Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilahkan MPR mengkaji usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Moeldoko tak mau berkomentar banyak, sebab hal itu masih sekedar wacana.
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya. Itu baru suara-suara dari masyarakat. Kita belum punya sikap," ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Baca Juga
Menurut dia, usulan masa jabatan presiden itu nantinya bisa dikaji baik lewat diskusi atau wacana akademik. Sehingga, bisa dinilai usulan tersebut tepat atau tidak diterapkan di Indonesia.
Advertisement
"Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik, setelah itu melalui round table discussion diperluas, akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak dan seterusnya," kata Moeldoko.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menilai, terlalu cepat untuk membicarakan soal penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sebab, saat ini MPR masih terus melakukan audiensi amandemen UUD 1945 keapda masyarakat.
"Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat yang terkait khususnya dengan rekomendasi dari MPR periode lalu. Mari Kita lihat nanti di ruang publik seperti apa, apakah katakanlah ini mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat atau tidak," ungkap Arsul di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Sikapi Santai
Kendati demikian, Arsul menilai, usulan penambahan masa jabatan presiden itu baru sebatas wacana. Maka dari itu ada baiknya disikapi dengan santai.
"Tetapi sekali lagi ini baru wacana pasti ada yang kontra disamping juga ada yang pro, maka kita sikapi biasa saja tidak usah kemudian ini menimbulkan segregasi baru di masyarakat kita," ujarnya.
Advertisement