Sidang E-KTP, Rita Widyasari Akui Tak Tahu Ada Uang ke Perusahaan Made Oka

Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dihadirkan sebagai saksi pada sidang korupsi proyek e-KTP.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Okt 2018, 15:07 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2018, 15:07 WIB
Bupati Rita Widyasari
Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7). Rita dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dihadirkan sebagai saksi pada sidang korupsi proyek e-KTP untuk terdakwa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung. Hadir sebagai saksi, Rita dikonfirmasi jabatannya sebagai Komisaris Utama di satu perusahaan yang bergerak pada sektor tambang di Kutai Kartanegara.

Rita mengakui ada perusahaan bernama Beringin Jaya Abadi. Hanya saja, dia tak tahu menahu kepemilikan perusahaan tersebut. Pernyataan Rita kemudian dibantah jaksa penuntut umum yang menyatakan ada nama politikus Golkar dalam akta perusahaan itu sebagai komisaris utama.

"(Pada) 2008 Komisaris Utama di perusahaan Beringin Jaya Abadi?" tanya jaksa Abdul Basir kepada Rita di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).

"Lupa saya, saya Komisaris di situ, tidak bekerja di situ," jawab Rita Widyasari

Dia berdalih ayahnya, Syaukani Hasan Rais, kerap kali mencantumkan namanya di jabatan tertentu tanpa sepengetahuan dirinya. Karena itu, dia tak tahu-menahu perusahaan mana saja yang dicatut sang ayah. 

Lebih lanjut, jaksa kemudian mengonfirmasi adanya transfer uang dari Beringin Jaya Abadi kepada satu Point Investment, perusahaan investasi. Disinyalir perusahaan itu berafiliasi dengan Made Oka Masagung. 

"Kenal perusahaan Oka (Made Oka Masagung)?" tanya jaksa.

"Enggak," jawab Rita.

"Point investment?" cecar jaksa.

"Enggak," jawabnya.

"Ada aliran uang dari Beringin Jaya ke Investment (Point Investment)?" cecar jaksa.

"Enggak ada," ujar Rita Widyasari.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Korupsi Proyek E-KTP

Irvanto dan Made Oka didakwa turut serta melakukan tindak pidana korupsi proyek e-KTP. Keduanya diduga sebagai pihak penampung uang korupsi yang disamarkan dengan transaksi barter melalui money changer.

Untuk menyamarkan pengiriman uang kepada Novanto pada 19 Januari-19 Februari 2012, Johannes Marliem, penyedia vendor AFIS merek L1, melakukan pengiriman kepada beberapa perusahaan uang dan money changer dengan menggunakan sarana barter (set off) atau pertemuan-pertemuan utang dengan memanfaatkan pihak lain yang legal yang seluruhnya berjumlah US$ 3,55 juta. 

Uang itu diterima melalui keponakan Setya Novanto yaitu Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investmen Pte LTd dan Delta Energy Pte Lte yang juga rekan Setnov, yaitu Made Oka Masagung. uang itu ditransfer oleh Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan e-KTP.

Adapun jumlah dan cara pengiriman adalah sebagai berikut:

1. Dikirimkan kepada Wakong Pte Ltd sebesar US$ 250 ribu

2. Dikirimkan kepada Golden Victory US$ 183,4 ribu

3. Dikirimkan kepada Kohler Asia Pacific US$ 101,9 ribu

4. Dikirimkan kepada Cosmic Enterprise US$ 200 ribu

5. Dikirimkan kepada Sunshine Development US$ 500 ribu

6. Dikirimkan kepada Pacific Oleo Chemical US$ 150 ribu

7. Omni Potent Ventura US$ 242 ribu

Selain itu, ada rekening "money changer" di beberapa bank Singapura, yaitu Bank OCBC Singapura US$ 800 ribu atas nama Neli, Bank UOB Singapura sebesar US$ 359 ribu atas nama Yuli Hira, Bank UOB Singapura sebesar US$ 765 ribu atas nama Santoso Kartono.

Setelah Johanes Marliem mengirimkan uang itu selanjutnya setelah dipotong "fee" uang itu dibarter oleh Juli Hira dan Iwan Barala, Direktur PT Inti Valuta, dengan cara memberikannya secara tunai kepada terdakwa melalui Irvanto Handra Pambudi Cahyo yang dilakukan secara bertahap dengan cara diantarkan ke rumah Irvanto oleh karyawan Iwan Barala dan Muhamad Nur alias Ahmad dengan keseluruhan US$ 3,5 juta.

Uang itu oleh Irvanto diserahkan kepada Kartika Yulansari yang merupakan sekretaris dan pengelola keuangan Setnov.

 

Catatan Lain

Catatan lain adalah pada 14 Juni 2012, Johanes Marliem mengirimkan US$ 1,8 juta melalui Made Oka Masagung menggunakan rekening OCBC atas nama OEM Investment Pte Ltd. Uang itu adalah sebagian uang yang dikirimkan Anang Sugiana sebesar US$ 2,1 juta.

Setelah memberikan uang itu, Johanes Marliem melaporkan ke Anang bahwa uang sejumah 1,8 juta sudah dikirimkan ke babenya Asiong yang tak lain adalah terdakwa melalui Made Oka Sasagung.

Pada 10 Desember 2012, Anang kembali menyetorkan fee yang berasal dari pembayaran e-KTP sebesar Rp 31 miliar untuk Quantum Technology yang dimasukkan ke Multicom Investment di rekening OCBC dan sebesar 2 juta dolar AS melalui rekening Delta Energy Pte Ltd di bank DBS Singapura.

Pemberian uang commitment fee disamarkan dengan perjanjian penjualan sebesar 100 ribu saham milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical negara bagian Delware Amerika Serikat. Setelah penerimaan 2 juta dolar AS dari Anang itu, Made Oka mengirimkan sebagian uang sejumlah US$ 315 ribu kepada Irvanto yang merupakan direktur PT Murakabi Sejahtera yang pemegang saham dimiliki Novanto.

Uang itu selanjutnya diambil rekan Irvanto bernama Muda Ikhsan Harahap yang dipesankan Irvanto bahwa ada teman Irvanto bernama Agung akan mentransfer ke rekening Muda Ikhsan di rekening DBS.

Setelah menerima uang itu, Muda Ikhsan diperintahkan Irvanto membawa uang itu dari Singapura ke Jakarta untuk diserahkan Muda Ikhsan di rumah Irvanto.

 

Reporter: Yunita Amalia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya