KPK: 7 Kepala Daerah Terlibat Kasus Jual Beli Jabatan pada 2016-2021

KPK mengingatkan para kepala daerah menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 01 Sep 2021, 16:28 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2021, 16:26 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, ada tujuh kepala daerah yang dijerat dalam kasus suap jual beli jabatan. Menurut KPK, jual beli jabatan masih menjadi modus bagi kepala daerah untuk meraup keuntungan pribadi.

"KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 bupati," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Rabu (1/9/2021).

Tujuh kepala daerah tersebut yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.

Atas dasar itu, Ipi mengingatkan para kepala daerah menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sektor yang rentan terjadi korupsi

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Selain itu, Ipi menyebut dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan Jasa.

Kemudian, korupsi pada sektor penerimaan daerah, mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat, dan korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.

"Dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP). Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut," kata Ipi.

Kedelapan area intervensi tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

"Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis sistem merit," kata Ipi.

Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah, sistem informasi, kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi, tata kelola SDM, serta pengendalian dan pengawasan.

"Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan, termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi," kata Ipi.


Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang

Infografis Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang
Infografis Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya