Alasan Indra Bambang Utoyo Maju Jadi Ketum Golkar

Politikus Golkar Indra Bambang Utoyo turut meramaikan bursa calon ketua umum jelang Munas.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jul 2019, 03:59 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2019, 03:59 WIB
Ribuan Kader Hadiri Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan
Suasana Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4). Para kader dan simpatisan kompak memakai pakaian warna kuning khas Golkar. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Golkar Indra Bambang Utoyo turut meramaikan bursa calon ketua umum jelang Munas. Dia mengungkapkan alasan maju sebagai calon ketum karena melihat Airlangga Hartarto gagal memimpin Golkar.

Indikator kegagalan Airlangga, kata Indra terlihat dari merosotnya suara Golkar di Pemilu 2019 hingga kader-kader yang terjerat kasus korupsi.

"Menurunnya perolehan suara dan kursi DPR RI pada Pemilu 2019 disebabkan oleh faktor kepemimpinan yang bermasalah, tidak adanya isu strategis, tidak terlaksananya konsolidasi dengan baik, serta kasus korupsi yang menjerat kader partai," kata Indra dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/7/2019).

Indra lantas menceritakan sejarah lahirnya Golkar. Cikal bakal partai berlambang beringin ini lahir atas dorongan Jenderal Ahmad Yani dengan nama Sekber Golkar pada 1964 dengan misi mempertahankan ideologi bangsa, Pancasila dari rongrongan PKI atau komunisme.

Sementara tantangan saat ini, meski sel-sel komunisme masih hidup tetapi ada gangguan ideologi baru dari konsep khilafah. Menurut Indra, Golkar tidak mampu menjadi benteng Pancasila dalam melawan khilafah terutama saat kontestasi Pilgub DKI 2017 dan semakin memanas pada Pilpres 2019.

"Dalam kaitan ini saya melihat Golkar tidak menunjukkan kekhawatiran terhadap perkembangan khilafah ini, di mana seharusnya Golkar lah yang paling depan mewaspadai bahkan melawannya," kata Indra.

 


Pragmatis Tinggalkan Idealisme

Ribuan Kader Hadiri Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan pidato politik saat Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4). Kampanye akbar dihadiri ribuan kader dan simpatisan Golkar se-Jabodetabek dan Bandung. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Indra melanjutkan, Golkar hari ini juga semakin terpuruk. Konflik di internal Golkar semakin meruncing disebabkan persaingan kekuasaan. Menurutnya, suasana di internal Golkar menjadi pragmatis, meninggalkan idealisme.

"Isinya seperti jual-beli suara. Ditambah lagi tokoh-tokoh legislator Golkar terlibat pada kasus di KPK. Bahkan terakhir Ketua Umum (Setya Novanto) dan Sekjen (Idrus Marham) yang dibanggakan masuk tahanan bersama beberapa tokoh lain, dari pusat hingga daerah. Sempat pula Golkar terbelah selama hampir dua tahun, karena persoalan pragmatisme dan kekuasaan," ungkapnya.

Indikator kegagalan Airlangga, kata Indra, terlihat dari merosotnya suara Golkar di Pemilu 2019. Indra juga mengaku bertemu kandidat ketum lainnya, yaitu Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Dalam pertemuan itu, ada juga Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo.

Baik Indra maupun Bamsoet yang notabene anggota FKPPI itu diberi pesan dari ketua umumnya agar menjaga kekompakan dan kesolidan dengan menunjukkan sikap dan idealisme organisasi Keluarga Besar TNI-Polri.

 

Reporter : Raynaldo Ghiffari Lubabah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya