Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menduga revisi UU Kejaksaan akan berpotensi penyalahgunaan wewenang. Sebab, jika revisi dilakukan, maka kejaksaan kian dikhawatirkan menjadi sewenang-wenang.
"Ini memiliki beberapa masalah yaitu membuat Kejaksaan memiliki wewenang dari hulu ke hilir sehingga berpotensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang," kata Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhamad Isnur, dalam keterangannya, Rabu (9/9/2020).
Baca Juga
Isnur menyinggung, revisi dimaksud adalah pasal 30 ayat 5 yang mengatur wewenang dan tugas Kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum. Seperti, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan, guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum.
Advertisement
"Wewenang dan tugas Kejaksaan dalam hal ini menjadi berwenang sebagai intelijen, pengawasan, pencegahan, edukasi dan penegakan hukum. Padahal intelijen idealnya bukan fungsi sekaligus bisa melakukan eksekusi atau penegakan hukum," nilai dia.
Harmonisasi dengan norma HAM
Isnur berharap, Revisi UU Kejaksaan perlu melakukan harmonisasi dengan norma HAM internasional yang menjadi keselarasan dalam hukum di Indonesia.
"Revisi UU Kejaksaan perlu melibatkan dan menyerapkan aspirasi publik khususnya kelompok minoritas dan rentan sesuai Pasal 28H ayat (2) UUD 1945," dia menandasi.
Berikut beberapa poin disorot YLBHI terkait revisi UU Kejaksaan:
a. Kewenangan selaku intelijen penegakan hukum.
b. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
c. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
d. Pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia.
e. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
f. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
g. Penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.
Advertisement