Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, virus Corona Covid-19 belum ditemukan obatnya. Maka dari itu, belum dapat dipastikan kapan virus yang pertama muncul di Wuhan, China ini akan pergi.
Hal ini juga disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
Menurut Doni, karena belum ada kepastian kapan virus Corona akan berakhir, maka masyarakat pun harus mulai bersiap menghadapi tantangan kehidupan baru atau new normal.
Advertisement
"Sejauh ini belum ada lembaga yang berani mengatakan kapan Covid-19 akan berakhir termasuk juga belum ada kepastian kapan vaksin akan ditemukan. Sehingga sangat mungkin kita akan selamanya hidup dengan Covid," ujar Doni dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin, 18 Mei 2020.
Selain itu, dia juga mengingatkan akan risiko tertular virus Corona Covid-19 apabila orang-orang tetap nekat melakukan salat Idul Fitri.
Oleh karena itu, Doni pun meminta agar masyarakat tetap melakukan salat Idul Fitri di rumah masing-masing.
Berikut 4 pernyataan terkini Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo terkait perkembangan kasus Corona di Indonesia dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Vaksin Belum Ditemukan, Sangat Mungkin Hidup New Normal
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan hingga kini belum ada kepastian kapan virus Corona akan berakhir.
Sehingga, kata dia, masyarakat pun harus mulai bersiap menghadapi tantangan kehidupan baru atau new normal.
"Sejauh ini belum ada lembaga yang berani mengatakan kapan Covid-19 akan berakhir termasuk juga belum ada kepastian kapan vaksin akan ditemukan. Sehingga sangat mungkin kita akan selamanya hidup dengan Covid," ujar Doni dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin, 18 Mei 2020.
Doni menuturkan Gugus Tugas memberikan beberapa masukan terkait strategi menghadapi kondisi new normal, termasuk pengurangan pembatasan sosial. Dia menekankan pentingnya prakondisi melalui survei, kajian, dan riset terkait waktu yang tepat untuk memulai pengurangan pembatasan.
Menurut dia, Jokowi telah meminta agar dilakukan kajian daerah-daerah mana saja yang sudah bisa diterapkan kebijakan pengurangan pembatasan. Hal itu harus dilihat berdasarkan data daerah mana yang angka penyebarannya masih rendah.
"Tentu adalah daerah-daerah yang memiliki kriteria hijau. Kalau kita lihat dari 34 provinsi di Indonesia, memang tingkat kasusnya masih relatif rendah," ucapnya.
"Tapi namun demikian tetap kajian secara data dan juga riset memiliki peran yang penting. Sehingga nantinya mana daerah yang dibuka mana yang diberikan pengurangan pembatasan, tidak keliru," sambung Doni Monardo.
Advertisement
Kasus Kematian Tertinggi di Pulau Jawa
Doni menjelaskan, jumlah kasus terkonfirmasi positif Corona Covid-19 saat ini di pulau Jawa terdapat 67 persen, meninggal 79 persen, dan sembuh 59 persen. Data tersebut adalah persentase dari kasus secara nasional.
"Ini seluruh data pulau Jawa dibandingkan dengan data nasional," kata Doni.
Selanjutnya, kasus berdasarkan provinsi, Doni menjelaskan Jawa Timur mengalami kenaikan kasus mingguan sebesar 70 persen. Kemudian Sumatera Selatan mengalami kenaikan kasus mingguan 157 persen.
"Sedangkan Kalimantan Selatan mengalami kenaikan jumlah kasus mingguan 60 persen. Dari penjelasan dinas kesehatan provinsi kalimantan Selatan, 68 persenkasus yang terjadi diakibatkan oleh klaster Gowa dan telah mengakibatkan korban mencapai 107 orang meninggal dunia," jelas Doni Monardo.
Ada pun kata Doni beberapa daerah yang alami penurunan jumlah kasus. Salah satunya Jawa Barat, yang alami penurunan sekitar 43 persen kasus mingguan.
Kemudian ada juga daerah yang mengalami peningkatan penyembuhan. Seperti Aceh, Bangka Belitung, Bali, Kepri hingga Gorontalo.
"Daerah yang mengalami kesembuhan, mengalami peningkatan kesembuhan yaitu Aceh 83,3 persen, Bangka Belitung, 79,3 persen. Kemudian Bali 71,8 persen. Kepri 69,0 persen dan Gorontalo 62,5 persen," jelas Doni Monardo.
Minta Petugas Medis Tak Kecewa
Doni turut menanggapi soal viralnya tagar 'Indonesia Terserah' di media sosial. Doni berharap para dokter dan tenaga kesehatan tidak kecewa terhadap penanganan kasus Corona di tanah air.
"Video Indonesia Terserah, kita sangat tidak berharap kalangan dokter kecewa. Sejak awal kita kedepankan ujung tombak kita masyarakat. Kalau masyarakat terpapar sakit, dirawat di rumah sakit apalagi dalam jumlah yang banyak dan tempat perawatan penuh, maka yang sangat repot adalah dokter dan perawat," ujar Doni.
"Dari awal ini jadi bahasan yang selalu kami kemukakan jangan kita biarkan dokter-dokter kelelahan," sambungnya.
Untuk itu, Doni Monardo meminta semua pihak untuk melindungi tenaga kesehatan agar tidak kelelahan menangani pasien positif Corona.
Caranya, kata dia, dengan mengikuti aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah ditetapkan pemerintah.
Doni mengatakan bahwa jumlah dokter Indonesia paling sedikit dibandingkan negara-negara lain. Untuk itu, masyarakat diminta untuk bekerja sama menekan angka penyebaran virus Corona.
"Kalau kehilangan dokter adalah kerugian besar bagi bangsa, saling mengingatkan cegah, hindari, jangan sampai sakit. Segala ketentuan berbubungan protokol kesehatan, UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan hendaknya dipatuhi," jelas Doni Monardo.
Advertisement
Ingatkan Risiko Penularan Jika Salat Idul Fitri Berjemaah
Doni meminta masyarakat untuk salat Idul Fitri atau salat Idul Fitri di rumah. Sebab, salat Idul Fitri berjemaah di tengah pandemi virus Corona terlalu berisiko terjadi penularan.
"Kami dapat laporan beberapa daerah masih ada masyarakat selenggarakan ibadah. Mohon dimaklumi ini menimbulkan risiko apabila masyarakat melakukan pertemuan di tempat ibadah maupun tempat publik," kata Doni Monardo.
Doni Monardo mengaku pihaknya telah menjelaskan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait risiko apabila masyarakat salat Id berjemaah. Menurut dia, masyarakat berpotensi terpapar virus corona dari Orang Tanpa Gejala (OTG).
Pasalnya, OTG tidak memiliki gejala demam ataupun batuk serta menganggap dirinya sehat namun positif virus corona. Mereka lebih rentan menularkan virus corona ke masyarakat, khususnya kelompok usia tua dan yang memiliki penyakir comurbid.
"Kekhawatiran kita kalau orang yang terpapar positif covid tapi tidak bergejala, itu yang menimbulkan penularan. Apabila ini menukarkan ke pihak lain adalah kelompok rentan maka risikonya sangat tinggi menimbulkan kematian," jelas Doni Monardo.