Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat paripurna pada hari ini, Selasa (12/4/2022). Rapat paripurna itu akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang.
"RUU TPKS akan disahkan pada tanggal 12 (April)," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan, Senin 11 April 2022.
Baca Juga
Selain itu, pimpinan DPR juga telah memutuskan akan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang pada Kamis 14 April 2022. DPR akan memasuki masa reses pada Jumat 15 April 2022.
Advertisement
"Penutupan masa sidang tanggal 14 (April)," kata Dasco.
Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya mengatakan RUU TPKS akan disahkan sebelum memasuki masa reses. Puan mengatakan, RUU TPKS ini telah ditunggu-tunggu masyarakat untuk memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan.
"Insyaallah akan segera berlaku dan bermanfaat dalam mitigasi dan perlindungan bagi anak dan perempuan ke depannya," kata Puan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Segera Disahkan
Badan Legislasi DPR RI menyetujui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat pertama. RUU TPKS segera dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
"Apakah rancangan UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna untuk pembicaraan tingkat dua?" ujar Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat rapat pleno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4).
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir.
Saat pandangan mini fraksi, delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR menyetujui RUU TPKS segera disahkan menjadi undang-undang. Hanya Fraksi PKS yang menolak pengesahan RUU TPKS.
"Dari sembilan fraksi, delapan fraksi menyatakan setuju dengan berbagai macam catatan yang ada di dalamnya," kata Supratman.
Advertisement
PKS Menolak
Anggota Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyampaikan pendapat mini fraksi terkait alasan penolakan RUU TPKS tersebut.
Salah satu poin penolakan PKS adalah agar RUU TPKS ini memasukkan secara lengkap jenis-jenis Tindak Pidana Kesusilaan yaitu segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual, Sehingga pembahasan RUU TPKS ini TIDAK menggunakan satu paradigma yaitu Kekerasan Seksual saja.
"Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap perzinaan dan penyimpangan seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan. Norma perzinaan dalam KUHP bermakna sempit sehingga tidak bisa menjangkau perbuatan zina yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya belum terikat perkawinan dengan pihak lain," kata Almuzzammil, Rabu (6/4/2022).
Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT)/Penyimpangan Seksual dalam RUU TPKS, dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.
"Mengingat adanya kekosongan hukum perihal pengaturan LGBT di Indonesia, karena tidak ada satu pun hukum positif Indonesia yang secara eksplisit-normatif melarang perilaku LGBT, maka pembentuk undang-undang perlu segera mengaturnya," kata dia.
"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menolak Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi Undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebelum didahului adanya pengesahan RKUHP dan/atau pembahasan RUU TPKS ini dilakukan bersamaan dengan pembahasan RKUHP," sambung Almuzzamil.
Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS
Pemerkosaan tidak masuk dalam Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya, alasannya karena pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam draf RUU TPKS.
Willy menyebut, pemerkosaan sudah diatur dalam undang-undang lain yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Kenapa kita tidak masukan pemerkosaan. Satu, karena sudah ada di KUHP. RKUHP itu lebih komplet lagi," ujar Willy pada wartawan, Rabu (6/4/2022).
Meski demikian, menurutnya pemerkosaan masih dicantumkan sebagai salah satu jenis kekerasan seksual lainnya dalam RUU TPKS.
"Memang kita tidak memasukan pemerkosaan dan aborsi. Dari 9 jenis kekerasan seksual yang kita sebutkan di atasnya, pemerkosaan kita sebutkan jenis kekerasan seksual lainnya, itu di bawahnya ada," ujar Willy.
Sementara aborsi, menurut Willy juga sudah diatur dalam undang-undang lain yaitu UU Kesehatan. "Kenapa aborsi tidak kita masukan. Itu ada dalam UU Kesehatan. Jadi, itu sudah cukup," jelas Willy.
Karena alasan itulah, lanjut Willy, Panja memutuskan tidak memasukkan dua jenis kekerasan seksual tersebut. "Kita tidak ingin satu norma hukum diatur dalam dua UU, karena akan terjadi overlapping," ujar Willy.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Advertisement