Cerita Setya Novanto 2 Kali Kembali ke Kursi Ketua DPR

Kehadiran Setya Novanto ke gedung DPR tercatat yang kedua kalinya setelah tersandung kasus. Apa saja?

oleh Muhammad AliPutu Merta Surya Putra diperbarui 11 Okt 2017, 14:04 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2017, 14:04 WIB
Ketua DPR RI Setya Novanto
Ketua DPR RI Setya Novanto

Liputan6.com, Jakarta - Setya Novanto kini mulai menjalankan aktivitasnya sebagai Ketua DPR di gedung parlemen, Selasa 10 Oktober 2017. Dia kembali menjalani kegiatannya setelah sekitar sebulan absen lantaran terganggu kesehatannya.

Kehadiran Setya Novanto langsung disambut koleganya. Kepala Bidang Kerja Sama Ormas dan Lembaga Kepartaian Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman mengunjungi sang ketua umum itu di ruangannya.

"Ya hari pertama kerja ya (Novanto)," ujar Rambe usai menemui Novanto di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 10 Oktober 2017.

Keaktifan Setya Novanto di Gedung DPR menjadi momen 'istimewa' setelah ia lolos dari kasus megakorupsi e-KTP. Dalam hal ini, KPK telah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, tetapi itu harus dicabut setelah hakim praperadilan mengabulkan permohonan Setya.

Keputusan ini membuat Setya Novanto kembali melenggang ke kursi Ketua DPR.

Sebelumnya, Setya Novanto juga pernah melepaskan jabatannya sebagai Ketua DPR dan menyerahkan kepada Ade Komarudin. Dia kala itu harus melepaskan jabatannya setelah terjerat dalam kasus Papa minta saham Freeport. Setahun kemudian, pucuk pimpinan DPR pun kembali dipegang Setya Novanto.

Berikut ini ulasan lengkapnya:

Dirawat Setelah Jadi Tersangka

Kegiatan Setya Novanto mulai terganggu setelah jatuh dan pingsan saat main tenis meja. Dia pun dilarikan ke Rumah Sakit MRCCC Siloam, Semanggi, Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu 10 September malam atau sehari jelang jadwal pemeriksaannya sebagai tersangka kasus e-KTP.

Dua kali dia tidak hadir untuk diperiksa KPK sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada Senin 11 September dan Senin 18 September karena sakit.

"Beliau indikasinya memang vertigo dan sedang dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan," ujar Ketua DPP Partai Golkar Nurul Arifin di RS MRCCC Siloam, Jakarta, Selasa 12 September 2017.

Setnov kemudian dirujuk ke RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Dia disebut masuk ruang Angiografi untuk dilakukan tindakan katerisasi yang direkomendasikan pasca pemeriksaan MSCT (multi-slice computed tomography), atau "calcium score" karena sebelumnya sudah ditemukan juga adanya plak di jantung.

Di tengah kondisinya, Setya Novanto meminta perlindungan DPR agar KPK dapat menunda pemeriksaan sambil menunggu hasil praperadilan yang diajukannya. Surat disampaikan langsung kepada KPK melalui Kepala Biro Kepemimpinan Sekretariat Jenderal DPR Hany Tahapary.

Dalam surat tersebut, disisipkan pula berkas praperadilan yang diajukan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan. Budi ketika itu menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Semua pihak termasuk KPK, kata Hani, menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan sampai putusan praperadilan keluar. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum.

Selanjutnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang putusan Setnov pada Jumat 29 September 2017. Dalam keputusannya, Hakim Tunggal Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto. Penetapan tersangka terhadap Setya Novanto oleh KPK dinyatakan tidak sah oleh hakim.

"Memerintahkan pada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto, membebankan biaya perkara untuk pemohon sebesar nihil," ucap Hakim Cepi Iskandar, membacakan putusannya.

Tiga hari pasca-putusan praperadilan, Setya Novanto diizinkan pulang dari RS Premier, Jakarta, Senin 2 Oktober 2017. Total lima belas hari dia dirawat di rumah sakit tersebut.

Lama tidak beraktivitas, langkah Setya Novanto mulai terdengar di Gedung DPR. Dia dikabarkan masuk gedung parlemen melalui pintu belakang Gedung Nusantara III. Setya Novanto tiba di DPR pukul 11.00 WIB. Kehadirannya pun disambut gembira oleh koleganya sesama Partai Golkar di Gedung DPR.

Keaktifan Setya Novanto di Gedung DPR menjadi momen kedua kalinya setelah ia tersandung dalam berbagai kasus. Sebelumnya, dia pun pernah melepaskan jabatannya sebagai Ketua DPR setelah namanya disebut dalam kasus Papa minta saham Freeport.

 

Kasus Papa Minta Saham

Kasus ini mencuat setelah Menteri ESDM yang kala itu dijabat Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR. Dia dilaporkan terkait pencatutan nama Presiden Joko Widodo dalam perbincangan tentang saham Freeport antara Presiden PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto, dan pengusaha Riza Chalid.

"Saya dalam pertemuan dengan Majelis Kehormatan DPR (MKD) telah menjelaskan nama, waktu, dan tempat kejadian dan pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum salah satu anggota DPR dengan pimpinan PT Freeport Indonesia agar ditindaklanjuti," kata Sudirman Said di Jakarta, Senin 16 Nopember 2015.

Sepekan menerima laporan, MKD menggelar sidang perdana. Persidangan demi persidangan digelar. Sejumlah saksi dipanggil untuk membuktikan laporan tersebut. Mereka di antaranya Luhut Binsar Pandjaitan, Maroef Sjamsoeddin, Sudirman Said, dan Setnov sendiri. Sedangkan pengusaha Riza Chalid mangkir dari panggilan MKD.

Puncaknya, pada saat pembacaan keputusan, MKD menyampaikan bahwa Setya Novanto mundur dari jabatan Kedua DPR. Keputusan terhitung mulai Rabu 16 Desember 2015.

"Terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, dinyatakan berhenti dari ketua DPR periode 2014-2019," kata Ketua MKD Surahman Hidayat dalam sidang putusan pelanggaran etika Setya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12).

Atas mundurnya Setnov, maka sidang dugaan pelanggaran etik dinyatakan ditutup. Artinya, tidak ada lagi pembahasan tentang kasus ini.

Kursi Ketua DPR pun menjadi kosong. Partai Golkar yang memiliki kewenangan mencari penggantinya dengan menunjuk Ade Komarudin sebagai Ketua DPR.

"Barusan selesai kita kumpul, Ade Komarudin dipilih ketum untuk gantikan Novanto," kata Ketua Harian Partai Golkar, MS Hidayat saat dihubungi di Jakarta.

Ade kemudian resmi menjadi Ketua DPR setelah dilantik dalam sidang paripurna. Pelantikan yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah itu didampingi Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali yang mengambil sumpah atas jabatan Ade sebagai Ketua DPR.

Usai membacakan sumpah dan menandatangi kesepakatan sebagai Ketua DPR, Ade Komarudin pun diserahkan palu sidang oleh Plt Ketua DPR Fadli Zon.

"Saya ucapkan terima kasih pada seluruh pihak dan rakyat Indonesia dan anggota dewan dari seluruh fraksi, Ketua dan pimpinan fraksi di DPR dan anggota dewan karena saya diberi kesempatan untuk jadi Ketua DPR," ucap Ade dalam pidatonya di ruang sidang paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 11 Januari 2016.

Sementara Setya Novanto sendiri saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR yang sebelumnya dijabat Ade Komarudin.

Menjabat selama setahun, Ade Komarudin kemudian harus rela menyerahkan kembali tampuk kekuasaannya kepada Setya Novanto. Setnov pun dilantik pada Rabu 30 November 2017. 

"Saya menyampaikan terima kasih kepada saudara Ade Komarudin yang telah selama setahun bekerja secara maksimal, bekerja secara baik," ungkap Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 30 November 2016.

"(Akom) memberikan kontribusi besar bagi kepentingan DPR dan bagi kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.

Dengan pelantikan itu, Setya Novanto kembali melenggang menjadi Ketua DPR setelah Partai Golkar memutuskan pergantian Akom dengan ketua umumnya itu. Hal ini setelah MKD memutuskan memberi sanksi pemberhentian terhadap Akom dari kursi ketua DPR.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya