Pekerjaan Rumah KPU Sebelum Penyelenggaraan Pilkada Serentak

Banyak yang harus kembali dicek oleh KPK agar pelaksanaan pilkada berjalan baik.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 28 Okt 2015, 11:43 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2015, 11:43 WIB
Pilkada Bengkulu
Kasi Ops Satuan Brimob Polda Bengkulu Kompol Eko Sisbiantoro menjelaskan wilayah yang menjadi fokus pengamanan yang dianggap rawan Pilkada Serentak 9 Desember 2015. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak gelombang pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015 mendatang. Tapi Komisi Pemilihan Umum masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk memastikan pelaksanaan pilkada berjalan baik.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Rabu (28/10/2015) mengatakan, ada 4 hal penting yang harus menjadi perhatian dalam Pilkada serentak.

Pertama adalah terkait administrasi. Meskipun administrasi tampak sepele, namun tantangan administrasi adalah hal yang paling disoroti.

Bahkan menurut dia, KPU mencacat ada 12 permasalahan yang muncul dalam Pilkada serentak, yakni mulai dari penyerahan surat dukungan hingga tahapan penetapan calon.

Kemudian ada pula temuan dokumen palsu, dualisme kepengurusan partai politik, status kesehatan hingga status tersangka dari pasangan calon.

"Hal tersebut harus segera diatasi oleh KPU agar tidak menimbulkan potensi konflik yang lebih besar ke depannya," kata Fadli Zon dalam sambutannya dalam seminar nasional 'Problematika Pilkada Serentak' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Selain itu, kata Fadli, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga sudah mulai menerima 100 sengketa pasangan calon. Hal-hal seperti itu akan menyita perhatian dan tenaga KPU di tengah persiapan lain yang harus diselesaikan.

Tantangan kedua adalah terkait polemik calon tunggal. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa calon tunggal tetap bisa mengikuti Pilkada serentak 2015 tak dapat diundur hingga 2017.

"Putusan MK juga membuka peluang untuk ditempuh jalur referendum bagi daerah yang memiliki calon tunggal," ujar dia.

Fadli melanjutkan, dalam putusan MK disebutkan apabila pilihan setuju lebih banyak maka pasangan calon ditetapkan menjadi kepala daerah. Sementara jika tidak setuju memperoleh suara terbanyak maka Pilkada akan ditunda sampai pemilihan berikutnya.

"Dengan desain seperti ini apakah efisien? Padahal tujuan Pilkada serentak itu adalah meningkatkan efisiensi politik elektoral," kata dia.

Pengawasan dan Konflik

Kemudian, tantangan ketiga adalah terkait pengawasan. Menurut Fadli, Pilkada serentak yang akan digelar untuk pertama kalinya itu masih banyak kelemahan yang perlu diawasi.

Fadli menilai, pengawasan Pilkada tak hanya dilakukan instansi pemerintah namun juga masyarakat sipil. Tujuannya agar kualitas pengawasan penyelenggaraan Pilkada dapat lebih terjamin serta meminimalisir kecurangan-kecurangan yang muncul.

Tantangan keempat adalah konflik. Menurut dia, meskipun ada pandangan bahwa skala pemilu serentak ini lebih kecil dari pemilu nasional sehingga tak perlu dikhawatirkan.

Namun, konfigurasi dukungan di masyarakat dalam Pilkada sangat berbeda dan kadangkala tidak sama satu sama lain.

"Sehingga potensi konflik Pilkada serentak ini juga bukan hal yang dapat diremehkan," kata Fadli.

Politik Transaksional Masih Kental

Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam mengatakan, secara umum skema atau format pemilu (Pileg, Pilpres dan Pilkada) tidak menjanjikan melembaganya demokrasi subtansial yang terkonsolidasi.

Selain itu menurut dia, format pemilu tidak melembagakan pemerintahan yang efektif dan sinergis serta pemerintah yang bersih dari korupsi dan perangkap penyalahgunaan kekuasaan.

Sehingga, kata Muqowam, tidak mengherankan jika politik transaksional masih kental mewarnai relasi kekuasaan di antara berbagai aktor dan institusi demokrasi hasil pemilu. Bahkan format Pilkada tidak menjanjikan kepala daerah yang kapabel sekaligus akuntabel.

"Orientasi dan arah kompetisi masih berputar di sekitar upaya meraih popularitas dan elektabilitas. Hampir tidak ada kesempatan bagi publik memilih kandidat berdasarkan kapabilitas para calon," kata Muqowam.

Parahnya lagi, kata dia, penetapan calon dan mekanisme calon ditentukan secara oligarkis oleh ketua umum ataupun pimpinan partai politik. (Nil/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya