Liputan6.com, Jakarta - Kamis 15 Juli 2015 silam, Presiden Jokowi resmi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 tahun 2015. Dalam Keppres tersebut disebutkan tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Meski sudah ditetapkan setiap 22 Oktober merupakan Hari Santri Nasional, namun bukan berarti pemerintah memberikan libur setiap tanggal tersebut.
Ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri merupakan usulan dari internal kabinet dan pihak eksternal yang terkait. Saat mengikuti kampanye Pemilu Presiden 2014, Jokowi menyampaikan janjinya untuk menetapkan satu hari sebagai Hari Santri Nasional.
Advertisement
Namun, ketika itu, Jokowi mengusulkan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional. Sementara PBNU ketika itu berpendapat, tanggal yang tepat untuk dijadikan Hari Santri Nasional bukanlah 1 Muharam, melainkan pada 22 Oktober.
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj menyebut, pada 22 Oktober 1945 merupakan perjuangan santri dalam merebut kemerdekaan. Ketika itu, pendiri Kiai Hasyim Asy'ari mengumumkan fatwanya yang disebut sebagai Resolusi Jihad.
Selain Kiai Hasyim Asy'ari, sejumlah kiai lainnya turut berjuangsantri mengusir penjajah. Mereka adalah Kiai Abbas Djamil Buntet dari Cirebon, Kiai Abdullah Faqih dari Langitan Tuban, dan Kiai Mahrus Aly dari Lirboyo Kediri.
Resolusi jihad yang disepakati para kiai menyatakan perjuangan untuk merdeka adalah perang suci (jihad). Artinya, berjuang melawan sekutu adalah wajib, atau fardu ain bagi setiap umat Islam.