentangan dengan Pancasila. "Bertentangan dengan Pancasila yang seperti apa? Ada dijelaskan sedikit antara lain atheisme, fasisme, komunisme dan seterusnya. Itu kan hanya contoh saja," imbuh Yusril.
Tidak hanya itu, ada juga pasal yang dianggap bertentangan dengan KUHP. Yusril memberi contoh adanya hukuman yang berbeda pada ormas yang melakukan SARA.
"Ada ketidakjelasan dan ketumpangtindihan pasal-pasal ini. Ormas yang melakukan penodaan terhadap agama, ras dan lain-lain itu juga di Pasal 126 dari KUHP tapi sanksi hukumnya berbeda. Jadi mana yang mau dipakai? Ini tidak menjamin adanya suatu kepastian hukum," ujar Yusril.
Pemerintah sebelumnya mengumumkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas dinilai tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
"Berdasarkan Keputusan MK Nomor 139/PUU-Vll/2009, Presiden bisa mengeluarkan Perppu atas dasar kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang," melalui Menko Polhukam Wiranto di Ruang Parikesit, Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2017).
Perppu ini dibuat setelah ada kegiatan-kegiatan ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
"Ini merupakan ancaman terhadap eksistensi bangsa dengan telah menimbulkan konflik di masyarakat," tegas Wiranto.
Menurut dia, perppu tersebut digunakan untuk membatalkan izin suatu ormas. Pencabutan izin tersebut akan dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Â