Muncul Desakan OPM Ditetapkan Sebagai Organisasi Teroris

OPM selama ini menolak secara tegas Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan meminta agar Papua merdeka penuh dari Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jan 2021, 02:55 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2021, 21:32 WIB
OPM
Pascapenyerahan diri 10 anggota OPM, aparat Polda Papua berjaga-jaga di kawasan Puncak Jaya. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta - Serangkaian teror yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) belum berhenti. Selain disebut menyuarakan perlawanan terhadap negara, OPM juga meneror warga di Papua. Ada pihak yang menilai aksi teror OPM sudah bisa disebut aksi dari organisasi teroris.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) Efriza menyebutkan, sudah layak apabila OPM ditautkan sebagai organisasi teroris. Karena aksi yang dilakukan selama ini bukan hanya memakan korban dari kalangan aparat keamanan, tapi juga masyarakat Papua.

"OPM selama ini menolak secara tegas Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan meminta agar Papua merdeka penuh dari Indonesia," kata dia dalam webinar bertajuk 'OPM sebagai Organisasi Teroris', Jumat (15/1/2021).

Dia menjelaskan, aksi teror yang dilakukan, misalnya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM daerah 8 Intan Jaya membakar pesawat misionaris milik PT. MAF pada awal Januari 2021.

Aksi teror OPM juga dilakukan terhadap langkah pembangunan pemerintah di Papua dengan membunuh belasan karyawan PT. Istaka Karya yang mengerjakan proyek Jalan Trans Papua di Nduga pada 2018.

"Kekejaman OPM sering kita lihat saat mereka menembak heli milik TNI yang sedang mengevakuasi prajurit dan membawa logistik ke daerah pedalaman Papua. Lalu pembacokan pada tukang ojek di Intan Jaya," ujarnya.

Dia mengatakan, Presiden Jokowi tegas menyebut bentuk nyata kehadiran negara diimplementasikan dengan pendekatan kesejahteraan melalui pemberian dana Otsus yang ditingkatkan dan berbagai pembangunan infrastruktur.

Namun di sisi lain, menurut dia, tindakan OPM malah berseberangan dengan sikap pemerintah yaitu dengan menunjukkan perlawanan yang seolah mereka tidak suka apabila Papua sejahtera.

Karena itu Efriza menilai selain menggunakan pendekatan kesejahteraan, juga perlu dibarengi dengan pendekatan militer untuk memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat Papua dengan memasukkan OPM sebagai organisasi teroris di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Konsekuensinya ketika jadi organisasi teroris maka tidak dapat diintervensi negara PBB dan untuk membatasi ruang gerak OPM misalnya tidak dapat sumbangan dana dari negara luar," katanya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kata BNPT

thumbnail polisi jual senjata ke opm
thumbnail polisi jual senjata ke opm

Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan selama ini label teroris selalu ditujukan pada kelompok yang melakukan aksi teror dengan menggunakan simbol keagamaan.

Namun menurut dia masyarakat kurang "aware" pada aksi teror OPM yang selama ini dilakukan telah memakan korban baik dari kalangan aparat keamanan dan masyarakat sipil Papua.

"Varian radikalisme di Indonesia bisa dikategorikan pada tiga hal yaitu dalam hal politik, keyakinan, dan tindakan. Kategori Politik dan tindakan bisa dilihat pada OPM yaitu tindakan brutal yang menyebarkan aksi teror," ujarnya.

Menurut dia, meskipun aksi teror OPM tidak berbasis pada simbol keagamaan namun lebih pada aspek geografis, dan itu justru lebih berbahaya karena kalau dibiarkan terus-menerus akan menghabisi wilayah Republik Indonesia.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Willem Wandik menyarankan agar pemerintah Indonesia lebih baik memperkuat diplomasi di level lokal dan internasional untuk membendung isu-isu Papua.

Dia juga meminta pemerintah fokus pada penyelesaian masalah di Papua seperti marginalisasi, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan rendahnya tingkatnya partisipasi masyarakat, integrasi sosial-budaya.

"Kekerasan politik secara luas yang belum benar-benar diatasi dan pelanggaran hak asasi manusia seperti di Nduga, Wamena, Intan Jaya, dan masih banyak lagi yang perlu menjadi fokus pemerintah jika ingin stabilitas sosial di Papua terjaga," ujarnya.

Selain itu dia menilai pendekatan dialog tetap harus dilakukan pemerintah meskipun saat ini tidak ada pendekatan baru untuk menciptakan perdamaian di Papua.

Willem mencontohkan keberhasilan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan mengedepankan dialog.

Namun dia mengingatkan, dialog tersebut tetap harus dalam kerangka prinsip kesetaraan dan mengurangi ego masing-masing pihak demi terwujudnya kedamaian di Bumi Cenderawasih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya