Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo enggan merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md perihal adanya 'gerakan bawah tanah' untuk mempengaruhi vonisnya dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Ferdy Sambo memilih diam dan menutup rapat mulutnya ketika ditanya awak media terkait pernyataan Mahfud Md tersebut, usai sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi terhadap tuntutan seumur hidup di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Advertisement
Baca Juga
Sambo hanya mengangkat tangan seraya menyapa ketika dicecar pertanyaan awak media perihal pernyataan Mahfud Md. Dengan tangan diborgol dan memakai rompi tahanan kejaksaan, ia memilih tetap berjalan berlalu dengan pengawalan ketat dari anggota Brimob Polri.
Senada dengan sikap diam Sambo, Tim Penasihat Hukum Arman Hanis juga enggan berkomentar terkait pernyataan 'pergerakan bawah tanah'. Dia meminta wartawan menanyakan langsung kepada Mahfud Md yang punya statement.
"Saya sudah sampaikan semuanya ucapan Pak Mahfud apa saya juga tidak dengar. Adanya pergerakan bawah tanah, tanya beliau lah, beliau kan maha tahu. Saya tidak bisa komentar apa-apa,kliennya saya juga gak tahu apa-apa," ucap Arman saat diminta tanggapan.
Arman menegaskan bahwa kliennya tidak akan memberikan pendapat atas isu yang tidak diketahuinya. Sehingga ia berharap jika lontaran pertanyaan itu tidak ditujukan kepada pihaknya.
"Klien saya tidak akan menanggapi, hal yang tidak diketahuinya. Apabila ada yang menyampaikan seperti itu silahkan tanyakan, jangan tanyakan ke kami," ucap Arman Hanis menandaskan.
Mahfud Sebut Ada Gerakan Bawah Tanah di Kasus Sambo
Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD mengendus adanya 'gerakan bawah tanah' untuk mempengaruhi putusan atau vonis terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," ungkap Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis (19/1).
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu," imbuhnya.
Menurut informasi yang dikantongi Mahfud, 'gerakan bawah tanah' itu dilakukan pejabat tinggi pertahanan dan keamanan. Namun, upaya tersebut bisa diamankan oleh Kejaksaan.
"Saya pastikan kejaksaan independen, tidak akan terpengaruh dengan gerakan-gerakan bawah tanah itu," ucapnya, dilansir dari Antara.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini meminta siapapun yang mengetahui otak 'gerakan bawah tanah' segera melapor kepadanya.
"Ada yang bilang soal Brigjen mendekati A dan B, Brigjennya siapa saya suruh sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen banyak kok. Kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Letjen. Jadi pokoknya independen saja," ujarnya.
Mahfud mengingatkan kepada majelis hakim maupun kejaksaan agar menjaga independensi dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J. Sebab, kasus tersebut menjadi perhatian publik.
Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Tuntutan terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1).
"Menyatakan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup," kata JPU saat membacakan tuntutan.
Tuntutan penjara itu berdasarkan dakwaan premier Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement